Penginjilan
Pada Masa Antara
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
Gerakan
Misi yang Dilakukan Israel
Pada Masa Pembuangan / Setelah Pembuangan (Diaspora)
I.
Pendahuluan
Dalam sejarah perjalanan bangsa Israel sebagai umat
Allah, berdasarkan kesaksian Alkitab dapat kita saksikan pasang surut hubungan
antara Israel dengan Allah. Sebagai umat Allah tentulah Allah menjaga dan
mengiringi perjalanan bangsa pilihan-Nya. Namun seiring berjalannya waktu
Israel didapati adalah sebuah bangsa yang tegar tengkuk (Kel. 32:9; 33:3,
5;34:9; Ul. 9:6, 13; 10:16), mereka tidak setia pada Tuhan. Dalam beberapa
kasus mereka tidak mengindahkan Tuhan, yaitu dengan menyembah ilah-ilah lain.
Hal ini terjadi beberapa kali sehingga menyebabkan Tuhan murka. Oleh karena itu
Tuhan menghukum Israel untuk dijajah oleh bangsa-bangsa. Israel pecah menjadi
dua bagian, yaitu Israel Selatan dan Israel Utara (1 Raj. 12:1-24). Bukan hanya
sampai di situ saja, dapat kita lihat Tuhan menginzinkan Israel dijajah dan
mengalami masa pembuangan di Babel. Selama 70 tahun bangsa Yahudi berada dalam
jajahan bangsa Persia dan bangsa Edom menduduki sebagian dari Yehuda Selatan
dan permusuhan antara orang Samaria dan Yahudi terus berlangsung. Namun setelah
genap 70 tahun, Allah melepaskan bangsa-Nya dari pembuangan di Babel. Lalu
berakhirlah masa Perjanjian Lama (PL). Selanjutnya dalam Alkitab kita akan
melihat bagaimana kelanjutan kisah dari bangsa Israel yang dapat kita lihat
dalam Perjanjian Baru (PB). Namun ada masa di mana sebelum Perjanjian Baru itu
dimulai.
Kurun waktu antara pulangnya umat TUHAN dari Babel
dan kelahiran Juruselamat, Yesus Kristus, adalah ± 500 tahun. Selama kurun
waktu itu kedudukan Israel sebagai bangsa yang terasing tidak berubah secara
prinsipiil. Israel tetap diasingkan dari bangsa-bangsa lain oleh perjanjian dan
hukum Tuhan. Masa antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ini disebut juga
masa “Diaspora”. Apakah Diaspora itu? Bagaiamana Israel tetap menjalankan
kewajibannya sebagai umat Tuhan? Bagaimana Penginjilan yang terjadi selama masa
itu? Dalam paper ini akan kita lihat
bagaimana proses-proses tersebut berlangsung. Selamat belajar!
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian Diaspora
Istilah Diaspora sendiri adalah sebuah mata uang
dari terjemahan Torah Yunani Alexandria, istilah ini muncul pertama kali dalam
Ul. 28:25; 30:4-5.[1]
Sebuah turunan dari akar kata Yunani dari kata dia + sperein yang berarti menyebar, menabur.[2]
Dalam konteks bangsa Israel, kata ini berarti penyebaran, perserakan,
perantauan orang-orang Yahudi di luar Palestina sesudah pembuangan di Babel. Sesudah
pembuangan di Babel, kaum Yahudi hidup berserak-serak atau “dalam diaspora”.[3] Penyebaran
ini dimulai dengan deportasi[4] ke
Asyur (abad ke-8 sM) dan Babel (abad ke-6 sM),[5] F.
D. Wellem menyebutkan masa ini terjadi pada tahun 722 sM (Asyur) dan tahun 579
sM (Babel).[6]
Setelah pembuangan Israel dikuasai oleh berbagai Bangsa lain: Asyur, Babel,
Persia, Yunani, Roma (bnd. Dan. 2:7-12).[7] Yang
tinggal di Palestina sejuta saja sedang di luarnya kira-kira enam juta orang.
