Doa dan Sikap Berdoa


Doa dan Sikap Berdoa
Suatu Tinjauan Etis Teologis terhadap Doa dan Sikap Berdoa yang berkenan bagi Allah”
I.                   Latar Belakang Masalah
Kepada siapa kita berdoa jauh lebih penting daripada bagaimana atau dimana kita berdoa. Bukankah sangat menyedihkan apabila kita mempelajari segala sesuatu tentang bagaimana seharusnya kita berdoa dan kemudian menemukan bahwa doa-doa kita ditujukan kepada alamat yang salah? Sekalipun demikian, bagaimana kita berdoa lebih penting daripada dimana kita berdoa, jika kita berdoa kepada alamat yang benar, dan berdoa dengan cara yang tepat, maka tidaklah penting apakah kita berdoa di dalam gedung, sedang dalam perjalanan, atau sedang bekerja. Apa yang ada dalam batin lebih penting daripada keadaan lingkungan kita.
Namun pada kenyataan saat ini sudah sangat terasa bagaimana sikap toleran manusia untuk aktif dalam doanya, kini sudah lebih dipengaruhi dari apa yang mereka dapatkan dari apa yang dilakukan sepanjang perputaran hidupnya. Kebutuhan yang cukup menjadi salah pengertian bagi sebagian besar manusia yang hendak menyatakan segalanya adalah hasil usaha sendiri. Alkitab sangat jelas menyatakan bahwa dari Dia-oleh Dia dan kembali kepada Dia. Hal ini seharusnya menjadi bahan perenungan bagi mereka dan harus diperlihatkan sesuai dengan karya nyata Allah dalam setiap perputaran hidup. Dalam masa sekarang sudah begitu nyata bagaimana tingkat kesadaran manusia akan kuasa kebesaran Allah yang diterima sepanjang hidupnya. Sehingga dalam pelaksanaan doa pun sudah mencari atau memilah saat-saat tertentu untuk melakukan jam doa. Hal ini sangat mempengaruhi bagi sikap yang akan dilakukan dalam berdoa. Oleh karena itu, di dalam pelajaran ini kita akan berbicara tentang bagaimana sepatutnya kita berdoa kepadaNya. Kita akan mempelajari hal-hal yang penting bagi Allah, agar supaya kita dapat berdoa sesuai dengan kehendakNya. Kita akan belajar bagaimana isi doa kita dapat mempengaruhi cara hidup kita yang betapa banyaknya yang harus kita pelajari.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Doa
2.1.1.      Doa menurut Perjanjian lama
Istilah doa dalam bahasa Ibrani adalah “Pallal” yang artinya (berdoa), dan inilah kata dasar dari kata “Tipalel” yang artinya (engkau berdoa) yang berarti “engkau harus mengkhususkan salah seorang dari tengah-tengah bangsa ini untuk berseru kepadaKu”. [1] jika ada suatu pertanyaan kapankah dan bagaimana asal mula doa? Maka banyak orang menduga bahwa doa dimulai setelah penciptaan Adam dan Hawa. Ada suatu hubungan dan persekutuan antara Allah dan mereka. Ternyata sudah menjadi kebiasaan bagi Adam dan Hawa untuk bertemu dengan Allah “pada waktu hari sejuk” untuk berbicara dengan Dia (Kej 3:8). Setelah kejatuhan manusia kedalam dosa, maka manusia berhubungan dengan Allah melalui kurban bakaran. Mulai kurban bakaran lah manusia berkomunikasi kepada Allah. Doa adalah tenaga rohani dengan aneka kerjanya yang luas dan perkasa, menyediakan jalan dan membantu mewujudkan janji-janji Allah.[2] secara khusus dalam kitab Mazmur yang berisi kumpulan doa, nyanyian syukur yang didoakan atau dinyanyikan oleh seorang atau sekelompok orang, ada sebagian untuk orang banyak atau untuk orang asing (yang disebut dengan doa syafaat). Dalam kitab Mazmur ini kita mengetahui bagaimana manusia berbicara dengan Allah atau bagaimana mereka dengan sukacita memuji Allah atau meratap dan putus asa karena penderitaan hidup. Melalui kitab Mazmur ini kita dapat kita lihat bahwa doa lebih tinggi dari permohonan, ucapan terimakasih dan puji-pujian. Ada pertukaran peranan, dimana bukan lagi manusia yang berbicara kepada orang yang berdoa dan manusia yang mendengarkan suaranya.[3]
