Lirik Lagu `TAK SATUPUN`


Judul       : Tak Satupun
Pencipta  : Herlin Pirena

Apa yang dapat memisahkanku?
Dari kasih-Mu, Tuhan, sahabatku
Kelaparankah? Ketelanjangankah?
Tak satupun, tak satupun
Apa yang dapat memisahkanku?
Dari kasih-Mu, Tuhan, sahabatku
Aniayakah? Penderitaankah?
Tak satupun, tak satupun
Tiada satupun seperti kau, Yesus
Kau sahabat yang sejati
Dalam bahaya Kau menggendongku
Engkau Yesus, sahabatku
 
                                                                                             Tonton juga videonya

Apa yang dapat memisahkanku?
Dari kasih-Mu, Tuhan, sahabatku
Sakit, penyakit, pencobaankah?
Tak satupun, tak satupun
Tiada satupun seperti kau, Yesus
Kau sahabat yang sejati
Dalam bahaya Kau menggendongku
Engkau Yesus, sahabatku
Tiada satupun seperti kau, Yesus
Kau sahabat yang sejati
Dalam bahaya Kau menggendongku
Engkau Yesus, sahabatku
Tak satupun yang dapat pisahkan dari kasih-Mu, Yesus



Share:

Hamba Yang Menderita (Menurut Kitab Nabi Yesaya)

Hasil gambar untuk image nabi Yesaya keren

HAMBA YANG MENDERITA

I.                   PENDAHULUAN
Pengutusan Yesaya sebagai nabi di mulai dengan perjumpaannya dengan Tuhan. Bercermin kepada panggilan nabi Yesaya, mungkin ada di antara para hamba Tuhan yang dipanggil oleh Allah dengan karakter pelayanan seperti yang dimiliki oleh Yesaya. Hal yang harus dipercaya adalah ia dipanggil dengan jaminan penyertaan. Pembelanya adalah Tuhan balatentara. Penjaminnya adalah Raja yang bertahta. Penyedianya adalah Tuhan yang memiliki segalanya. Allah yang menyatakan diri kepada hamba-Nya dan umat-nya adalah Allah yang maha kudus. 
Kitab Yesaya merupakan sebuah kitab yang istimewa. Yesaya sebagai penulis seluruh isi kitab ini menubuatkan begitu banyak hal penting dan itu semua digenapi walaupun diucapkan beberapa abad sebelumnya. Dalam menjalankan tugas kenabiannya ini, Yesaya menubuatkan bahwa akan ada penebus yang akan datang untuk menggenapi tugas dan rencana Allah atas Israel. Hamba dalam kitab ini digambarkan Yesaya yaitu sebagai pelayan Tuhan yang nantinya akan mengalami penderitaan untuk menggenapi tugas hamba Tuhan tersebut yakni sebagai penebus.

II.                PEMBAHASAN
2.1. Kitab Yesaya
Yesaya adalah seorang pribadi yang sangat menonjol, terutama dalam hal mengemukakan secara jelas tentang pribadi, sifat dan pekerjaan mesias.[1] Dalam buku Benson juga menambahkan bahwa Yesaya adalah seorang “nabi Penginjil” dan kitabnya kadang-kadang disebut Injil yang kelima. Cara Yesaya yang terus terang dan rinci dalam menjelaskan penderitaan dan Kerajaan Mesias, telah secara mutlak bahwa Tuhan Yesus itulah yang dimaksudkan dalam nubuat-nubuat para nabi dalam kitab-kitab lainnya.[2] Bagi Yesaya Allah adalah pribadi yang berkuasa dan berdaulat serta memiliki otoritas yang tertinggi dan mutlak atas umat perjanjiannya dan atas bangsa-bangsa di bumi, yang pada saat bersamaan ikut campur tangan secara pribadi dalam sejarah untuk melaksanakan maksud-maksudNya.[3] Dalam tulisan Bob Utley menyatakan bahwa :
1.      Kitab Yesaya dianggap yang terbesar dari semua nubuatan perjanjian lama.
2.      Dari semua nabi-nabi Israel, Yesayalah yang paling memahami pikiran Allah dan rencana-Nya pada masanya.
3.      Dalam pengertian Rohani ia tidak tertandingi di seluruh Perjanjian Lama.[4]
Kemungkinan yang masuk akal, pemberitaan Yesaya dikumpulkan dan dipelihara oleh murid-muridnya kemudian disunting dan dibuat dalam bentuk tulisan. Hal ini cukup menjelaskan mengapa sering terdapat sudut pandang dari waktu yang lebih kemudian. Apa yang dikatakan Yesaya dengan kaitan langsung pada zamannya dan apa yang dikatakannya mengenai masa yang akan datang, diungkapkan dalam bahasa yang relevan pada waktu penulisan. Murid-murid Yesaya (yang lahir pada abad ke-8 sM) tentu tidak hidup terus sampai penyerangan terhadap Yerusalem (597 sM), apalagi sampai bangsa Yehuda kembali dari pembuangan (537 sM atau sesudahnya). Karena itu, pandangan kita harus terbuka soal ini.[5]