Mereka berprofesi sebagai saudagar yang berdagang di segala kota besar di
sekitar bagian timur Laut Tengah dan di kota Roma. Pada masa Tuhan Yesus di
Roma terdapat 10.000 orang Yahudi di antara 600.000 kota itu. Di Mesir jumlah
orang Yahudi sampai 1.000.000 banyaknya. Di Aleksandria sepertiga dari penduduk
adalah orang Yahudi.[8]
Pada masa setelah pembuangan tidak semua dari bangsa Yahudi memilih untuk
kembali ke kampung halaman mereka, keluarga-keluarga yang telah hidup berkecukupan
memilih untuk menetap di Babel, yang mana mereka berhasil dalam perdagangan,
dalam kekaisaran Persia dan dengan Mesir, dari pada ikut kembali ke Palestina
dengan persetujuan Koresy.[9]
Dari sana kita dapat melihat bahwa setelah masa pembuangan diberikan kebebasan
kepada bangsa Yahudi untuk memilih apakah mereka kembali ke kampung halamannya
atau menetap di Babel.
Meskipun mereka berserak-serak, tetapi mereka tetap
setia kepada agamanya. Orang Yahudi diaspora ini tetap mempunyai ikatan dengan Palestina,
yaitu dengan membayar pajak Bait Allah dan tetap menjalankan agama mereka
(Yahudi)[10]
diberi hak untuk mempunyai pengadilan sendiri sesuai dengan tradisi mereka,[11] orang
Yahudi yang tinggal di kekaisaran Romawi tinggal di setiap kota penting (Yoh. 7:35)
sering menempati wilayah tersendiri (seperti di Aleksandria) dan mereka
memiliki pemerintahan lokal tersendiri dan pemerintahan ini berpusat di
Sinagoge.[12]
Mereka juga dibebaskan dari kewajiban mempersembahkan korban kepada kaisar
(Romawi). Sedapat mungkin mereka menuruti Taurat Musa dalam dunia pengasingan
itu. Di mana-mana terdapat rumah Ibadah (Sinagoge). Pajak untuk Bait Allah di
Yerusalem tetap dibayar dan sedapat-dapatnya mereka berziarah ke Yerusalem
sekali setahun untuk merayakan hari pesta besar (Paskah, 7 Minggu atau
Pentakosta, Pondok Daun)[13]
di Bait Allah (contohnya Kis. 2:9-11). Dalam kehidupan sehari-hari mereka
(Yahudi) yang dalam diaspora mereka menggunakan bahasa Yunani (Koine) sebab
mereka sudah lupa Bahasa Ibrani. Karena itulah Perjanjian Lama diterjemahkan ke
Bahasa Yunani, kira-kira tahun 200.000 sM yang kita kenal dengan Septuaginta.[14]
2.2. Tantangan Pada Masa Diaspora
Dalam masa Diaspora, yang mana bangsa Yahudi tidak
hidup dalam kesatuan secara politis melainkan berserak-serak. Tentu ada
tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa Yahudi, terkhusus bagi mereka yang
berada di perantauan. Tantangan yang mereka hadapi, di antaranya:
1.