2.1.2.      Doa Menurut Perjanjian baru
Istilah yang dipergunakan untuk mengartikan doa dalam Perjanjian Baru adalah “Prosekum” yang artinya secara umum meminta atau memohon dengan sangat dalam doa kepada Tuhan.[4] Kata ini berasal dari pros, yang artinya “menuju” dan “sekumai” yang berarti “wajah”. Jadi berdoa berarti datang dan bertatap muka dengan Allah.[5]
2.1.3.      Doa dan Hakekatnya menurut Etika Kristen
Dalam alkitab doa adalah kebaktian yang mencakup segala sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah. Doa adalah persekutuan manusia dengan Allah.[6] Doa merupakan pertemuan antara anak dengan bapa dan sebaliknya. Berdoa adalah memeberi perhatian kepada Allah dengan sikap menerima, menanti dan bersabar. Didalam etika dijelaskan bahwa berdoa ialah berpaling dari dan mendisiplinkan “ego yang gemuk dan tak menegenal belas kasihan”, meminjam ungkapan Iris Murdock yakni: bersibuk dengan diri sendiri saja yang meracunkan visi dan disposisi kita kearah dunia. Kebanyakan dari yang berdoa  terlampau aktif, sarat dengan perhatian yang egosentris, sarat dengan permohonan, terlampau kurang sabar.[7] Dalam hal berdoa tidak ada batas peraturan, tata tertib dan lainnya. Dalam berdoa juga tidak ada teori yang rumit-rumit. Karena doa adalah ungkapan kasih dan kerinduan untuk bertemu.[8] Hukum doa adalah adanya suatu kejujuran dalam berdoa. Seperti yang dikatakan Martin Luther, hukum doa yang pertama adalah “Jangan berdusta kepada Allah”. Hakekekat doa Kristen adalah, bahwa doa itu merupakan suatu percakapan antara manusia dengan Allah yang telah berfirman kepada manusia. Doa kristen merupakan suatu jawaban yang penuh iman atas firman Allah yang merupakan suatu pertemuan dengan Dia. Yang menampakkan wajahnya dalam Yesus Kristus. Hakekat doa kristen adalah, bahwa doa itu adalah percakapan antara dua pihak, yakni kita dengan Allah, yang telah berfirman di dalam Yesus Kristus dan yang terus berbicara dengan firman dan RohNya.[9]
2.2.Tekun dalam Berdoa
Kata “tekun” dalam terjemahan LAI disini berarti bersunguh-sungguh, secara berapi-api. Kata itu digunakan untuk doa Yesus di Getsemani. Sikap etis ini merefleksikan sekaligus menegaskan bahwa semua harus berdoa dengan tidak jemu-jemu. Contoh lain tentang seruan untuk tekun berdoa kita temui dalam surat rasul Paulus, salah satu diantaranya adalah Roma 12:12 “Bersukacitalah dalam perngharapan! Sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa”. Dalam nats ini juga rasul Paulus mengajarkan sikap dalam sebuah ketekunan dalam berdoa kepada Allah, dalam kaitannya dengan nasihat-nasihat yang lain yang berhubungan dengan hidup mereka yang riil seperti bersukacita dalam kesesakan dan sekaligus setia dalam pengharapan.[10] Bagaimana pun inti persoalannya ialah bahwa kita memerlukan langgam doa yang ekspilit, bila tidak, maka anugerah spiritualitas kesadaran doa kerap menjadi sulit untuk bisa bertumbuh di dalam diri kita. Kita memerlukan “tanda-tanda baca” guna menghindari kehidupan profesional serba sibuk berubah menjadi rangkaian kalimat aktivitas janggal dan tak bermakna. Kita butuh momen-momen jam, hari dan pekan, tersirat untuk doa. Kita butuh masa untuk saat merenungkan firman serta bermeditasi akan anugerah dan kebenaran Allah.[11] Doa yang dimaksudkan sebagai bagian dari ibadah syukur dan penyembahan, sarana meminta bimbingan dan perlindungan, ungkapan permohonan khusus dan syafaat, pengakuan dosa dan kelemahan diri, serta sarana pengungkapan pikiran dan perasaan yang besar dengan Tuhan. Doa sering juga dimaksudkan untuk menenangkan sikap religius tertentu dalam diri sang pendoa, bukan untuk mempengaruhi Tuhan tetapi demi terciptanya sikap rohani tertentu, seperti kerendahan hati, ketakwaan, kecintaan, atau kepasrahan kepadaNya.[12]