2.2. Latar Belakang Kitab Yesaya
Sebagai Pendukung Yesaya sebagai penulis kitab Yesaya, Denis Green memberikan penjelasan bahwa Tuhan Yesus dan para penulis Perjanjian Baru mengutip sebanyak 21 kali dari berbagai bagian  kitab Yesaya dengan selalu menganggap bahwa Yesaya adalah penulis kitab tersebut. Beberapa kutipan yang diambil para penulis Perjanjian Baru yang diakui sebagai tulisan Yesaya sendiri, namun seringkali tidak dianggap sebagai tulisan Yesaya oleh para pengkritiknya. Diantaranya adalah Mat. 3:3 (Yes. 40:3); Mat. 12:17-21 (Yes.42:1-4); Yoh. 12:38 dan Roma 10:16 (Yes. 53:1); Mat. 8:17 (Yes. 53:4); Roma 10:20-21 (Yes. 65:1-2).[6]
Keyakinan diatas tersebut semakin dikuatkan pula oleh pernyataan Gleason L. Archer,Jr.. Gelar “Yang Mahakudus, Allah Israel”, yang dipakai secara dominan oleh Yesaya untuk menyebut Allah menguatkan kesatuan penulisan dari keenam puluh enam pasal kitab Yesaya. Gelar atau sebutan tersebut hanya muncul lima kali pada bagian selebihnya dari Perjanjian Lama, tetapi muncul dua belas kali dalam tiga puluh Sembilan pasal pertama Kitab Yesaya dan dua puluh empat kali dalam dua puluh tujuh pasal terakhir. Banyak frasa dan gaya bahasa kiasan yang unik yang dipakai di bagian pertama kitab tersebut muncul kembali di bagian kedua (bdg. 35:10 dan 51:11; 11:9 dan 65:25; 1:11, 14 dan 43:24). Kesatuan ini juga dikuatkan oleh keterangan-keterangan dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam Yohannes 12:38-41, di mana Yohannes mengutip mula-mula dari Yesaya 53:1 dan kemudian dari Yesaya 6:9 lalu disusul dengan komentarnya, “Hal ini dikatakan Yesaya, karena ia telah melihat kemuliaan-Nya dan telah berkata-kata tentang Dia.” Seandainya yang menulis dua bagian Kitab Yesaya ini bukan pengarang yang sama maka pasti Rasul yang diilhami ini keliru dan seluruh catatan Injilnya terbuka untuk dicurigai sebagai tidak dapat dipercaya.[7]
Bob Utley juga memberikan ketegasan yang sama mengenai kesatuan penulisan   kitab Yesaya dan Yesaya sebagai penulis dari  kitab   tersebut       , seperti disebutkan  berikut: Dua puluh lima istilah yang ditemukan dalam kedua bagian Yesaya yang tidak ditemukan di tempat lain dalam PL. Sebutan “Yang Mahakudus, Allah Israel” muncul 13 kali dalam bab 1-39 dan 14 kali dalam bab 40-66 dan hanya enam kali di semua buku Perjanjian Lama lainnya. Yesus, dalam Yohannes 12:38,40, dikutip dari Yesaya 40-66 diberikan ke Yesaya dalam Mat. 3:3; 8:17; 12:17; 3:4; Lukas 4:17, Yohannes 1:23, Kis 8:28; dan Roma 10:16-20.[8]
Nabi Yesaya adalah nabi yang hidup pada abad ke-8 sM dan melayani pada masa pemerintahan Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia, raja-raja Yehuda, yang mendapatkan penglihatan tentang Yehuda dan Yerusalem dalam masa pemerintahan raja-raja tersebut (Yes. 1:1). Nama Yesaya memiliki arti “Yahweh adalah Keselamatan.”[9] Keselamatan yang dibicarakan dalam Kitab Yesaya meliputi 4 hal, Pertama, tentang keselamatan bangsa Yehuda dari serangan bangsa-bangsa lain; Kedua, keselamatan Yehuda dari pembuangan ke Babel; Ketiga, keselamatan bangsa Yahudi di masa mendatang ketika kerajaan mereka ditegakkan; Keempat, keselamatan pribadi orang berdosa yang percaya kepada Kristus, Sang Penebus.[10]
Kitab Yesaya tidak memberikan penjelasan yang lengkap mengenai identitas serta asal-usul Yesaya. Dalam Pasal 1:1 penulis Kitab hanya disebut sebagai “Yesaya bin Amos” atau “Yesaya anak Amos”. Yesaya (Ibrani yesya’yahu), yang memiliki arti “Yahweh adalah Keselamatan”, putra Amos (Ibrani ‘amots / harus dibedakan dari nabi Amos, Ibrani ‘amos), yang tinggal di Yerusalem (Yes. 7:1-3, 37:2). Menurut tradisi Yahudi, dia berasal dari keluarga raja. Meskipun tidak ada kepastian dan dukungan yang kuat mengenai keberadaan keluarganya, namun berdasarkan cerita-cerita dan ucapan-ucapan Ilahi dalam kitabnya, mungkin dapat dikatakan bahwa Yesaya merupakan keturunan bangsawan.[11] Widyapranawa juga berpendapat bahwa Nabi Yesaya kemungkinan besar dari keluarga terhormat dan mempunyai hubungan dengan keluarga istana. Hal tersebut dapat disaksikan melalui tindakan-tindakan Yesaya yang dengan berani menegor dan menasehati raja Yehuda. Keterlibatan Yesaya dalam masalah-masalah social-politik dan ia bertempat tinggal di kota Yerusalem sehingga ia mudah menghubungi raja, serta pengaruh Yesaya terhadap Raja Hizkia pada masa krisis perang Syiro-Efraimi menghadapi serangan Asyur yang menjadi bukti yang tidak langsung dari keberadaan keluarga Yesaya.[12] Di antara kitab nabi-nabi, kitab Yesaya tidak hanya merupakan kitab yang terpanjang, tetapi juga mempunyai tempat dan beritanya khusus. Betapa pentingnya kitab ini dapat kita lihat dari latar belakang sejarah dan zaman yang bersifat menentukan dalam sejarah Israel kuno, yaitu abad ke-8 sM, sampai zaman pembuangan pada abad ke-6 sM. Zaman-zaman tersebut           penuh dengan gejolak dan ketegangan social-politik yang menentukan bagi Israel maupun Yehuda. Di dalamnya kita membaca berita kenabian, tindakan-tindakan di tengah ketegangan dan krisis dunia kuno, kita juga membaca respons dan reaksi Israel, kuasa iman dan firman Allah, interprestasi tentang sejarah dan berita-berita yang bersifat mesianis.[13]

