Mengenali
Teologi Paulus Tentang
Konsep
Manusia
Khususnya
(Tentang
Tubuh,
Jiwa dan Roh) dan Diperhadapkan dalam Pemahaman Budaya Batak (Karo).
Jiwa dan Roh) dan Diperhadapkan dalam Pemahaman Budaya Batak (Karo).
I.
Pendahuluan
Manusia adalah ciptaan Allah yang ditempatkan dalam di tengah ciptaan
lain sebagai pelayan pekerjaan Allah. Manusia diciptakan dalam gambar Allah
dengan pengetahuan, kebenaran dan kekudusan.Sebagai gambar Allah manusia
memiliki kehendak bebas yang memiliki kemampuan bebas untuk taat atau tidak
pada hukum Allah.Manusia terdiri dari jiwa dan raga.Jiwa adalah suatu wujud
yang abadi, tetapi yang diciptakan juga sebagai bagian manusia paling luhur.
Meskipun manusia dalam rupa lahiriah mencerminkan kemuliaan Allah, tetapi
gambar Allah sebenarnya terdapat dalam jiwa.llah membuat hubungan Perjanjian
dengan manusia. Allah menjanjikan berkat dan rahmat-Nya sedangkan manusia harus
menguasai alam dengan menyadari statusnya sebagai ciptaan di bawah kuasa
kedaulatan Allah. Sajian ini bukan bertitik focus kepada pemahaman biblis saja
tapi akan diperhadapkan dengan budaya,khususnya Batak. Semoga sajian ini dapat
berguna bagi kita semua.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Manusia
Manusia dalam bahasa Inggris disebut man yang berarti “ada yang
berpikir”.Demikian juga arti kata anthropos
yang berarti “seseorang yang melihat ke atas” yang kemudian sekarang kata itu
dipakai untuk mengartikan “wajah manusia”.[1]Manusia
adalah salah satu spesies yang mempunyai ciri-ciri berotak besar, berjalan
tegak, berbahasa, dan mempunyai organisasi sosial.Dan manusia yang dimaksudkan
adalah manusia modern.[2]
Dalam Theological Dictioonary Of The New
Testament dikatakan bahwa manusia(ᾂνθρωπος)sebagai spesies yang sangat
berbeda dengan hewan (Mat. 12:12), malaikat (1 Kor. 4:9), Yesus Kristus (Gal.
1:12), dan juga berbeda dengan Allah (Mrk. 11:30). Dengan penekanan khusus
kepada kefanaan dan keberdosaan.Sifat manusia sebagai subjek adalah lemah
fisik, dan kematian sebagai upah dosa, manusia penuh dengan kejahatan,
mencintai dan tersanjung dan tunduk kepada kesalahan manusia. Kata ini
jugadigunakan dengan gen dalam mode Semit untuk mengekspresikan hubungan dengan
sesuatu yang abstrak atau hubungan kepemilikan.[3]
Manusia adalah makhluk ciptaan di atas bumi
sebagaimana semua benda duniawi. Namun, di pihak lain dia muncul di atas bumi
dan mengejar suatu dunia yang lebih tinggi. Hakikat manusia, yaitu bahwa
manusia dalam eksistensi dan aktivitasnya dicirikan oleh sejumlah
tingkat.Pertama, manusia merupakan makhluk jasmani yang tersusun dari bahan
material dari dunia organik tetapi manusia tidak dapat dijelaskan secara tuntas
hanya berdasarkan kehidupan jasmaninya saja.Karena, hal yang primer dalam
manusia adalah rohnya yang membawahi segala sesuatu lainnya.[4]Hakikat
manusia tak dapat dijabarkan kepada makhluk-makhluk lainnya, dikarenakan bahwa
hakikat manusia itu diciptakan tersendiri oleh Tuhan.Menurut kesaksian Alkitab,
umat manusia terjadi dari manusia berpadanan.Dalam pidato Paulus di Aeropagus
(Kis. 17) dikatakannya dengan singkat “Dari satu orang saja Ia telah menjadikan
semua bangsa dan umat manusia (ayat 26).Kemudian selanjutnya timbullah
perbedaan di antara manusia pengaruh iklim dan suasana.Akan tetapi dasar atau
prinsip kesatuan umat manusia dari segala bangsa sangat ditegaskan oleh
Alkitab.[5]
2.2.