2.3.Kuasa Doa
Kuasa Allah sungguh berdaulat kalau Ia sudah mengetahui kebutuhan manusia sebelum manusia tersebut menyatakannya (Mat 6:8). Mengapa masih perlu berdoa? C.S Lewis memberikan jawaban yang cukup tegas, ia mengatakan bahwa Allah dapat saja melakukan pekerjaanNya di bumi secara apapun, tetapi dalam kedaulatanNya ia memilih untuk melakukannya sebagai tanggapan atau doa.[13] Tuhan menghendaki agar kita yang sudah menerima kekuasaan melalui doa ini pergi melintasi bumi sambil menyalurkan kuasa sorgawi ini ke ujung bumi yang sangat memerlukannya. Kehidupan kita, menurut rencana Tuhan kita, harus tenang namun siap menyalurkan aliran berkat yang melalui doa-doa kita dan campur tanganNya harus mencapai ke seluruh lingkungan kita.[14]
Melalui doa, Tuhan mengijinkan orang memikul tanggung jawab dalam melakukan pekerjaanNya dengan cara yang dewasa. Hasilnya manusia bertumbuh secara rohani. Pertumbuhan tersebut tidak dapat diperoleh melalui cara lain. Untuk mengetahui kehendak Allah, Alkitab mengungkapkan bahwa tidak seharusnya mengharapkan Tuhan dengan sendirinya menyingkapkan kehendakNya, dan manusia mempunyai tanggungjawab untuk menerima kehendakNya dalam hidup. Dalam kitab Yosua diperlihatkan bagaimana kaum Israel sedang mengalami kemenangan yaitu menyeberangi sungai Yordan, menghancurkan kota Yeriko dan Ai. Mereka diperintahkan untuk memusnahkan penduduk Kanaan dan mereka menanggapinya dengan baik. Tetapi orang Gibeon, yaitu penduduk yang dekat dengan perkemahan Israel, berikhtiar supaya mereka tidak dimusnahkan. Maka dari situlah mereka bersepakat untuk membujuk dan menipu bangsa Israel. Dengan pakaian yang compang-camping dan bekal yang sudah kumal, mereka mendekati perkemahan kaum Israel dan mengatakan perjanjian damai “kaum Gibeon menipu kaum Israel”.[15]  Dari Alkitab terungkaplah apa sebabnya Allah mengijinkan kaum Israel tertipu, yaitu karena mereka tidak berusaha meminta petunjuk dari dari Allah tentang persoalan tersebut. Lalu orang Israel mengambil bekal orang-orang itu, tetapi tidak meminta keputusan Tuhan (Yos 9:14). Di sepanjang zaman, peristiwa itu menjadi peringatan tentang apa akibatnya bilamana umat Israel mengambil keputusan tanpa terlebih dahulu meminta petunjukNya dalam doa.[16]
Kuasa doa yang positif akan membuahkan hasil yang pasti jika kita menyediakan banyak waktu untuk berdoa. Doa menyediakan kuasa untuk menyelamatkan jiwa dan untuk memperoleh kemenangan, doa juga memberi kuasa untuk menghadapi segala pencobaan dan untuk penghiburan bagi kesedihan. Dan kuasa yang sesungguhnya dapat ditemukan dalam doa yang penuh iman dan keyakinan. dalam Yakobus 5:16-18 dikatakan “doa orang benar, bila didoakan dengan yakin besar kuasanya” itulah doa yang benar yang dinaikkan dengan iman. Doa yang sungguh-sungguh yang mengharapkan Allah akan mengabulkan doanya. Doa semacam ini memiliki kuasa baik terhadap Allah maupun manusia.[17]
Dalam Perjanjian Baru, himbauan untuk berdoa memohon Tuhan menyatakan kehendakNya, terdapat dalam Yakobus 1:5 “apabila diantara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintanya kepada Allah yang memebrikan kepada semua orang dengan murah hati dan denga tidak membangkit-bangkitkan maka hal itu akan diberikan kepadanya”. Dalam ayat ini Yakobus menghimbau agar orang Kristen berdoa memohon hikmat yaitu pandangan Allah tentang masalah yang sedang manusia hadapi.[18] Yakobus menyatakan bahwa jika tidak tahu apa kehendak Allah, orang Kristen mempunyai tanggung jawab untuk meminta Tuhan menyatakannya kepada jemaat. Tidak diragukan lagi, banyak orang Kristen lalai memperhatikan tanggung jawabnya dalam hal ini Bahkan dalam buku yang berjudul: Affirming the Will of God, yang menceritakan bahwa berapa banyak yang mencari kehendak Allah dan mengambil waktu lima menit sehari untuk memohon agar Tuhan menyatakan kehendakNya? Kebanyakan orang melakukan kesibukan seperti: membaca buku, mengikuti rapat, bahkan melakukan ini dan itu, ini dilakukan tetapi belum pernah masuk hadirat Tuhan untuk meminta Dia menyatakan kehendakNya.[19]