2.3. Pembagian Kitab Yesaya Pada Era Modern
Karena adanya polemic mengenai kepenulisan ganda (deutro-Isaiah) seperti yang diungkapkan oleh para pengkritik modern, yang menjelaskan bahwa telah berabad-abad lamanya diskusi mengenai perbedaan antara pasal 1-39 dan pasal 40-66, menyebabkan para pakar Alkitab memperdebatkan kemungkinan adanya lebih dari satu penulis, atau lebih (Trito-Isaiah).[14] Denis Green dalam bukunya Pengenalan Perjanjian Lama, menegaskan pandangan atau teori para pengkritik tersebut. Pada Pasal 40-66 biasanya dibagi menjadi dua bagian besar: pasal 40-55, yang disebut “Yesaya kedua” (Deutro-Isaiah), yang merupakan tulisan dari seorang murid Yesaya yang menulis pada masa pembuangan di Babel, kira-kira 545 sM. Sementara pasal 56-66 dikenal dengan sebutan “Yesaya Ketiga” (Trito-Isaiah) dan yang biasanya dikatakan berupa karangan-karangan yang ditulis oleh beberapa murid dari penulis “Yesaya Kedua”, yang menuliskannya pada zaman sesudah pembuangan, kira-kira 520 sM.[15]
2.3.1.      Proto Yesaya
Yesaya memahami Allah sebagai “Allah Yang Maha Kudus”, Allah Israel (Yes. 1:4; 5:19-24; 30:15; 31:1). Sifat kekudusan Allah telah berakar dalam tradisi Yerusalem. C. Barth menyebutkan Yesaya menempa istilah “Kekudusan Allah” menjadi sebuah nada  yang luhur sekaligus menantang, di mana unsur kemuliaan Tuhan yang penuh kejutan dan rahasia terdengar bersama-sama dengan denyut hati-Nya yang tidak dapat melepas umat-Nya.[16] Kitab ini ada pada masa pertengahan abad ke-8 sM yaitu tahun 740 sM. Pada masa ini kerajaan Israel maupun Yehuda mengalami masa kemakmuran dan kesejahteraan. Sebenarnya masa pemerintahan raja Uzia adalah masa yang paling makmur dalam bidang social dan ekonomi sampai pada masa pemerintahan Yotam (bnd. Yes. 2-4).[17]
Tetapi dengan kemakmuran yang mereka alami juga disertai dengan kemerosotan moral, ketidakadilan dari pihak kalangan atas terhadap rakyat kecil. Pada masa itu yang menguasai perpolitikan adalah bangsa Asyur dengan ibukora Niniwe yang berada di daerah Mespotamia yang sedang sedang giat-giatnya memperluas daerah kekuasaan. Dengan fenomena tersebutlah untuk pertama kali nabi Yesaya mengecam kemerosotan moral seperti ibadah yang pura-pura, sikap hati yang munafik kepada Yahweh (Yes. 1:11-13), penyembahan berhala dan kemurtadan yang terdapat dalam hidup beriman.[18]
2.3.2.      Deutro Yesaya
Deutro Yesaya hidup pada masa pembuangan di Babylon, kira-kira tahun 540 sM. Masa pembuangan di Babylon (597-538 sM), adalah periode yang penting sekali bagi Yehuda, baik di bidang kemasyarakatan maupun keagamaan.[19] Dalam masa pembuangan di Babylon itu Deutro Yesaya dipanggil untuk menghiburkan bangsa Israel dan untuk memberitakan bahwa Yahweh akan menyelamatkan umat-Nya (lih. Yes. 49:13; 51:3; 51:12; 51:19; 52:9). Allah adalah Yang Maha Kuasa, Khalik langit dan bumi dan Allah seluruh bumi. Karena itu Dia berkuasa untuk memakai bangsa-bangsa lain sebagai alat-Nya untuk menghukum bangsa Israel. Tetapi Dia juga berkuasa untuk melepaskan bangsa-Nya dari pembuangan itu. Deutro Yesaya telah melihat dengan jelas sekali, bahwa Kerajaan Babylon makin hari makin lemah, dan kerajaan Persia, di bawah pemerintahan raja Cyrus, tumbuh menjadi satu kekuatan baru di dunia timur tengah dan merupakan suatu ancaman yang besar bagi Babylon. Oleh sebab itu, Deutro Yesaya menubuatkan jatuhnya Babylon dan kelepasan bagi bangsa Israel oleh raja Cyrus. Dan memang hal ini ternyata benar, sebab sesudah jatuhnya Babylon ke tangan Persia, Cyrus mengizinkan bangsa Israel pulang kembali ke Yehuda. Tetapi orang Israel sendiri tidak mau mempercayai nubuat nabi Deutro Yesaya, sehingga dia terpaksa berdebat dengan mereka.[20]
2.3.3.      Trito Yesaya
Pokok inti nubuat-nubuat ini bukanlah kelepasan dari Babylon, tetapi keadaan yang kurang baik pada masa sesudah pembuangan di Babylon, tetapi keadaan yang kurang baik pada masa sesudah pembuangan di Babylon, misalnya kesalahan para pemimpin bangsa itu (56:9 .dst), sinkritisme (57:3 dst.; 65:1 dst.; 66:3 dst.), alasan-alasan terhadap pembuangan bait Allah (66:1 dst.). Kepercayaan yang optimis seperti yang terdapat dalam Deutro Yesaya tidak ditemukan di Trito Yesaya. Pentingnya hari Sabat dititikberatkan.[21]
Banyak orang Yehuda yang menderita kekurangan dan sejumlah kecil warga kota bertambah kaya. Sebahagian rajin beragama tetapi tidak menghiraukan sesama, ada yang mencari jaminan kepada Tuhan da nada juga kepada dewa-dewa. Nabi menyerukan kehendak Allah yang menginginkan keadilan dan bukan puasa, kesetiaan kepada perjanjian bukan kekerasan, penyerahan dan semangat rendah hati. Jika umat mau berbalik dari kesalahannya, maka Allah akan membangun kembali Yerusalem dan orang-orang benar akan hidup dalam damai sejahtera bersama-sama dengan ALLAH.[22]

