I.
Pendahuluan.
Salah
satu pelayanan yang paling tua dan paling banyak dipakai oleh gereja-gereja di Indonesia
ialah pelayanan katekese. Hampir-hampir tidak ada gereja disini yang tidak
mengenal pelayanan ini. Sungguh pun
demikian gereja-gereja kiita belum mempunyai pendapat yang sama tentang apa itu
katekese. Dan oleh karena itu pada kesempatan kali ini penyaji akan memaparkan
tentang kateketika, dalam perjanjian
"Lama, perjanjian Baru, dan penyaji
juga akan menjelaskan tentang jenis-jenis katekese. Semoga sajian kali ini
bermanfaat bagi kita semua, dan dapat menambah pemahaman kita tenang
katekitika. Tuhan Yesus memberkati.
II.
Pembahasan.
2.1.
Pengertian Kateketika.
Istilah “katekisasi”
dan “katekese” berasal dari kata
Yunani dan berarti “pengajaran”. Katekisasi atau pelajaran agama Kristen
merupakan pelaksanaan tugas gereja untuk melengkapi calon anggotanya atau
anggota baptis yang ingin mengakui sidi, dengan maksud agar mereka akan menjadi
anggota dewasa.[1]
Kateketika merupakan jawaban gereja purba untuk menanggulangi masalah banyaknya
orang dewasa yang ingin mengabdikan diri kepada Kristus.[2]
Yang menjadi tugas Katekisasi adalah pangilan dari Allah yang perlu kita
lakukan dalam tanggung jawab kepada Tuhan dan dalam menyatakan kasih kepada
murid, calon anggota Gereja itu.[3]
Tujuan katekese ialah agar anak-anak muda mengenal Allah. Sehingga, mereka
dengan jalan itu dapat hidup bersama-sama dengan Dia.[4]
Arti katekitika dalam perjanjian baru pengajaran-pengajaran katekitika dalam
perjanjian Lama diambil alih oleh jemaat-jemaat purba. Mereka mempergunakan
katekitika dalam pelayanan mereka. Mereka memakai pengajaran itu dalam beberapa
istilah:
a.
Katekhein
(kata kerja) artinya memberitakan, mengatakan,
menjelaskan, memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi pengajaran. Namun,
kata yang paling menonjol dipakai yaitu mengajar (mengajar bukan dalam arti
intelektualistis, tetapi dalam arti praktis yaitu mengajar/membimbing orang
supaya melakukan apa yang diajarkan kepadanya).
Katekese berasal dari
kata kerja dari kata kerja Katekhein.
Misalnya:
1) Kis.
21:21 mereka mendengar kabar/berita tentang Paulus, bahwa Paulus mengajar semua
orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukuman
Musa.
2) Kis.
21:24..... segala kabar/berita yang mereka dengar tentang engkau (Paulus)
3) Kis.
18:25 Apolos telah menerima pengajaran dalam jalan Tuhan. (Kepadanya telah
diberitahukan/dijelaskan tentang jalan Tuhan)
4) Luk.
1:4.......segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar
5) Rm
2:17-18.... dan oleh karena diajar oleh Taurat Tuhan
6) 1
Kor. 14:19... mengajarkan orang juga daripada beribu-ribu kata dengan bahasa
Roh.... yang penting dalam katekhein bukan banyak nya kata-kata yang digunakan,
tetapi menyampaikan yang jelas dari pengetahuan yang berguna.
7) Gal.6:6....,
yang menerima pengajaran dalam firman, membagi segala yang ada padanya dengan
orang yang memberikan pengajaran itu. Telah ada orang yang mendapatkan tugas
untuk mengajar.
b.
Didaskein
(kata kerja) adalah:
1)
Biasanya dipakai untuk pekerjaan
menyampaikan pengetahuan dengan maksud, supaya orang yang “diajar” itu dapat
bertindak dengan terampil.
2)
Dalam septuagenta “terjemahan PL
dalam bahasa Yunani” kata didaskein digunakan sebagai terjemahan dari kata
ibrani untuk mengajar, yaitu mengajar dengan maksud, supaya apa yang diajarkan
itu yang dipraktikan. Didaskein bersifat praktis, sebab yang paling penting
dalam Alkitab adalah pemahaman, penghayatan akan perbuatan-perbuatan
penyelamatan Allah.