Budaya
Helenisme
Helenisme adalah pencampuran budaya pada zaman
kejayaan Alexander Agung hingga pada masa Romawi.[15] Budaya
ini hidup subur sejak abad ke-4 sM hingga abad ke-5 sM. Kebudayaan ini
merupakan campuran antara kebudayaan Yunani asli dan unsur-unsur kebudayaan
Asia Barat.[16]
Budaya Helenisme diperhadapkan dengan Bangsa Yahudi, secara umum ada dua sikap
yang diberikan oleh bangsa Yahudi, yaitu yang menerima dan yang menolak. Selama
hampir dua abad hubungan antara orang Yahudi yang menerima dengan baik
kebudayaan Helenistik, dan mereka (Yahudi) yang dengan teguh mempertahankan
adat istiadat dan keistimewaan Ibrani—dalam arti lain menolak budaya Helenis,
tidaklah mudah.[17]
Baik bagi orang Yahudi yang berdiaspora maupun yang tinggal di Palestina, Helenisme
merupakan bahaya besar karena filsafat Helenisme ini menyamaratakan seluruh
kehidupan di seluruh kekaisaran dan kerajaan. Penyeramarataan itu Nampak dalam
penggunaan Bahasa Yunani sebagai bahasa umum, dari segi kebudayaan, kebudayaan
Yunani dianggap sebagai pola hidup yang paling utama dan yang paling berbahaya
adalah pengaruh Heleneisme dalam bidang agama. Dalam persfektif Helenisme semua
agama adalah sama. Mitologi Yunani percaya bahwa Zeus sebagai Dewa tertinggi
Yunani adalah sama dengan Jupiter, dewa tertinggi Romawi, dan isterinya (Zeus),
yaitu Hera sama dengan Yuno (dalam perspektif Romawi), Poseidon (Yunani = dewa
lautan) disamakan dengan Neptunus, dsb. Berdasarkan pemahaman ini semua agama
dibuat menjadi satu agama umum. Akibatnya terjadi pencampuran dalam agama (sinkretisme).
Diperhadapkan dengan Yahudi—bahaya besar yang mencolok, Yahwe, Allah Israel disamaratakan
juga seperti Zeus dan Jupiter, sebagaimana disebutkan di atas. Hal inilah yang
menjadi ancaman bagi bangsa Yahudi. Karena mereka dipaksa oleh Raja Antiokhus
IV Epifanes,[18]
untuk berbakti kepada Zeus dengan mempersembahkan korban babi di dalam Bait
Allah di Yerusalem. Banyak orang Israel yang mematuhi paksaan ini, karena takut
dan banyak juga yang mati martir karena menolak paksaan ini, karena bagi mereka
hanya Tuhanlah Allah yang hidup. [19]
2. Ejekan
Perbedaan terhadap budaya, bahasa dan agama
mengakibatkan bangsa Yahudi diolok-olok dan dihina. Ada orang yang, misalnya
mengatakan bahwa orang Yahudi berbakti kepada bintang-bintang di langit,
sedangkan yang lainya menyangka, bahwa orang Yahudi mengorbankan manusia
sebagai korban persembahan. Orang yang bukan Yahudi heran melihat ibadah yang
dilakukan oleh orang Yahudi, sebab tidak ada patung atau sarana dewa yang dapat
dilihat. Hal ini sangat aneh bagi mereka. Menurut mereka agama Yahudi adalah
agama yang kosong sehingga mereka menolak dengan tertawa mengejek. Hal ini
terjadi karena mereka tidak memahami agama Yahudi.[20]
2.3.Misiologi dalam masa antara
(Diaspora)
Meskipun Bangsa Israel mengalami tantangan dan
penindasan oleh bangsa-bangsa lain, tetapi Allah tidak meninggalkan bangsa-Nya
dan memakai hal yang dialami oleh bangsa Israel sebagai penyebaran firman Allah
atau pengenalan akan nama dan kuasa-Nya kepada bangsa-bangsa lain. Ada beberapa
signifikansi Misiologis penting yang dapat diuraikan di sini.
1.
Kondisi masa antara menunjukkan bahwa
Allah tetap bekerja di dalam kekalutan sejarah manusia, dimana Ia terus
berkarya mewujudkan janji berkat-Nya bagi umat-Nya melalui misi-Nya.[21]
Israel menjadi Objek misi Tuhan agar bangsa itu bertobat. Karenanya masa-masa
ketidakpastian dan penindasan oleh bangsa-bangsa lain menguji mereka. Apakah
mereka itu menyadari statusnya dan bagaimana dengan statusnya itu mereka hidup
benar dengan semangat kekudusan Hukum Taurat.[22]
2.
Kondisi masa antara menyiapkan dasar
bagi titik balik dalam gerakan misi, di mana dari Yerusalem yang dipakai Allah
sebagai pusat misi-Nya, kini ada gerakan penyebaran menggapai bangsa-bangsa.