Pemahaman Manusia menurut Teologi Paulus
Dalam Perjanjian Baru, Paulus memberi
penjelasan yang paling lengap mengenai manusia. Adapun istilah-istilah utama
yang dipakai Paulus untuk menggambarkan berbagai segi manusia seperti soma,
sarx, pneuma, kardia, nous, psukhe, dan ditambah pula dengan suneidesis.Dalam
menyelidiki istilah ini Paulus memandang manusia dari segi pandangan Allah yang
berarti bahwa penyataan-penyataannya sering melibakan keadaan manusia bukan
Kristen dengan kemungkinan wujud keristenan yang ideal dan ajaran Paulus
dipusatkan pada manusia baru dalam Kristus.[6]Paulus
menggambarkan manusia dan dunia pada dasar pandangan eskhatologisnya.Paulus
sering ditafsirkan menurut latarbelakang dulisme helenistik yait dualisme
kosmologi dan dualisme anthropologi.Dimana dualisme osmologi mencakup
keberadaan dunia sorga, sedangkan dulisme anthropologi mencakup dua bagian
manusia yakni tubuh dan jiwa.Tubuh terhisap pada tingkat duniawi sedangkan jiwa
terhisap pada tingkat sorgawi.[7]
Paulus
juga menggunakan istilah roh dan daging dengan latar belakang pemikiran Perjanjian Lama. Istilah itu muncul
dalampewartaan nabi untu membedakan perhitungan yang sangat manusiawi dan
perhitungan berdasarkan iman aan penyelenggaraan Allah. Kalau raja hanya
mempertimbangkan politik saja dang kurang memperhitungkaniman dan janji Allah,
maka nbi menginat bahwa kekuatanpolitik adalah daging (Yes.31:3). Bila Yesaya
40:8 melukiskan kekuatan Babel yang hebat, maka nabi berbicara tentang
kekuasaan yang akan seperti bungan yang layu. “ Rumput menjadi kering dan bunga
menjadi layu, tetapi firman Allah ita tetap untuk selama-lamanya“. Rumput dan
bunga adalah adalah daging, sedangkan firman Allah adalah Roh.Dengan demikian
menjadi jels bahwa istilah daging menunjukkan segi kerapuhan dan kehidupan
dunia, sedangkan Roh untu menyebut segi Ilahi atau kekuatan dari pihak
Allah.Kerapuhan atau dagin kerap kali secara moral dikaitkan dengan kelemahan
untuk setia kepada perintah Allah dan hubungan baik dengan sesama, atau
berdosa.Manusia yang belum tersentuh oleh kekuatan Roh Yesus Kristus oleh
Paulus disebut sebagai yang berasal dari daging, rapuh, tunduk kepada kematian
dan dosa, jauh dari Allah bahkan memusuhi Allah.Dunia lalu digambarkan hitam
putih, yang kelabu tidak ada. Situasi hidup manusia yang dikuasai oleh dosa dan kekuatan daging itu juga tercermin dalam
semesta alam yang membuat manusia takut dan tak berdaya. Manusia merasa
dikuasai mencoba untu melepasan diri tetapi tidak mampu dan tidak terbuka kepada Allah. Paulus
menyebutkan kejahatan adalah perbuatan daging dan kebajika adalah buah-buah Roh
(Gal.5:19-22).[8]
2.3.