Contoh yang paling
jelas dari hal ini ialah Ulangan 4:1 “maka sekarang, hai orang-orang Israel,
dengarlah ketatapan-ketetapan dan peraturan-praturan, yang kuajarkan padamu
untuk dilakukan, ....”
2.2.
Tujuan Kateketika.
1. Mendidik
(membina) anak-anak supaya mereka bisa berpartisipasi dalam hidup dan pelayanan
Gereja pada Allah.
2. Katekese
: Pengajaran tentang Allah dan PerjanjianNya, pengajaran tentang Yesus Kristus
dan pengajaran tentang pimpinan dan berkat bahwa Roh Kudus memimpin para
katekesan dalam pelayanan katekese. Roh Kudus memakai katekese untuk memuliakan
Kristus dalam jemaat.
3. Supaya
anak-anak muda mengenal Allah dalam kehidupan mereka. Yang penting bukan
pengenalan yg banyak tentang Alkitab dan Gereja, tetapi tentang pengenalan akan
Allah sebagai Allah, Allah perjanjian. (Allah yg mengikat perjanjian dengan
umat-Nya yg dia bebaskan dari perbudakan dosa).
4. Bimbingan
bukan saja kepada anak-anak muda tetapi juga semua anggota jemaat untuk
memperlengkapi mereka bagi suatu hidup yg bertanggung jawab di dalam dunia.
5. Supaya
anak-anak muda dapat mengenal Allah dengan begitu Rupa, sehingga mereka bisa
hidup bersama-sama dengan Tuhan.
6. Pemberian
pengetahuan (hal-hal pokok isi Alkitab, ajaran Gereja, yg berasal dari Alkitab,
garis-garis besar tentang gereja, tentang pelayanan dan sejarahnya).
7. Pendidikan
(pembinaan) anggota-anggota jemaat untuk menyadari tugas mereka di dalam
Gereja.
8. Mendidik
anak-anak muda supaya mereka menjadi hamba-hamba Allah yg bertanggungjawab di
dalam dunia. Mereka di tempatkan di tengah-tengah dunia sebagai saksi dan
pelayan Kristus.
9. Penyampaian
pengetahuan tentang Allah dari generasi ke generasi. Keselamatan kepada kita
harus disampaikan kepada semua orang, dari generasi ke generasi, sehingga katekese
mempunyai peranan penting.
Dan dapat kita katakan bahwa tujuan
kateketika adalah belajar percaya secara kognitif, dengan mempelajari semua yg
di Firmankan Tuhan, suatu saat sang murid akan merasa terpanggil oleh Tuhan,
tangan Tuhan yg meyakinkannya perihal keselamatannya, mengajarkan kepercayaan
secara efektif. Tekanan diberikan pada pengetahuan yg pasti yg terutama pada
kepercayaan yg teguh sehingga melalui katekese seorang diyakinkan bahwa badan
dan jiwa sesama hidup maupun sesudah mati adalah milik Kristus JuruSlamat yg
setia, dan juga alat Roh Kudus untuk mengajarkan ajaran Kristus.[5]
2.3. Pengertian Kateketik Menurut Para Tokoh.
1.
Menurut
Luther.
Bahwa Kateketika ialah keluarga,
orang tua yg berkewajiban mendidik anak-anak mereka menurut Firman Tuhan dan
Hukum-hukum Allah, dan membimbing mereka kepada Kristus dan harus juga
ditugaskan kepada sekolah-sekolah untuk menyebarluaskan Agama Kristen.[6]
2.
Menurut
Calvin.
Bahwa Kateketika merupakan suatu
pengajaran yg sangat penting dan harus didorong kuat oleh Gereja itu sendiri.
Didalam Kateketika gereja wajib membentangkan dihadapan mereka kebenaran dan
keindahan Iman Kristen tentang Panggilan Tuhan.[7]
2.4.
Kateketika dalam Perjanjian Lama.