2.4. Tujuan Kitab Yesaya
Tujuan lipat tiga jelas kelihatan dalam tulisan Yesaya.
1.      Sang Nabi pertama-tama menghadapi bangsanya sendiri dan bangsa lain yang sezaman dengan Firman Tuhan mengenai dosa mereka dan hukuman Allah yang akan datang.
2.      Lalu, melalui berbagai penglihatan yang mengandung wahyu dan Roh Nubuat, Yesaya menubuatkan pengharapan bagi angkatan masa depan orang Yahudi buangan. Mereka akan dikembalikan dari pembuangan dan akan ditebus Allah untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi.
3.      Akhirnya, Yesaya bernubuat bahwa Allah akan mengirim Mesias dari keturunan Daud, yang keselamatan-Nya pada akhirnya akan meliputi semua bangsa di bumi ini, sehingga memberikan pengharapan bagi umat Allah di bawah perjanjian yang lama dan yang baru.[23]
2.5. Pengertian Penderitaan
Menderita, penderitaan berasal dari kata derita, bahasa inggris; Suffer berarti menderita, bahasa ibrani; tsarah artinya kesesakan, kesusahan, kesukaran, bahasa Yunani; thlipsis arti umum “tekanan” beban yang berat bagi hati orang atau mengenai siksaan besar. Dalam PL tak ada kata yang artinya pederitaan secara umum. Tapi penderitaan dipakai dalam bentuk TBI untuk menterjemahkan banyak kata yang artinya sakit, dukacita, malang, siksaan dll.[24] Menderita berarti menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan.[25] Secara umum ada dua macam penderitaan yang dikenal dalam Alkitab; penderitaan yang kita alami karena kemanusiaan kita dan yang didatangkan atas umat Allah, karena iman dan Kristen.[26]
Penderitaan kadang-kadang dapat dipandang sebagai hukuman yang dijatuhkan Allah atau hajaran guna cara memperbaiki cara hidup umat-Nya atau untuk memurnikan manusia dan mendekatkannya kepada Allah dalam rangka ketaatan dan persekutuan yang baru. Namun penderitaan bisa dikatakan suatu pengalaman bersama, karena penderitaan mengungkapkan Allah kepada manusia dan membawa mereka semakin dekat kepada Allah. Dalam penderitaan manusia juga bisa menemukan dirinya, menemukan dunia sekitarnya dan terutama sekali menemukan Allah.[27]