Konsep Tubuh, jiwa dan Roh menurut Paulus
Dalam pengertiannya Paulus ungkapkan
bahwa tubuh terhisap
pada tingkat duniawi sedangkan jiwa
terhisab pada tingkat surgai atau rohani. JIwa itu bersifat kekal, dan pada
hakikatnya tak adapt musnah atau pun kekal. [9]
2.4.1 Soma (Tubuh)
Untuk pemahaman akan tubuh , Paulus
mengungkapkan hal ini dengan menyatakan tubuh di dalam Alkitab bukan hanya di
pandang sebagai bentuk, lawan dari isi, akan tetapi tubuh juga di pandang
sebagai cara berada manusia yang secara asasi dan konstitutip. Manusia tidak
dapat dipisahkan daripada tubuhnya. Menyebut ‘tubuh’ manusia , berarti menyebut
‘manusia ’ itu sendiri (1 Kor 15:35). Tabiat atau kodrat insane manusia dinyatakan atau diungkapkan dengan jelas di
dalam tubuhnya yang jasmani itu, yangmewujudkan satu kesatuan yang harmonis
dengan segala bagian-bagiannya. (1 Kor 12 : 12-20). Rasul Paulus juga menyebut
tubuhnya sebagai mausia lahiriah , sebagai lawan dari manusia batiniah (2 Kor 4 :16). Pada zaman
pembaharuan di akhir zaman, tubuh kita (artinya kita) akan dimuliakan. Rupa
tubuh kita yang hina ini akan menjadi serupa dengan tubuh Kristus yang mulia,
artinya : kita akan dberi kemulaan yang sama degan kemuliaan Kristus (1 Kor 15
: 35-41). [10]
Soma (tubuh) adalah salah satu yang penting dari tulisan
Paulus dan pemakainannya pada tulisannya lebih dari 50 kali. Pada penggunaan
bahasa Inggris kata “tubuh” adalah yang biasanya pada
individual “organisme jasmani” atau “mayat/bangkai”. Jadi
dalam bahasa Inggris identifikasi tubuh adalah yang menyangkut tubuh fisik.[11] Kata σϖμα digunakan
pada tubuh Yesus dan pada seekor hewan. Seorang yang sudah mati σϖμα dapat
dibangkitkan kembali. Faktanya tubuh mengalami penyakit dan
penyembuhan atau tubuh membutuhkan makanan dan baju, dan tubuh juga
perlu dibersihkan.[12]
Istilah σϖμα muncul
dalam Paulus pada tiga konteks:[13]
1. Paulus
menggunakan σϖμα seperti penandaan netral pada keadaan fisik
manusia. Ketika persoalan Paulus pada penghukumannya kepada orang yang tidak
bermoral di Korintus, dia tidak hadir dalam tubuh tetapi hadir dalam roh.
Paulus memikul tanda-tanda Yesus pada tubuhnya, seperti dari
luka-luka bahwa dia telah menerima pukulan-pukulan selama pekerjaan
misinya. Seperti tempat keinginan dan hasrat manusia, tubuh harus
dijinakkan (1 Kor.9:27). Paulus meninggikan keadaan σϖμα untuk
menjadi yang mendasar pada semua keadaan, Tuhan memberikan pada setiap ciptaan
sebuah tubuh yang pantas yang bersifat istimewa.
2. Paulus
juga menggunakan σϖμα dalam pengertian negatif. Dalam Roma 6:6
Rasul berbicara tentang kebinasaan tubuh yang berdosa dalam
baptisan. Paulus berata bahwa tubuh berdosa maksudnya tidak berbeda dari
tubuh pada kematian dalam Roma 7:24 : manusia menjadi
total tersembunyi dari kekuatan dosa dan kematian. Meskipun mereka telah
dibebaskan dari kekuatannya karena peristiwa Kristus, Paulus dapat menantang
pembacanya tidak untuk membiarkan dosa berkuasa dalam diri mereka (tubuh).
Di dalam Roma 8:10 tubuh itu adalah mati. Dan dosa tidak mati. Dosa tinggal di
dunia dan terus mencobai dan menguji tubuh.
3. Paulus mengggunakan
istilah σϖμα pada pengertian positif seperti
luasnya pernyataan untuk diri manusia itu. Tubuh perlu banyak lebih
dari pada makanan dan minuman. Itu tidak menegaskan dengan fungsi biologis
tetapi, lebih baik kepunyaan Tuhan. (Tubuh
dimaksudkan bukan untuk berzina tetapi untuk Tuhan dan Tuhan untuk
tubuh). Tubuh adalah tempat dimana dia harus memuliaan Allah (1
Kor.6:20). Penegasan Allah dan tuntutan Allah pada kita disatukan dalam sebuah
kesatuan karena itu adalah tempat dimana kehidupan baru yang disebut dalam
ketaatan orang-orang percaya.