Pada
zaman perjanjian lama, pengajaran pada umat Yahudi jauh lebih bermakna. Pada
saat itu dibangun gedung ibadat Yahudi, sebagai tempat untuk memuji Tuhan dan
sebagai tempat umat untuk belajar. Sejarah perkembangan pendidikan dan
pengajaran dalam perjanjian lama dibagi menjadi 2 zaman yang pokok yaitu:
2.4.1.
Pergumulan
bangsa Israel sampai pembuangan ke Babel.
Bangsa israel atau ibrani berasal dari salah satu
suku semit yang terlibat dalam perpindahan yang terjadi kurang lebih 4000 tahun
yang lalu didaerah barat daya asia. Karena adanya tekanan dari suku lain
sehingga mendorong anggota suku yang pertama itu berpindah tempat. Suku yang
sedang berpindah tersebut itu pun mulai menambah tekanan atas anggota suku yang
lain dan demikan seterusnya.
Sekitar tahun 2000 SM sebagian dari suku dibawah
pimpinan Abraham berpindah tempat dari daerah sekitar sungai tigris dan Efrat atau negeri Irak modern ke negeri
kanaan, jauh kebarat. Hal ini terjadi karena Allah memanggil Abram, untuk meninggalkan
tanah airnya Urkasdim untuk mengembara ke tempat yang tidak mereka ketahui.
2.4.2.
Dasar
Alkitab
Para pemimpin Yahudi berpendapat agar setiap
generasi baru harus diperkenalkan Iman. Umat Yahudi pada umumnya dan setiap
keluarga, khususnya ayah, ditugaskan untuk menyampaikan keyakinan Yahudi. Keyakinan
itu nyata seperti tertulis dalam Ulangan 6:4-9. Dengarlah Hai orang israel:
Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa! Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan
kepadamu pada hari ini, haruslah engaku mengajarkannya berulang-ulang kepada
anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumah, apabila engkau
sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring ,dan apabila engkau bangun.
Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda panadantanganmu dan haruslah
itu tanda didahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu
dan pintu gerbangmu.
2.4.3.
Dasar
Teologi
Keyakinan bahwa Allah memanggil abram dan ia
menjawab melalui imannya, maka keturunannya dinamakan bangsa terpilih pada abad
ke 7 SM. Pemilihan itu terjadi karena anugerah Tuhan saja. Pemilihan itupun
tidak terjadi tagar bangsa yahudi itu dilayani tetapi sebaliknya. Agar bangsa
lain dilayani oleh bangsa terpilih itu. Hal ini jelas pada kej 12:2-3 “Aku akan
membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat
namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang
yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan
olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat”.
Dari hal itulah maka diperkenalkan kepada generasi
baru. Dalam ruang lingkup pendidikan agama Yahudi, para orangtua harus wajib
belajar seumur hidup. Pendidikan agama Yahudi dipengaruhi oleh kepastian akan
adanya penyataan sebagai pengalaman
yang akan terjadi. Orang-orang yahudi lebih cenderung bersandar kepada Tuhan
melalui firman-Nya, peristiwa-peristiwa sejarah dan perbuatan-perbuatan yang
ajaib. Sejak kecil para anggota paguyuban Yahudi diajar menjadi waspada agar
siap ketika disapa oleh firman-Nya. Keyakinan teologis berikutnya yang menjadi
dasar agama Yahudi ialah ajaran tentang
manusia. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah untuk menaati
perintah, memelihara lingkungan dan hidup dengan setia sebagai umat. Manusia
terpanggil untuk membedakan nilai-nilai pada kehendak Tuhan. Apabila manusia
tidak melihat antara nilai kebudayaan dan maksud Tuhan maka keadaannya mirip
seperti yang diucapkan nabi yeremia. Didalam kitab ulangan manusia dapat
mempertimbangkan keadaannya dan memilih kehendak Tuhan. Hal itu terjadi pada
Musa oleh kaum pembaru agama Yahudi yang melayani pada zaman Raja
Yosias(640-609 SM). Pengambilan keputusan itu diperlancar dalam pengalaman
belajar. Para Teolog agama Yahudi sadar akan kemampuan diri mereka yang
terbatas. Oleh karena itu manusia adalah makhluk yang sering berpaling dari
Tuhan bahkan menentang kehendaknya. Manusia hidup antara keselamatan dan
hukuman sebagai mana pada kesaksian Nabi Yesaya. Ketiga ajaran itulah yang
menjadi dasar pendidikan agama yahudi.