2.4.Tinjauan Etika kristen terhadap Sikap Berdoa yang berkenan bagi Allah
Etika Kristen memberi pandangan tentang cara yang terbaik untuk belajar berdoa yaitu dengan mempelajari doa-doa yang ada dalam Alkitab. Alkitab bukan saja merupakan sumber yang terbaik tentang doa tetapi juga memberikan petunjuk terbaik bagaimana cara berdoa. Doa-doa yang dicatat dalam Alkitab memperlihatkan bagaimana orang-orang berdoa dalam zaman Alkitab dan memberi bukti bagaimana doa-doa mereka mendapat jawaban-jawaban yang luar biasa. Diluar kitab Mazmur sedikitnya ada 650 doa dalam Alkitab dan ada jawaban doa yang dicatat.[20] Sikap berdoa ialah keterbukaan kepada Allah dan kerelaan selalu merubah rencana sesuai dengan rencana Allah. pikiran dan perbuatan dipengaruhi oleh hubungan dengan Tuhan, sekalipun pada detik ini kita tidak memikirkan Tuhan; sama seperti sikap seorang suami terhadap semua wanita dipengaruhi oleh hubungannya kepada isterinya sekalipun dia tidak berpikir tentang isterinya. [21] Bagaimanakah posisi badan yang terbaik untuk berdoa? Berdiri adalah sikap normal (Mat 6:5, Mark 11:25, Luk 18:11, 1 Sam 1:26, 1 Raj 8:22, Neh 9:4-5). Berdoa juga digambarkan dalam (Ezr 9:5, Mazm 95:6, Dan 6:10, Luk 22:41, Kis 7:60, 1 Raj 8:54). Intesitas khusus nampak menjadi ciri dan sikap (Bil 16: 15, Yos 7:6, 2 Sam 12:16, 1 Raj 18:42, Ezr 10:1). Kepala boleh boleh ditunjukkan antara kaki atau menuju tanah dalam ucapaan syukur dengan rendah hati (Kej 24:26, neh 8:6). Atau tersungkur ke tanah dengan bermohon (34:8, 1 Raj 18:42), tangan dilebarkan ke langit (1 Raj 8:22, Ezr 9:5, Yes 1:15, mark 3:20). Dan diangkat (Mazm 28:2, 63:4, 134:2, 141:2, Rat 2:19, 3:41, 1 Tim 2 :8). Dalam permohonan dan dukacita mata tidak boleh lelah dan tangan harus memukul dada (Luk 18:13, 23:48). Doa tidak membutuhkan suara yang keras (Kej 24:45, 1 Sam 1:13, Luk 18:11). Doa diikuti air mata (1 Sam 1:10). Sikap berdoa menjelaskan sesuatu yang bersifat relative dengan konteks dan keadaan namun harus didasarkan pada iman yang sungguh. Doa harus disampaikan dengan ketekunan dan sepenuh hati (Mat 7:7-8). Ketekunan dalam doa disini mencakup kesungguhan, ketulusan dan kerendahan hati (Mat 6:7). Sikap dalam berdoa mempengaruhi doa-doa kita.[22] Ungkapan “berdiri untuk berdoa” dalam nats ini dapat mempunyai arti yang sama dengan “berdoa” saja. Karena berdiri saat berdoa adalah sikap yang umum, yang digunakan oleh tiap-tiap orang percaya. Hal itu dapat kita baca dalam Lukas 18:11-13 bagaimana orang Farisi berdiri dan berdoa dalam hatinya “karena aku tidak sama seperti orang lain , bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah, dan bukan juga seperti pemungut cukai ini”, tetapi pemungut cukai berdiri jauh-jauh bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan memukul dada dan berkata “ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” kesalahan orang Farisi bukan karena mereka berdoa sambil berdiri, tetapi karena mereka melakukan hal itu dirumah-rumah ibadah dan di tikungan-tikungan jalan supaya mereka dilihat orang banyak dan dipuji sebagai orang yang saleh. Demonstrasi kesalehan yang demikian menurut Yesus adalah perbuatan orang-orang munafik.[23] Kadang-kadang doa-doa tidak dijawab bisa disebabkan sikap dalam berdoa yang salah dan menjadi penghalang.