2.4.2. Psukhe (Jiwa/Nyawa)
Paulus menggunakan
kata psukhe sebanyak 13 kali, 4 diantaranya ada pada Roma.[14] Psukhe muncul
menjadi fokus utama dari penebusan adalah jiwa (walau tubuh juga mengalami
dampak penebusan) (Yak. 1:21;1 Ptr.1:9,22;2:11,25). Jiwa dapat diartikan
sebagai keseluruhan dari manusia.[15] Istilahpsukhe ini
digunakan khususnya untu menunjukkan hidup manusia (Rom.11:3,16:4;Fil.3:20).
Dalam 1 Tesalonika 2:8, istilah ini lebih luas digunakan karena disitu
ditekankan tentang hidup karena Paulus menggunakan kata sifat apsupkhos, tak
berjiwa sebagai istilah untuk menunjukkan benda mati, maka istilah psukhe dalam
arti kehidupan menjadi jelas. Menurut filsafat Yunani jiwa dipandang sebagai
sesuatu yang tinggi dan mulia dimana hal ini bertentangan dengan pandangan
Paulus yang selalu menghubungkan psukhe dengan kedudukan
manusia yang rendah.Manusia sebagai makhluk hidup sangat
terikat pada psukhenya. Dalam Kolose 3: 23 dan efesus 6:6 kata psukhe ini diterjemahkan “dengan segenap
hati”..[16]
2.4.3. Pneuma (Roh)
Paulus mengungkapkan kata tubuh ini
dalam bahasa Yunani kita kenal dengan sebutan penuma (πνεῦμα) .di sini kita tidak membicarakan pengertian pneuma sebagai gambaran tentag pengaruh dalam kehidupa orang-orang
percaya. Dalam arti demikian penuma menggambarkan suatu keadaan khas Kristen
yang memisahkan orang Kristen dari orang yang bukan Kristen yang tidak
memilikinya.Dalam pengertian ini bertentangan lagsung dengan sarx (daging).[17]Istilah pneuma banyak digunkan
oleh Paulus dalam hubungannya dengan Roh Kudus, namun istilah ini dipergunakan
dalam berbagai arti lain yang beberapa di antaranya penting untuk tujuan
kita. Pneuma berasal dari dorongan kuatnya Roh Allah
pada saat pertobatan dalam hidup eristenan. Hal ini membawa dimensi
baru dalam kehidupan manusia. Bagi orang percaya pneuma tampaknya
manusia terikat dengan pada Allah, yakni manusia yang didorong dan
digerakkan oleh Allah, manusia bersekutu dengan Allah. Orang-orang yang buan
Kristen tidak bersekutu dengan Allah, karena manusia duniawi tidak dapat
menerima apa yang berasal dari Roh Allah (1 Kor.2:14). Istilah pneuma dapat
dipahami dengan dua hal yaitu pneuma alamimanusia dan pneuma Kristen.
Jika Paulus berbicara mengenai rohnya yang disegarkan, ia sedang menggunakan
istilah secara umum, yang juga berlaku untuk orang-orang bukan Kristen.(2
Kor2:13,7:13) Dalam 1 Kor. 16:18 , Paulus mengungkapkan roh itu
sebagai alat untuk menhayati dunia luar serta menyambutnya.[18]
Dalam arti
ini pneuma sebenarnya sepadan dengan diri sendiri. Paulus
tidak menggunakan istilahpneuma dalam arti angin atau nafas, juga
tidak memakainya untuk binatang. Pneuma berarti keadaan
manusia yang lebih tinggi,yang tidak semata-mata baik dan tidak pula
jahat. Pneuma dapat dicemarkan (2Kor3:1), dan dapat dikuduskan
(1Kor 7:34). Menurut Paulus pneuma orang Kristen harus
dikuasai oleh Roh Allah.[19]Tidak
diragukan bahwa pengaruh yang paling penting atas pemakaian istilah itu berasal
dari dorongan kuatnya Roh Allah pada saat pertobatan dan hidup dalam
kekristenan. Akibatnya, manusia menjadi ciptaan
baru (2 Kor 5 :17). Tetapi Roh Allah bekerja di dalam dan melalui
pribadi manusia yang mampu menanggapi pengaruh ilahi (Roma 8 : 16).