2.6.Pengertian Hamba Tuhan
Secara umum dalam KBBI, pengertian istilah “Hamba” adalah budak belian, abdi.[28] Dalam terminology Teologis, istilah “Hamba” dijelaskan sebagai berikut, “Kata Ibrani ‘Eved, budak, hamba, pelayan”. Artinya seseorang bekerja untuk keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain, juga dapat memiliki arti sebagai pekerja yang menjadi milik tuannya. Diluar Alkitab kata itu berarti budak; hamba bawahan politik; keterangan tentang diri sendiri untuk menunjukkan kerendahan hati. Dalam hidup keagamaan Israel kata itu dipakai untuk menunjukkan kerendahan hati seseorang di hadapan Allah. Pemakaian demikian menyatakan rendahnya kedudukan pembicara, juga menyatakan tuntuntan ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang di pilih-Nya dan kepercayaan yang bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah, yang akan membela hamba-Nya[29]
Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan pengertian      “HambaTuhan” yaitu seseorang yang bukan hanya menjadi milik Tuhan tetapi juga bekerja khusus untuk Tuhan, tetapi jika pengartian budak terlepas daripada pemaknaan Alkitabiah, hamba itu ialah budak.



2.7.Pribadi sebagai Hamba Tuhan
2.7.1.      Identitas Sang Hamba yang Menderita
Dalam Yesaya 40 dan pasal-pasal berikutnya ada bagian-bagian tertentu yang menerangkan tentang hamba Tuhan. Terkenal sebagai nyanyian tentang Hamba Tuhan, bagian-bagian itu dibagankan sebagai berikut: Yesaya 42:1-4; 49:1-6; 50:4-9; 52:13-53:12. Makna dan tafsirannya sudah banyak diperdebatkan , mereka yang mempercayai bahwa nubuat-nubuat ini tanpa ditawar-tawar menunjuk kepada Yesus Kristus.[30] Gambaran seorang yang tak berdosa, tetapi disiksa (Yes. 53) dan mati untuk orang lain selalu menjadi salah satu focus khusus dari penafsiran, tetapi bersama dengan Nyanyian Hamba Tuhan yang lain, yang tampil adalah satu tokoh yang adalah wujud dari pengharapan nabi pengharapan nabi akan penebusan bangsa di masa datang.[31]
Ada banyak usulan-usulan spekulatif yang bermunculan, baik dari pasca sarjana konservatif maupun para sarjana modern, mengenai tokoh-tokoh yang layak menjadi figur dari “sang hamba yang menderita.” John A. Martin menjelaskan bahwa : “Beberapa pelajar Alkitab mengatakan hamba-Ku di dalam 42:1-4 yang merupakan nyanyian bagian pertama dari empat bagian nyanyian tersebut, mengacu kepada Israel, yang dengan jelas terjadi dalam ayat 19.[32] Pendapat tersebut dipertegas oleh pandangan Marie-ClaireBarth-Frommel, yang tidak menolak paham kepenulisan ganda atau lebih (trito Yesaya), dengan memberikan pernyataan bahwa murid-murid dari Yesaya II, yang menempatkan ke empat syair tersebut dalam kitab Yesaya II, maka hamba itu tak bukan dan tak lain dari pada Israel sendiri, sebagaimana terbukti dari kata “Israel” yang ditambahkan pada 49:3 dan dari pergeseran dalam 49:7.[33]
 J.Sidlow Baxter juga memberikan pendapatnya bahwa pasal 40-50, menjelaskan “hamba” yang dimaksud mengacu kepada Israel, bangsa pilihan Tuhan. Meskipun demikian, dalam pasal tersebut juga terdapat maksud terpendam yang menyatakan bahwa hamba itu adalah Yesus Kristus, seperti yang dituliskan dalam 52:13-53:12 dengan pernyataan yang terang dan lengkap bahwa yang dimaksud hamba itu adalah Sang Juruselamat yang akan datang kelak.[34]
Dalam C. Hassell Bullock juga menyebutkan mengenai adanya lima teori utama dalam pencarian identitas Sang Hamba, sebagai berikut:
1.      Teori Individu yang tak bernama pada masa Yesaya.
2.      Teori nabi itu sendiri, yaitu Yesaya sendiri.
3.      Teori Kolektif, bisa menunjuk kepada seorang nabi sebagai wakil bangsa itu dan bangsa itu dalam peran kenabiannya atau menunjuk kepada sisa orang benar dan Israel yang diwujudkan.
4.      Teori Mitologi, yang menunjuk kepada “kepribadian yang ideal”
5.      Teori mesianik yaitu Yesus.[35]
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut yang di atas, semakin membuat keberadaan Identitas sang “Hamba Yang Menderita” menjadi sangat menarik untuk dibahas serta sekaligus juga membingungkan. Untuk memperoleh jalan keluar atau jawaban atas polemic mengenai “Identitas Hamba”, perlu adanya pemahaman mengenai keberadaan hamba tersebut berdasarkan konteks , khususnya yang terdapat dalam pasal 52:13-53:12, sebagai acuan atau ayat referensi untuk tema teologi “Hamba Yang Menderita”, yang tentunya tidak mengabaikan bagian lainnya,
Istilah “hamba” dalam Perjanjian Lama, memiliki pengertian yang lebih dari satu. Dalam Bil. 12:7 “hamba” dapat menunjuk pada seorang individu seperti raja atau seorang nabi. Dapat berarti untuk bangsa Israel (Yes. 42:19; 44:21). Istilah tersebut juga bisa mengacu kepada Mesias (Yes. 52:13-53:12).[36] Oleh karena itu, untuk menentukan “Identitas Hamba”, hanya konteks, serta dekskripsi mengenai tugas atau tindakan hamba tersebut yang akan menjelaskan secara tepat identitasnya. Sementara Baxter dalam penjelasannya menjawab kebingungan mengenai “Identitas Sang Hamba” yang mengacu kepada “bangsa Israel” atau “Mesias”, dengan pemaparannya: Sebutan “hamba” Tuhan dalam Yesaya kadang-kadang berarti bangsa Israel, ternyata dari 49:3. Tapi Nabi Yesaya pada 4 tempat memakai perkataan “Hamba” Tuhan dalam arti “Seorang Oknum”, sehingga setiap pembaca tidak akan mengartikannya selaku bangsa Israel, yaitu pada 42:1-7; 49:5-6; 50:4-10; 52;13-52:12.. maka Yesaya pun mengoknumkan Israel sejati itu dalam Pribadi dan “Hamba” Tuhan itu pun beroleh arti satu orang dan satu oknum yang sempurna, yaitu penjelmaan Allah yang akan memerintah atas bangsa pilihan itu pada akhir zaman. Itulah sebabnya, maka sebutan ‘hamba’ Tuhan mempunyai dua arti, di situlah letak peralihan yang makin lama makin Nampak jelas dari bangsa Israel kepada Kristus.[37]
John A. Martin, dalam tulisannya mengenai Yesaya 52:13-53:12 yang dikutip dalam Alkitab Perjanjian Baru, yang menunjuk kepada pribadi Kristus Yesus. Dalam tulisannya John A. Martin menjelaskan bahwa Yesaya 52:13-53:12  merupakan bagian yang paling terkenal dalam kitab Yesaya mengigat bahwa beberapa bagian dari ayat ini dikutip dalam Perjanjian Baru, di antaranya adalah Yesaya 52:15 yang dikutip dalam Roma 15:21; Yesaya 53:1 dalam Yohannes 12:38 dan Roma 10:16; Yesaya 53:4 dalam Matius 8:17; Yesaya 53:7-8 dalam Kisah Para Rasul 8:32-33; Yesaya 53:9 dalam 1 Petrus 2:22 dan Yesaya 53:12 dalam Lukas 22:37.[38]
Dari argumentasi-argumentasi yang dipaparkan, baik dari bukti internal yaitu konteks dekat dalam kitab Yesaya sendiri dan konteks jauh yang ditemukan di dalam Kitab-Kitab Perjanjian Baru serta pembuktian yang diberikan oleh pakar-pakar teologi telah menguraikan kebingungan identitas sang hamba yang menderita, sehingga yang dimaksudkan sebagai “Hamba yang menderita adalah Yesus Kristus, sang Penebus Sejati.