Ada beberapa hal yang harus dihindari dalam berdoa, yaitu:
1.      Markus 11:25 “dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahanmu”.
2.      Dalam Mazmur 145:18 “Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepadaNya. Pada setiap orang yang berseru kepadaNya dalam kesetiaan”. Maksut dari dalam kesetiaan mengandung arti “dengan sesungguhnya” atau “dengan jujur”. Doa yang dijawab adalah doa yang jujur yaitu doa yang meminta sesuatu yang sungguh-sungguh diharapkan. Dan juga tidak aturan-aturan tentang beberapa lama kita akan berdoa atau untuk apa kita berdoa, tetapi siap sedia mengharap Allah dengan menunggu sebentar atau lama.[24]
Meskipun keterbukaan kepada Allah ini adalah sikap yang senantiasa harus ada, sikap itu diperkembangkan oleh waktu khusus untuk doa dan ibadah. Pada waktu itu pikiran kita dipusatkan kepada Allah. Yesus pun, yang senantiasa hidup dalam hubungan sempurna dengan Allah BapaNya sering menyepi supaya Dia bisa sendiri dengan Bapa (mark 1:35, 6:46, Luk 6:12, 22:41). Pertemuan dengan Allah dalam kebaktian dan doa perlu supaya kita dapat mengetahui kehadiranNya, kekuatanNya dan bimbinganNya dalam seluruh hidup kita. Pada pihak lain, kita hanya bisa berdoa dengan baik jikalau kita mematuhi panggilanNya untuk melayani dalam dunia.[25]
Sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengarannya btidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupaka pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembynyikan diri terhadap kamu, sehingga ia tidak mendengar ialah segala dosamu (Yes 59:1-2) tetapi carilah Tuhan selama Ia masih berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat. Baiklah orang fasik emninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya, baiklah ia kembali kepada Tuhan, maka Dia akan mengasihinya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahannya. Maka dari itu berdoalah sesuai dengan kehendak Allah yaitu dengan nama Yesus maka Dia akan melakukannya.[26]
Orang kristen diharuskan berdoa kepada Allah tetapi memulai Yesus Kristus, sebab orang yang berdoa akan namaNya akan didengar oleh Allah. dalam berdoa orang memuji Allah, menghampiri hadiratNya dengan khusus dan mengucapkan dirinya atau berkomunikasi dengan Allah oleh karena itu semakin sering orang berdoa semakin semakin dihayatinya kedekatannya dengan Allah. oleh karena itu Alkitab menyuruh orang percaya supaya berdoa setiap waktu secara pribadi maupun berjemaat. Menjaga kepura-puraan maka dianjurkan doa dilakukan dalam tempat tertutup, dapat juga ditempat terbuka asal tidak dimaksud sebagai petunjuk agama. Waktu berdoa tidak dibatasi dan di tetapkan. Secara tradisi orang berdoa pada waktu pagi, malam, dan mejelang makan atau pada waktu seorang merasa tergerak hatinya untuk berdoa karena sukacita, bahaya mengancam, memulai pekerjaan.  Pola doa orang Kristen adalah seperti yang diajarkan oleh Yesus yang dikenal dengan doa Bapa kami (Mat 6:9-13).[27] Tidak ada doa yang popularitasnya melebihi doa Bapa kami, yaitu satu-satunya doa yang diajarkan Yesus menurut catatan injil. Memang terdapat berbagai penafsiran, makna dan kedudukannya sebagai doa, namun satu hal yang tampaknya disepakati seluruh umat percaya adalah: Doa Bapa Kami yaitu sebuah doa yang efektif justru karena kesederhanaannya, merupakan model doa yang dikehendaki oleh Yesus sebagai panduan utama memberi jemaat komponen yang harus ada dalam setiap doa. Dalam pemahaman etika kristen, doa sebagai usaha menghubungkan kehendak Tuhan dengan berbagai perbuatan yang dinantikan oleh sang pendoa. Yesus menegaskan bahwa kita harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. Yesus menggambarkan Allah sebagai hakim yang akhirnya akan menjawab permohonan orang-orang pilihanNya yang siang dan malam bersatu kepadaNya.[28]