2.4.
Konsep Manusia (tubuh, jiwa dan roh ) dalam Pemahaman budaya Batak
Karo
Upa
secara bahasa diartikan pemberian sedangkan secara istilah adalah suatu ritual
yang dilakukan oleh orang yang berhajat dengan mendoakan orang yang di upa agar
memperoleh kebaikan. Kata Upa ini senada dengan kata Upah-upah, Mangupa dan
Pangupa yang arti dan maksudnya juga sama yaitu berhajat dan mendoakan orang
yang di upa-upakan.
Sedangkan
Tendi adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu
tondi memberi nyawa kepada manusia.Tendi di dapat sejak seseorang di dalam
kandungan. Bila tendi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan
sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tendi yang
menawannya. Tendi (roh, nyawa) berada dalam tubuh manusia dan merupakan satu
kesatuan.Manusia menjadi makhluk yang hidup karena memiliki tendi.Tendi
memiliki zat kehidupan yang berlangsung selama- lamanya dan tidak dapat rusak
oleh apapun. Orang Karo zaman dahulu mengenal ada dua jenis tendi, yaitu:
a.
Pertama, tendi yang terdapat dalam tubuh manusia dan
berhubungan dengannya pada masa kehidupan manusia saja.
b.
Kedua, tendi yang merupakan bayangan yang melanjutkan
aktivitas manusia. Artinya, secara biologis manusia telah mati, tapi aktivitasnya
masih dilanjutkan oleh tendinya.
Kehadiran
tendi dalam tubuh manusia merupakan faktor penentu bagi kesehatan manusia.
Timbulnya suatu penyakit, kegelisahan atau kemalangan diyakini sebagai akibat
dari lemahnya tendi atau kepergian tendi
dari tubuh manusia. Bila kepergian tendi berlangsung lama dan tidak
datang lagi ke dalam tubuh dikhawatirkan bisa menyebabkan kematian bagi
manusia.Konon ada empat penyebab tendi meninggalkan tubuh manusia yaitu saat
tidur, terkejut, mimpi dan kematian.Jadi upa tendi adalah suatu ritual yang
dilakukan oleh orang yang berhajat dengan mendoakan orang yang di upa agar
tondinya dapat kembali kedalam tubuhnya.
2.4.2. Tubuh (Kula)
Pandangan konsepsi tubuh (kula) dalam budaya
Karo dimana, daya pikiran manusia dianggap bertanggung jawab ke luar guna
menjaga keseimbangan dalam dengan keseimbangan luar sebagai suatu
“makro-kosmos” (semesta besar) yang meliputi dunia gaib, kesatuan sosial dan
lingkungan alam sekitar. Tercapainya suatu “keseimbangan dalam” akan
memperlihatkan berbagai keadaan menyenangkan, seperti; malem (sejuk/tenang),
ukur malem (pikiran tenang), malem ate
(hati sejuk/tenang), malem pusuh (perasaan sejuk/tenang). Oleh karena itu kata
malem digunakan juga sebagai arti sehat atau kesembuhan dalam bahasa Karo.Kesejukan
badan dan pikiran merupakan dasar dari keadaan sehat, yaitu keadaan sejuk dan
seimbang antara “makro-kosmos”. Prinsip ini pula yang menyebabkan mengapa
seorang guru melakukan beberapa upacara ritual
dengan tujuan untuk mendapatkan keadaan yang serba malem (sejuk/tenang).