2.7.2.      Misi Hamba Yang Menderita
Uraian nubuatan ayat tersebut (52:13-52-12) tersebut 700 tahun kemudian direalisasikan dan dipahami sebagai peristiwa penderitaan dan penolakan Yesus Kristus, Sang Mesias oleh orang Yahudi. Puncak dari penderitaan dan penolakan “Hamba” tersebut adalah penyaliban Kristus, seperti yang digambarkan oleh beberapa bagian dalam Alkitab Perjanjian Baru. Ayat 4-6 pasal 53 menjelaskan penderitaan Sang Hamba dilakukan untuk menjadi penebus bagi banyak orang. Nyanyian terakhir melukiskan penderitaan sekaligus pemuliaan seorang nabi yang tidak menyatakan kehendak Allah melalui kata-kata (bnd 42:2a tidak menyaringkan suaranya) atau melalui tindakan-tindakan tertentu (Yer. 28; Yeh. 24:15; Yes.20), melainkan dengan cara mempertaruhkan hidupnya untuk membawa keselamatan yang daripada Tuhan kepada banyak orang, serta untuk pertama kali di dunia ini ada seseorang yang mengambil tempat orang-orang dihukum dan yang menderita menggantikan mereka.[39]
Bullock menjelaskan mengenai misi “Hamba Yang Menderita”, sebagai mesias yang mengisi posisi yang paling mencolok dalam penebusan. Misi Hamba ini seperti digambarkan dalam pasal 11, adalah penetapan keadilan. Tambahan pula, bangsa-bangsa yang telah mengambil jalan ke “pangkal Isai” (11:10) sekarang menunggu dengan penuh harapan akan hukum Hamba tersebut (42:4) dan menerima terang yang disinarkan oleh Israel yang telah ditebus (49:6). Tuhan telah membentuk Dia dalam Rahim untuk membawa Israel kembali kepadaNya dan memberikan keselamatanNya sampai ke ujung – ujung bumi.. baru di nyanyian ke empat Hamba itu kita tahu bahwa penderitaanNya bukan karena dosa-Nya tetapi karena dosa Israel (53:5-6;9).[40]
Clarence H.Benson juga menambahkan dengan penjelasan bahwa uraian dalam Yesaya 53 merupakan bagian yang terindah di Alkitab yang mengungkapkan secara panjang lebar tulisan dalam Yohannes 3:16 yaitu Injil yang singkat. Meskipun demikian nubuat itu tidak berhenti hanya pada Mesias di kayu salib saja, melainkan juga menyatakan kubur-Nya dan melihat-Nya bangkit, dimuliakan, menjadi pengantara dan membenarkan orang banyak.[41] Berdasarkan kedua ayat tersebut, hanya Yesus Kristuslah dengan penderitaan dan kematian-Nya yang menjadikan Kristus sebagai Pribadi yang layak, yang tepat, Pribadi yang tidak perlu diasingkan lagi, yang sesuai dan menggenapi deskripsi yang dinubuatkan oleh Yesaya. Sementara kata “kita” dalam implikasinya di masa kini bukan hanya menunjuk kepada orang Israel saja, tetapi kepada semua umat manusia di dunia.
Seperti yang dikatakan Donald dalam Teologi Perjanjian Baru 1, Misi-Nya itu universal yaitu untuk menyatakan keadilan-Nya di antara bangsa-bangsa, namun untuk mencapai tujuannya ia harus menghadapi penderitaan, yang sifatnya demi orang lain.[42]

III.             Refleksi Teologi
Menjadi hamba Allah berarti bersedia memberi diri scara total untuk diperbarui senantiasa oleh Allah, dan bersedia menghadapi tantangan. Kesidiaan memberi diri total dan sedia menghadapi tantangan adalah kunci keabsahan pelayanan seorang hamba sebagai mulut Allah. Hamba Allah tidak berhak menyuarakan suara lain, selain suara Allah sendiri. Bila tidak, ia bukan lagi hamba Allah sejati, tetapi hamba palsu. Hamba Allah yang sejati taat kepada Firman dan yang tabah menanggung derita itu memiliki wewenang Ilahi. Dia kini memanggil orang yang merindukan kebebasan dan mendambakan kehidupan yang berbahagia. Profil hamba Tuhan yang digambarkan dalam dalam kitab Yesaya dan juga telah melihat penggenapan nubuat nabi Yesaya yang dipenuhi dalam diri Yesus Kristus, Hamba Tuhan yang sejati itu. Memang sekarang sulit membedakan hamba dalam artian hamba Tuhan dan yang bukan. Maka masing-masing orang hendaknya berefleksi apakah benar saya hamba Tuhan atau bukan?.

IV.             KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan Hamba Yang Menderita menurut Kitab Amsal, maka terlihat bahwa penggunaan Hamba yang Menderita oleh Yesaya bukanlah menunjuk kepada dirinya melainkan kepada Yesus Kristus. Pengidentifikasian Hamba itu kepada Yesus Kritus sangatlah jelas terlihat di dalam tugasNya untuk menebus dosa semua manusia. Dengan pengorbanan dan kematianNya, rencana Allah menjadi sempurna. Ia menjadi penebus sejati bagi semua orang yang berdosa, menjadi juruselamat bagi orang-orang yang percaya kepada karya-Nya di kayu Salib.
Dari pasal 42 kita menemukan banyak uraian tantang hama Tuhan yang diutus untuk pemulihan bangsa Israel. Gambaran bangsa Israel tentang Mesias yang gagah perkasa dan penuh kemenangan digantikan dengan hamba Tuhan yang menderita. Berbeda dengan harapan Sion yang gagah perkasa dan memberikan kemenangan, hamba disini ialah hamba yang merendahkan diri. Ini bukan kristologi dari atas tetapi dari bawah artinya Allah merendahkan diri. Namun jalan masuk terhadap keselamatan melalui kehambaan tidak berarti bahwa hamba tidak berdaya. Hamba Tuhan diberi lidah untuk memberikan semangat baru. Artinya ia tahu bahwa ia harus terus mendengar dan belajar. Spiritualitas ditujukan dengan kesediaan hati untuk terus menjadi murid kehidupan dan belajar dari bahan tertulis, pergaulan dan semesta. Seorang hamba Tuhan mesti membuka diri untuk terus menerus belajar. Untuk itu kita mesti belajar dari hamba Tuhan yang Menderita untuk terus menerus membuka diri untuk belajar dan terus belajar dalam merendahkan hati sebagai Hamba.