Gerakan penyebaran ini adalah kesaksian umat Allah bagi bangsa-bangsa.[23]
Dalam tantangan terhadap budaya Helenisme orang Yahudi berusaha menunjukan
keunggulan budaya dan agama mereka. Kaum Yahudi berusaha menampik upaya Helenisme
dalam menyamaratakan semua agama, juga penyamarataan kebudayaan kerajaan Yunani
dan kekaisaran Romawi. Di atas telah disebutkan bahwa salah satu tantangan dari
bangsa Yahudi adalah ejekan yang mereka terima. Ejekan ini terjadi karena mereka
(bangsa lain) tidak memahami dan mengerti agama Yahudi. Dalam kelanjutannya ada
upaya untuk menerjemahkan PL kedalam bahasa Yunani, yaitu Septuaginta (LXX).
Terjemahan ini sangat berguna dalam membuka mata dunia Yunani/ terhadap
pemahaman kepada agama Yahudi itu sendiri. LXX juga menjadi alat untuk menarik
banyak orang kepada Tuhan.[24]
3.
Dalam masa antara ini, dinamika
nilai-nilai hidup dan pengaruh orang Yahudi menyiapkan jalan bagi bangsa-bangsa
(di mana mereka tersebar) untuk mengenal akan Allah (bnd. Kis. 2).[25]
Banyak orang yang kendati sangat heran terhadap agama Yahudi (Lihat tantangan
nomor 2), tetapi mereka menghormati orang Yahudi. Sebab melihat kesetiaan
mereka dalam bergaul dengan Allah yang percaya hanya kepada satu Allah saja
(Monoteisme) yang meski tidak kelihatan dan tidak berbentuk.[26]
Hal ini bertentangan dengan pandagan orang Yunani yang dalam agama menuntut
adanya objek pemujaan dan yang memiliki banyak sekali dewa (yang bias dilihat).
Orang
Yunani juga menghormati orang Yahudi terhadap kesetiaan mereka dalam merayakan
hari sabat setiap minggu, hukum-hukum ketahiran dan cara hidup mereka, sehingga
membuat orang yang bukan Yahudi kagum, yang pada nantinya membuat agama Yahudi
dikenal oleh bangsa-bangsa lain.[27]
Dari unsur-unsur di atas maka bisa dilihat secara
tidak langsung PI sudah berjalan tanpa disadari oleh bangsa Yahudi sendiri. Hal
pertama yang menandakan hal itu adalah bahwa dalam penyebaran (Diaspora) Allah
mengijinkan penyebaran itu terjadi sehingga orang Yahudi tersebar seluas
mungkin ke seluruh penjuru dunia. Sehingga dengan penyebaran ini nama Tuhan
akan semakin dikenal. Hal ini boleh terjadi karena bangsa-bangsa lain
memperhatikan bangsa Yahudi dalam menjalankan kewajiban agamanya dan
memperhatikan, bahkan menyukai pola kehidupan mereka. Sehingga sebagian dari
bangsa-bangsa lain mulai berbakti kepada Tuhan, Allah orang Yahudi. Mereka pada
nantinya menjadi takut akan Allah. Artinya, mereka percaya kepada Tuhan dan
ingin hidup menurut firman-Nya. Ditambah lagi dengan adanya terjemahan
kitab-kitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani sehingga semakin
memungkinkan bangsa-bangsa lain untuk dapat mengenal dan mempelajari tentang
firman Allah, dengan demikian firman Allah menjadi masyhur di kalangan bangsa
Asing[28]
yang pada nantinya akan membuat mereka menjadi percaya kepada Allah.