Menurut para guru, terganggunnya hubungan-hubungan dalam “mikro-kosmos”
seseorang berarti adanya keadaan tidak seimbang dalam tubuhnya, yaitu
ketidakseimbangan antara tubuh, jiwa, perasaan, nafas dan pikiran.[21]
2.5.Konsep
Teologi Paulus diperhadapkan dengan Konsep budaya Batak
Dalam banyak agama tubuh manusia dianggap lebih
rendah daripada roh, tetapi Alkitab menolak pandangan itu.Tubuh manusia
diciptakan oleh Allah dan karena itu tubuh adalah baik.Dari cerita penciptaan,
tidak menggambarkan manusia sebagai roh yang memiliki keberadaan terlepas dari
tubuh.Dalam Alkitab tubuh manusia dibentuk dari debu tanah dan dihirupkan oleh
nafas Tuhan sehingga manusia bukan jiwa yang dikurung dalam tubuh melainkan
tubuh yang dijiwai oleh Allah.[22] Paulus tidak memupuk cita-cita tertentu mengenai manusia
yang ideal. Pengaruh Perjanjian Lama yang nampak dalam surat-surat Paulus
sebenarnya juga tidak mengizinkan pendekatan yang bersifat perseorangan itu,
karena justru pemahaman persekutuan dan solidaritas yang menonjol. Rasul Paulus sangat menentang pendapat yang
mengatakan bahwa roh itu penting tetapi tubuh tidak karena dianggap bahwa
manusia berhubungan dengan Allah melalui rohnya, bukan tubuhnya. Sehingga Paulus
menentangnya dan melihat manusia sebagai kesatuan tubuh dan roh. Pandangan Paulus tentang umat manusia dan
dunia ini mengilustrasikannya pandangan eskatologinya yang mendasar.
III.
Refleksi
Teologis
Manusia
terdiri dari tiga bagian karena dia diciptakan dalam gambar dan rupa Tuhan.
“Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1 :26). Kita tahu bahwa
Tuhan adalah Tritunggal. Roh Kudus jelas dinyatakan dalam salam penutup surat
kedua kepada Jemaat Korintus: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih
Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Korintus13:14). Tuhan sendiri berkata, dalam
“Perintah Agung”: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan
baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Diciptakan dalam gambar dan rupa
Tuhan. Dua bagian Alkitab berikut ini jelas meneguhkan fakta manusia terdiri
dari tiga bagian yaitu roh, jiwa, dan tubuh:
-
Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu
seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara
sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita (1 Tesalonika 5:23).
-
Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari
pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa
dan roh, sendi-sendi dan sumsum (tubuh); ia sanggup membedakan
pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibrani 4:12).
IV.
Kesimpulan
Manusia adalah makhluk ciptaan di atas bumi
sebagaimana semua benda duniawi. Dalam pengertiannya
Paulus ungkapkan bahwa tubuh terhisap
pada tingkat duniawi sedangkan jiwa
terhisab pada tingkat surgai atau rohani. Jiwa itu bersifat kekal, dan pada
hakikatnya tak dapat musnah atau pun dia bersifat kekal. Adapun pandangan Paulus akan konsep
manusia yakni Paulus mengungkapkan hal ini dengan menyatakan tubuh di dalam
Alkitab bukan hanya di pandang sebagai bentuk, lawan dari isi, akan tetapi
tubuh juga di pandang sebagai cara berada manusia yang secara asasi dan
konstitutip. Manusia tidak dapat dipisahkan daripada tubuhnya. Menyebut ‘tubuh’
manusia , berarti menyebut ‘manusia ’ itu sendiri (1 Kor 15:35). Manusia
sebagai makhluk hidup sangat terikat pada psukhenya. Dalam Kolose 3: 23 dan
efesus 6:6 kata psukhe (jiwa) ini
diterjemahkan “dengan segenap hati” dan pemahaman akan roh (pneuma). Sedangkat
budaya Karo mengungkapkan tendi dan kula. Dimana terlihat perbedaan yang signifikan
antar kedua pandangan ini. Dimana bagi budaya Karo , tubuh hanya hal biasa
saja. Tapi bagi Paulus itu hal yang sangat penting.
V.