V.                DAFTAR PUSTAKA
Benson Clarence H., Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, Malang: Gandum Mas, 1997
Chisholm Robert B., Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2005
Utley Bob, Anda  Dapat  Memahami  Alkitab! Yesaya: Sang Nabi dan Masa Depan Pasal 40-66, Texas, Bible Lesson Internasional, 2010
LaSor, W.S. D.A.Hubbard, dkk.., PENGANTAR PERJANJIAN LAMA 2: Sastra dan Nubuat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015
Harrison Everett F., Tafsiran Alkitab Wycliffe, Malang: Gandum Mas, 2005
Douglas J.D., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 1997
Wiersbe Warren W., Hidup Bersama Firman; Pasal demi Pasal seluruh Alkitab Yesaya-Maleakhi, Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2012   
Widyapranawa S.H., Kitab Yesaya Pasal 1-39, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Fong Yap Wei, Agnes Maria Layantara, dkk.., Handbook to the Bible: Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab, Bandung: Kalam Hidup, 2004   
Green Denis, Pengenalan Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2004
Barth C., Teologi Perjanjian Lama Vol. IV, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
Ackroyd Peter R., Exile and Restoration, A Study of Hebrew Though of the Sixth Century Before Christ, Philadelphia: The Westministeer Press, 1968  
Blommendal J., Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
…..,Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandung Mas, 2000
Douglas J.D., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, Jakarta: YKBK/OMF, 1997
….. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990   
Browning W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
…., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2015
Browning W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016  
Martin John A., The Bible Knowledge Commentary, Dallas: Victor Books, 1992  
Frommel Marie Claire Barth, Kitab Yesaya Pasal 40-55, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007  
Baxter J. Sidlow, Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi, Jakarta: YKBK/OMF, 2002
Bullock C. Hassell, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2002
Frommel Marie Claire Barth, Kitab Yesaya Pasal 40-55, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Guthrie Donal, TEOLOGI PERJANJIAN BARU 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001



[1] Clarence H.Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, (Malang: Gandum Mas, 1997), 39
[2] Clarence H.Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, 39
[3] Robert B. Chisholm, Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2005), 547
[4] Bob Utley, Anda  Dapat  Memahami  Alkitab! Yesaya: Sang Nabi dan Masa Depan Pasal 40-66,(Texas, Bible Lesson Internasional, 2010), 1
[5] W.S.LaSor, D.A.Hubbard, dkk.., PENGANTAR PERJANJIAN LAMA 2: Sastra dan Nubuat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 268-269
[6] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, 156
[7] Everett F.Harrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe, (Malang: Gandum Mas, 2005), 431
[8] Bob Utley, Anda  Dapat  Memahami  Alkitab! Yesaya: Sang Nabi dan Masa Depan Pasal 40-66, 3
[9] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, (Jakarta: YKBK/OMF, 1997), 576
[10] Warren W.Wiersbe, Hidup Bersama Firman; Pasal demi Pasal seluruh Alkitab Yesaya-Maleakhi, (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2012), 11
[11] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, 576
[12] S.H. Widyapranawa, Kitab Yesaya Pasal 1-39, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 11
[13] Ibid.., 1
[14] Yap Wei Fong, Agnes Maria Layantara, dkk.., Handbook to the Bible: Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab, (Bandung: Kalam Hidup, 2004), 422
[15] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2004), 154
[16] C. Barth, Teologi Perjanjian Lama Vol. IV, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 57
[17] Peter R. Ackroyd, Exile and Restoration, A Study of Hebrew Though of the Sixth Century Before Christ, (Philadelphia: The Westministeer Press, 1968), 118
[18] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, 153
[19] J.Blommendal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 112
[20] J.Blommendal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama,112-113
[21] Ibid, 115-116
[22] Darmawijaya, Warta Nabi Abad VIII, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 111
[23] …..,Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandung Mas, 2000), 1037-1038
[24] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, (Jakarta: YKBK/OMF, 1997), 244-245
[25] ….. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 226
[26] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 79
[27] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, 215
[28]…., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2015), 447
[29] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, 360
[30] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, 360
[31] W.R.F.Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 130
[32] John A. Martin, The Bible Knowledge Commentary, (Dallas: Victor Books, 1992), 1995
[33] Marie Claire Barth Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 34
[34] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi, (Jakarta: YKBK/OMF, 2002), 232
[35] C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2002), 208-209
[36] Bob Utley, Anda  Dapat  Memahami  Alkitab! Yesaya, 45
[37] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi, 234-235
[38] John A. Martin, The Bible Knowledge Commentary, 1106
[39] Marie Claire Barth Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),37-38
[40] C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama, 213-214
[41] Clarence H.Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, 45
[42] Donal Guthrie, TEOLOGI PERJANJIAN BARU 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),293
Share:

POSTINGAN POPULER

Total Pageviews

FOLLOWERS