Orang-orang yang bukan Yahudi yang percaya kepada Allah disebut (dalam bahasa
Yunani) sebomenoi atau phoboumenoi (bnd. Kis. 13:43) di antara
mereka ada juga yang ingin menjadi anak perjanjian dengan hak penuh, sehingga
menerima tanda sunat dan menjadi sama dengan orang Yahudi. Kelompok ini disebut
Proselit.[29]
Memang mengenai penerimaan orang non-Yahudi menjadi
penyembah Tuhan terdapat pendapat orang Yahudi yang berbeda-beda. Secara garis
besar orang Yahudi yang tinggal dipalestina bertindak sangat keras (menolak). Pemimpin-pemimpin
mereka, yaitu Mahkamah Agama atau Dewan Yahudi, fanatik sekali menjaga
kemurnian. Hukum Adat Musa jangan sekali-kali dinajiskan. Sebaliknya, orang
Yahudi yang berdiaspora agak lunak dan terbuka, sehingga bersedia menerima
orang luar. Masuknya orang-orang bukan Yahudi menjadi Proselit, bukanlah hasil
PI. Mereka masuk ke dalam agama Yahudi
karena mereka tertarik akan keindahan agama Israel. Mereka belajar mengenal
Tuhan dan percaya kepada-Nya. Mereka diterima oleh kaum Yahudi sesuai dengan
peraturan-peraturan Allah dalam Perjanjian Lama tentang orang asing.[30]
Dari unsur-unsur di atas kendati orang Yahudi tidak
giat secara aktif di bidang PI—PI juga belum terstruktur pada masa itu atau
belum ditetapkan menjadi sebuah program atau kegiatan dari agama Yahudi, namun banyak juga orang yang tertarik
mempercayai Tuhan. Nama Tuhan disiarkan di seluruh kerajaan Yunani/ Romawi.
Dengan demikian Diaspora dipakai oleh Allah untuk menyiapkan dunia bagi
penggenapan nubuatan para Nabi: Keselamatan oleh Yesus Kristus bagi seluruh
dunia.[31]
III.
Kesimpulan
Amsal pernah berkata, “Hati manusia memikirkan
jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya” (Amsal 16:9). Dalam
konteks diaspora, perkataan Amsal ini bisa menjadi suatu gambaran bahwa dalam
suatu hal yang tidak dipikirkan oleh manusia atau sesuatu yang menurut
pemikiran manusia sesuatu hal yang tidak seharusnya terjadi, tetapi Allah berpikiran
lain bukan apa yang dipikirkan oleh manusia yang dilakukan oleh Allah. Melalui
peristiwa diaspora ini, secara manusiawi kita melihat bahwa hal ini tidak wajar
terjadi terhadap Israel, dengan keyakinan bahwa Israel adalah bangsa Allah,
tetapi justru Israel terpecah dan tersebar kemana-mana. Apabila kita mengingat
kembali peristiwa Menara Babel (Lih. Kej. 11), pada saat itu manusia berpikir
supaya mereka mendirikan suatu menara yang puncaknya sampai ke langit dan
mencari nama, supaya mereka jangan terserak ke seluruh bumi (ay. 4), karena
pada saat itu mereka satu bangsa dan satu bahasa. Tetapi Allah menghendaki
supaya mereka berserak ke seluruh bumi, karena itulah Allah mengacau-balaukan
bahasa mereka (Ay. 7-8). Allah ingin supaya nama-Nya dikenal oleh seluruh
bangsa. Itulah tanggung jawab yang diemban oleh Israel sebagai umat pilihan
Allah. Peristiwa yang bagi bangsa Israel adalah sebuah kekalahan, tetapi
dipakai oleh Tuhan untuk memperkenalkan nama-Nya. Sehingga melalui penyebaran
itu (diaspora) banyak orang yang mulai tertarik kepada agama Yahudi dan bahkan
memberi diri untuk disunat dan hidup sesuai dengan hukum Tuhan. Semoga nama
Tuhan dikenal oleh bangsa–bangsa di seluruh dunia. Amin!
IV.
Daftar
Pustaka
Sumber
Buku
Rajak, Tessa, The Jewish Diaspora, dalam The
Cambrige History Of Christianity Origins To Constantine diedit oleh
Margaret M. Mitchel & Frances M. Young, Cambridge: Cambridge University
Press, 2008.
Napel, Henk ten, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, Jakarta
: Gunung Mulia, 2011.
Berkhof, H., Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar,
Jakarta: Gunung Mulia, 2015.
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab, Jakarta: Gunung Mulia,
2016.
Wellem, F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: Gunung Mulia, 2006.
Venema, H., Injil untuk Semua Orang, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/
OMF, 2006.