III.             Analisa
Dalam pertobatan kita saat ini, kita dituntun untuk memasuki suatu kehidupan doa yang tulus dan tekun. Waktu berdoa adalah waktu yang membahagiakan dalam hidup setiap hari. Namun seiring berjalannya waktu kita mulai menemukan kesukaran dalam kehidupan doa. Doa menjadi suatu beban dan paksaan. Sebagai orang yang berjiwa jujur, seharusnya kita berusaha teguh dan setia untuk berdoa tetapi dalam hal ini kita sering disertai rasa terpaksa untuk memasuki bilik doa rahasia kita. Doa yang semula merupakan persekutuan yang bebas, membahagiakan dan penuh rasa syukur dari jiwa yang sudah ditebus oleh Tuhan, mulai menjadi suatu kewajiban yang kita lakukan setidaknya menurut sifat dan kemauan kita. Padahal, apabila doa semakin dipaksakan maka akan semakin mudah diabaikan. Akibatnya bagi kehidupan rohani kita akan terjadi. Mula-mula pemikiran menjadi bersifat duniawi dan merasa semakin jauh dari Tuhan sehingga semakin berkurang hal-hal yang kita bicarakan denganNya. Kemudian kita mengembangkan keseganan untuk berdoa yang selalu menemukan dalih untuk tidak berdoa dan alasan untuk mengabaikan doa. Kehidupan rohani mulai melemah dan penderitaan akibat hidup di dalam dosa tidak lagi begitu terasa karena dosa tidak lagi secara jujur diakui kepada Tuhan. Sebagai akibatnya visi rohani mulai kabur sehingga tidak dapat lagi membedakan dengan jelas antara mana yang merupakan dosa dan mana yang bukan. Sejak itu kita kita melawan dosa menurut cara yang pada dasarnya sama dengan cara yang dilakukan oleh duniawi. Setiap orang berjuang hanya melawan dosa yang benar-benar berbahaya menurut ukuran yang tampak pada akibatnya.
Namun orang-orang yang demikian tidak ingin kehilangan reputasinya sebagai orang kristen. Karena itu, mereka menyembunyikan keduniawian mereka selama masih dianggap mungkin. Dalam doa, mereka berusaha menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan kata hati mereka. Kata-kata kosong dan kepura-puraan ini mencoba merintangi kehidupan doa yang masih tersisa di dalam hati mereka. Semua ini dan juga akibat-akibat yang lain lebih besar lagi adalah hasil dari kehidupan doa yang rusak. Dan inilah yang sering terjadi bagi hidup orang percaya. Melalui reputasi ini memberi dampak yang sangat besar bagi ketentuan dan sikap untuk berdoa. Sehingga mereka cenderung melakukan doa itu sebatas percakapan cuek kepada sesorang yang dianggap tidak memiliki kodrat. Pada saat ini etika kristen sangat komplen terhadap setiap orang yang begitu tidak menghargai doa. Doa yang dari sejarahnya adalah bukti dari petunjuk hidup orang kristen harus dilakukan sebagaimana respon iman dari segala yang yang didapatkan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah. kita adalah citra Allah. Bukankah sangat menggembirakan apabila kita tahu bahwa Allah mendengarkan doa kita? Sekalipun Allah menjawabnya dari dalam topan. Sekalipun jawabnya akan membawa kita lebih jauh kedalam kesusahan, namun kenyataan bahwa Allah mencampuri urusan kita orang berdosa ini. Adalah sedemikian besarnya hingga oleh karena itu saja kita sudah dapat melupakan semua penderitaan kita di dunia ini. Sekalipun Allah tidak memebrikan jawaban nyata kepada kita, namun kenyataan bahwa kita diperbolehkan untuk berbicara kepadaNya bahwa ada hubungan pergaulan antara Dia dengan kita, itu saja sudah merupakan karunia dan bantuan besar bagi kita. Di dalam etika kristen menyatakan bahwa iman yang teguh akan menuntun kita dalam doa serta sikap yang seturut dengan keyakinan dalam melaksanakan doa.