Daftar
Pustaka
Bagus, Lorens, Kamus FIlsafat, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2000
Darmawijaya, Sekilas bersama Paulus,Yogyakarta:Kanisius,1992
Dun,James D. G., The Theology of Paul the Apostle, USA:Library
of Congress Catalog in Publication,1989
Guthrie ,Donald, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta:BPK-GM,2012
Hadiwijono,Harun, Iman Kristen , Jakarta : BPK-GM, 2015
Jacob, Teuku, “Manusia” dalam Ensiklopedi Nasional
Indonesia, Jakarta : PT Delta Pamungkas, 1997
Jeremia,J., ᾂνθρωπος dalam
Theological Dictioonary Of The New Testament Volume I, Michigan : Grand Rapids,
1964
Ladd, George Eldon,Teologi Perjanjian Baru II,Bandung:Yayasan
Kalam Hidup,2002
Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Jakarta :
BPK-Gunung Mulia, 2004
Ryrie,Carles C., Teologi Dasar I,Yogyaarta:ANDI,1991
Schewizer,Edward, “σϖμα”, Theological Dictionary of the
New Testament Theology (TDNT), Vol VII. Gerhard Friedrich (ed) (Mic: Grand Rapids, WM.B. Eerdmans Publishing
Company,1993
Schnelle,Udo,
Apostle Paul His Life and Theology, Grand
Rapids, Mic: Baker Academic, English
translation, 2003
Verkuyl, J.,Aku
Percaya, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2001
Yunus,Ahmad, Makna Pemakaian Rebu dalam Kehidupan
Kekerabatan Batak Karo, California : ISB, 1994
[1]
Lorens Bagus, Kamus FIlsafat,
(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), 565
[2]
Teuku Jacob, “Manusia” dalam Ensiklopedi
Nasional Indonesia, (Jakarta : PT Delta Pamungkas, 1997), 152
[3]
J. Jeremia, ᾂνθρωπος dalam Theological Dictioonary Of The New Testament
Volume I, (Michigan : Grand Rapids, 1964), 364
[4]
Lorens Bagus, Kamus FIlsafat, 566-567
[5]
J. Verkuyl, Aku Percaya, (Jakarta :
BPK-Gunung Mulia, 2001), 69
[6]
Donald Guthrie,Teologi Perjanjian Baru 1,(Jakarta:BPK-GM,2012),167
[7]
George Eldon Ladd,Teologi Perjanjian Baru II,(Bandung:Yayasan Kalam Hidup,2002)
,129
[8]Darmawijaya,Sekilas
bersama Paulus,(Yogyakarta:Kanisius,1992),88-90
[9]
George eldon Ladd , Teologi Perjanjian
Baru Jilid 2, 130
[10]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen , (
Jakarta : BPK-GM, 2015), 174-175
[11]James D. G. Dun, The Theology of
Paul the Apostle, (USA:Library of Congress Catalog in Publication,1989), 55
[12]
Edward Schewizer, “σϖμα”, Theological Dictionary of the New Testament Theology
(TDNT), Vol VII. Gerhard Friedrich (ed)
(Mic: Grand Rapids, WM.B. Eerdmans Publishing Company,1993), 1057-1058
[13]
Udo Schnelle, Apostle Paul His Life and
Theology (Grand Rapids, Mic: Baker Academic,
English translation, 2003),
495-497
[14]James D. G. Dun, The Theology of
Paul the Apostle,76
[15]Carles C. Ryrie,Teologi Dasar I,(Yogyaarta:ANDI,1991),
288
[16]Donald Guthrie, Teologi Perjanjian
Baru I,167-169
[18] Harun Hadiwijono, Iman Kristen , ( Jakarta : BPK-GM, 2015), 176
[20]
Ahmad Yunus, Makna Pemakaian Rebu dalam
Kehidupan Kekerabatan Batak Karo, (California : ISB, 1994), 48
[21]Mengenai
jiwa dapat dibaca dalam tulisan Van Peursen (1983). Kekekalan jiwa menurut
Plotinus, jiwa itu ada sebab tubuh sendiri tidak berjiwa, jiwa adalah suatu
kehadiran yang membuat tubuh menjadi seperti apa adanya, jiwa meresapi tubuh,
kehadiran jiwa seolah-olah terpencar dari tubuh. Maka karena itu walaupun
seseorang telah meninggal jiwanya tetap hidup, Van Peursen, Tubuh, Jiwa dan Roh : Sebuah Pengantar dalam Filsafat Manusia, (Jakarta :
BPK-GM, 1983), 58
[22]
Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam
Dunia Milik Tuhan, (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2004), 6
No comments:
Post a Comment