Bakker, F. L., Sejarah Kerajaan Allah 1: Perjanjian Lama, Jakarta: Gunung Mulia,
2015.
Tomatala, Yakob, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan dan Pertumnuhan Gereja, Jakarta : YT Leadership Foundation,
2003.
Naftallino, A., Teologi Misi: Misi di Abad Postmodernisme,
Jakarta: Wesleyanist Independent Movement, 2007.
Sumber
Internet
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan), diakses dari https://kbbi.web.id/deportasi/
pada 18 Maret 2019 pukul 17.19.
[1] Tessa Rajak, The Jewish Diaspora, dalam The Cambrige History Of Christianity Origins
To Constantine diedit oleh Margaret M. Mitchel & Frances M. Young,
(Cambridge: Cambridge University Press, 2008), 54.
[2] Henk ten Napel, Kamus Teologi Inggris-Indonesia,
(Jakarta : Gunung Mulia, 2011), 111.
[3] H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2015), 6.
[4] Pembuangan, pengasingan, atau
pengusiran seseorang ke luar suatu negeri sebagai hukuman, atau karena orang
itu tidak berhak tinggal di situ (Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Kamus Versi Online/ Daring (Dalam Jaringan), diakses dari https://kbbi.web.id/deportasi/ pada 18 Maret 2019 pukul 17.19).
[5] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: Gunung Mulia,
2016), 81.
[6] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia,
2006), 75.
[7] H. Venema, Injil untuk Semua Orang, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/
OMF, 2006), 134.
[8] H. Berkhof, Sejarah Gereja, 6.
[9] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, 81.
[10] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 75.
[11] H. Berkhof, Sejarah Gereja, 6.
[12] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, 81.
[13] H. Venema, Injil untuk Semua Orang, 135.
[14] H. Berkhof, Sejarah Gereja, 6.
[15] Henk ten Napel, Kamus Teologi Inggris-Indonesia, 159.
[16] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 162.
[17] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, 136.
[18] Di bawah pemerintahan Raja Negeri
Aram, Antiokhus IV, Epifanes, yang memerintah dari 175-164 sM, bangsa Yahudi
sangat menderita. Raja ini mencoba membasmi agama Yahudi dan berusaha untuk
membuat orang Yahudi menjadi orang Yunani. Ia masuk ke dalam Bait Suci dan
mengangkut banyak barang berharga ke Antiokhia. Orang Yahudi harus di
Yunanikan. Di mana-mana didirikan berhala-hala Yunani. Bait Suci ditahbiskan
untuk Dewa Zeus. Di atas mezbah korban-korban didirikan mezbah untuk Zeus, yang
di atasnya dikorbankan binatang-binatang najis. Peringatan akan sabat dan sunat
dilarang. Kitab–kitab Perjanjian Lama dibakar dan dengan berbagai cara dipaksa
supaya bangsa Yahudi meninggalakan bangsanya. Mereka yang menentang diburu
secara bengis dan banyak yang mati. (lihat F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1: Perjanjian Lama, (Jakarta : Gunung Mulia,
2015), 754.).
[19] H. Venema, Injil untuk Semua Orang, 135-136.
[20] H. Venema, Injil untuk Semua Orang, 136-137.
[21] Yakob Tomatala, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan dan Pertumnuhan Gereja, (Jakarta : YT Leadership Foundation,
2003), 148.
[22] A. Naftallino, Teologi Misi: Misi di Abad Postmodernisme,
(Jakarta: Wesleyanist Independent Movement, 2007), 38.
[23] Yakob Tomatala, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan dan Pertumnuhan Gereja, 148.
[24] H. Venema, Injil untuk Semua Orang, 138.
[25] Yakob Tomatala, Teologi Misi Pengantar Misiologi: Suatu Dogmatika Alkitabiah Tentang Misi,
Penginjilan dan Pertumnuhan Gereja, 148-149.
[26] H. Venema, Injil untuk Semua Orang, 137.
[27] Ibid., 137.
[28] F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1: Perjanjian Lama, 753.
[29] Ibid., 137.
No comments:
Post a Comment