IV.             Refleksi Teologis
Doa adalah nafas orang percaya. Sautu nafas yang menentukan manusia hidup atau mati. Tentu manusia juga tidak akan pernah dikatakan hidup apabila tidak memiliki nafas dan tentu manusia itu dianggap mati. Bagitu juga halnya dengan doa yang menjadi suatu nafas bagi orang percaya. Suatu kepercayaan dan relasi akan serasa mati apabila doa tidak lagi menjadi bahagian organ yang hidup dalam dirinya. Begitu juga dengan relasi. Relasi yang hidup adalah relasi yang dihubungkan oleh sebuah komunikasi yang baik. Sama halnya dengan berdoa, bagaimanakah berdoa yang baik? Kita boleh mengambil sikap sebagaiman Alkitab mengajar etika dalam berdoa. Contoh yang paling jelas dapat kita lihat dalam Lukas 18:10-13 bagaimana seorang imam yang merasa dirinya sudah mengetahui segalanya dan ketika memanjatkan doa justru memuji diri supaya Allah berterimakasih kepadanya, namun bagaimana seorang yang sadar dirinya begitu hina dihadapan Allah, tetapi niat yang tulus dan perasaan bersalah justru menuntun caranya berdoa kepada Allah dan Allah mendengarkan doanya. Hal ini cukup memberi bukti bahwa doa yang baik akan terlaksana dengan sikap yang baik. Kitab Matius juga mengajarkan tentang sikap etis terhadap sikap berdoa kepada Allah: (Mat 6:8 “tetapi jika engkau berdoa masuklah kedalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat yang tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalas kepadamu”) hal ini menjelaskan sesungguhnya berdoa tidak perlu pamer seperti mereka yang berdoa dipinggir jalan. Duduk dan berdiri bukanlah syarat etis dalam berdoa menurut etika keristen, namun doa yang baik disertai dengan niat dan kesadaran akan menentukan cara untuk bersikap dalam doa kepada Allah sang pemelihara.
V.                Kesimpulan
Doa adalah ungkapan rohani antara manusia dengan Allah. berdoa juga merupakan keharusan manusia dalam segala pemberian dan kuasa Allah yang hidup di setiap kelangsungan  dan masa-masa yang manusia jalani. Doa sungguh memberi kuasa yang sangat nyata dalam setiap kesungguhan dalam berdoa. Sehingga dalam berdoa juga diberikan petunjuk-petunjuk serta syarat bagaimana berdoa yang sesungguhnya, di dalam kajian etika menjelaskan bahwa berdoa yang baik adalah berdoa yang menyadari kepada siapa dia berbicara, maka dari kesadaran itu akan memperoleh tuntunan dari Roh sehingga sikap itu berkenaan bagi Allah. sikap berdiri dan membungkuk tidaklah menjadi suatu persoalan yang harus dihindarkan atau dipertahankan, tetapi dalam tinjauan etika kristen menjelaskan bahwa doa yang baik akan menentukan sikap yang baik dan berkenaan bagi Allah. Oraet Labora: Kerjakan Doamu, doakan kerjamu.

VI.             Daftar Pustaka
Abineno J. L. Ch., Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2010
Barnes Albert, Barnes Notes On The New Testament, Grand Rapids: 1962
Blaine Smith M., Anda Ingin Mengetahui Kehendak Allah?, Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1999
Brownlee Malcolm, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di Dalamnya, Jakarta: BPK-GM, 2000
Burhanuddin Daya H., Ensiklopedi Praktis Kerukunan Umat Beragama, Perdana Mulya Sarana: 2012
Buttrick Arthur George, The Interpreter’s Disctionary Of The Bible an Illustrated Encyclopedia, Nashiville: Abingdon Press, 1986
Dalam 2 Tawarik 7:1, 2, 12 dikatakan: setelah Salomo mengakhiri doanya, api pun turun dari langit Tuhan.
Dougles J. D., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: YKBK-OMF, 1999
Gondowijoyo J. H., Sekolah Doa, Yogyakarta: Andi, 2004
Hallesby O., Doa, Jakarta: BPK-GM, 1997
LAI, Alkitab Perjnjian Lama “Ibrani-Indonesia” Jakarta: 1999
Lewis C. S., The Efficacy of In The World’s Last Night and Other Essays New York: Harcourt, Brace & World, 1959
Little Paul, Affirming the Will of God, Downers Grove, III: Inter Varsity Press, 1971
Noyce Gaylord, Tanggung jawab Etis Pelayan Jemaat, Jakarta: BPK-GM, 1999
Sinamo Jansen, Teori Kerja modern dan etos Kerja Kristiani, Jakarta: BPGM, 2013
Situmorang B. H., Sikap Orang Kristen I, Pem Siantar: STT HKBP, 1995
Torrey A. R, Bagaimana Kita Patut Berdoa, Surabaya: Yakin, 1985
Towns Elmer L.,  Doa Tanpa Nama, Malang: Gandum Mas, 2010
Verkuil J., Etika Kristen Kapita Selekta, Jakarta: BPK-GM, 1986
Wsley Birl J, Introduction to Christian Worship, MM Publishing, 1990





[1] LAI, Alkitab Perjnjian Lama “Ibrani-Indonesia” (Jakarta: 1999), 805
[2] Dalam 2 Tawarik 7:1, 2, 12 dikatakan: setelah Salomo mengakhiri doanya, api pun turun dari langit Tuhan. Kemudian Tuhan menampakkan diri kepada Salomo pada malam itu dan berfirman kepadanya “Telah kudengar doamu dan telah Kupilih tempat ini bagiKu sebagai tempat persembahan”. Doa membuat kemuliaan Allah turun dengan hadiratNya yang ajaib, yang menyiapkan tradisi dari kekuatan kuasaNya dan pernyataan kebenaranNya.
[3] B. H. Situmorang, Sikap Orang Kristen I, (Pem Siantar: STT HKBP, 1995), 44
[4] J. L. Ch. Abineno, Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 1-2
[5]  Elmer L. Towns,  Doa Tanpa Nama, (Malang: Gandum Mas, 2010), 10
[6] J. D. Dougles, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: YKBK-OMF, 1999), 56
[7] Gaylord Noyce, Tanggung jawab Etis Pelayan Jemaat, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 181-182
[8] J. H. Gondowijoyo, Sekolah Doa, (Yogyakarta: Andi, 2004), 21
[9] J. Verkuil, Etika Kristen Kapita Selekta, (Jakarta: BPK-GM, 1986),110-111
[10]  J. L. Ch. Abineno, Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 128-129
[11]  Gaylord Noyce, Tanggung jawab Etis Pelayan Jemaat, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 181
[12] Jansen Sinamo, Teori Kerja modern dan etos Kerja Kristiani, (Jakarta: BPGM, 2013 ), 30
[13] C. S. Lewis, The Efficacy of In The World’s Last Night and Other Essays (New York: Harcourt, Brace & World, 1959), 9
[14] O. Hallesby, Doa, (Jakarta: BPK-GM, 1997), 70
[15] M. Blaine Smith, Anda Ingin Mengetahui Kehendak Allah?, (Bandung: Lembaga Literatur Baptis, 1999),128
[16]  M. Blaine Smith, Anda Ingin Mengetahui Kehendak Allah?, 129
[17] A. R. Torrey, Bagaimana Kita Patut Berdoa, (Surabaya: Yakin, 1985), 33
[18] Albert Barnes, Barnes Notes On The New Testament, (Grand Rapids: 1962), 1356
[19] Paul Little, Affirming the Will of God (Downers Grove, III: Inter Varsity Press, 1971), 17-18
[20] J. Wsley Birl, Introduction to Christian Worship, (MM Publishing, 1990),78
[21] Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di Dalamnya, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 78
[22] Arthur George Buttrick, The Interpreter’s Disctionary Of The Bible an Illustrated Encyclopedia, (Nashiville: Abingdon Press, 1986), 866
[23] J. L. Ch. Abineno, Doa Menurut Kesaksian Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 102
[24] Arthur George Buttrick, The Interpreter’s Disctionary Of The Bible an Illustrated Encyclopedia, (Nashiville: Abingdon Press, 1986), 868
[25]  Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di Dalamnya, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 78
[26] LAI,Lembaga Alkitab Indonesia, (Kitab: Yesaya 59:1-2, 55:6, Yoh 14:14).
[27] H. Burhanuddin Daya, Ensiklopedi Praktis Kerukunan Umat Beragama, (Perdana Mulya Sarana: 2012),  146
[28] Jansen Sinamo, Teori Kerja modern dan etos Kerja Kristiani, (Jakarta: BPGM, 2013 ),  31-32 
Share:

No comments:

Post a Comment

POSTINGAN POPULER

SEMUA POSTINGAN

Total Pageviews

FOLLOWERS