2.5.
Sejarah
kateketika dalam Perjanjian Baru
Pada permulaan periode ini katekese gerejawi masih
sangat sederhana dan belum mengandung unsur tradisional yang lengkap, unsur credo (pengakuan iman), tidak lebih
panjang daripaad pengakuan, bahwa “Yesus adalah Tuhan”. Semua bahan pelajaran
ini menunjukkan unsur-unsur terpenting dalam pendidikan Yahudi:pengakuan iman,
doa, taurat, dan hari-hari raya. Nyatalaah disini kemiripan ajaran yahudi
dengan katekese gerejawi, yang biasanya juga terdiri dari empat bagian:
pengakuan iman rasuli, Doa Bapa Kami, Kesepuluh Firman dan sakramen-sakramen.
Pendidikan merupakan hal yang penting dalam perjanjian Baru. Para Rasul selalu
menekankan Etika kristen dalam setiap pengajaran yang mereka lakukan. Ajaran
Kristus harus diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
2.5.1.
Yesus
1.
Yesus
sebagai buah dari pendidikan agama Yahudi
Oleh
karena Yesus diakaui sebagai Guru Agung, semua pembahasan teentang pendidikan
agama dalam perjanjian Baru dimulai dengan pribadi yang luar biasa ini,
demikianlah akan diselidiki bagaimana Yesus tiba pada sejarah dari pendidikan
agama Yahudi. Sejak semula umat Kristen mengakui bahwa Yesus adalah manusia
sebagaimana dimaksudkan Allah, fakta itu tidak membebaskan-Nya dari keharusan
belajar. Pengalaman belajar tersebut terjadi sebagai hasil usaha-Nya menghayati
panggilan-Nya sebagai manusia yang sesungguhnya, yanng tidak mampu dipenuhi
oleh manusia lainnya. Ucapan Yesus yang merupakan semacam Amsal: Lukas 6:40
yang artinya murid-murid Yesus tidak boleh mengharapkan mendapatkan pengetahuan
dan pengertian dengan Cuma-Cuma, sebab Yesus juga mendapat pengetahuan-Nya yang
mendalam itu melalui usaha yang sunguh-sunguh memeras keringat. Dulu ia sendiri
adalah seorang murid. Ia sudah belajardari guru-guru-Nya. Sama denggan halnya
dengan anak laki-laki Yahudi lainnya, keluargalah guru-Nya yang pertama. Sejak
kecil Yesus mengambil bagian dalam berbagai tanggung jawab yang di wajibkan
dalam agama Yahudi dan Ia semakin bertumbuh dalam pengetahuan tentang kitab
suci mereka. Dalam Matius dan Yohanes, Dia diberi gelar Rabi,guru sutu gelar
yang tidak dipakai sembarangan dalam pembicaraan. Jadi panggilan Yesus telah
memperoleh pendidikan dalam bangsa Ibrani, agar Ia mampu membaca Taurat.[8] Ia
adalah buah dari pendidikan Agama Yahudi. Guru-guru-Nya adalah: orang tua-Nya,
guru di Sinagoge di Nazaret, Beth Hasssepher, dan Beth Talmud.[9]
2.
Yesus
sebagai seorang guru
Keahlian Yesus
sebagai seorang guru diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi. Mereka
menyebut Dia “Rabbi”. Ini tentu suatu gelar kehormatan yang menyatakan betapa
Ia disegani dan dikagumioleh orang sebangsa-Nya selaku seorang pengajar yang
mahir ilmu ke- Tuhanan. Sebab Ia mengajar mereka “sebagai orang yang berkuasa,
tidak seperti ahli-ahli taurat yang biasa mengajar mereka” (Matius 7:29). Yesus
mengajar di atas bukit, di perahu, di tepi sumur, di rumah yang sderhana, dan
rumah yang kaya juga di pembesar agama dan pemerintahan. Yesus mengajar tidak
terkait pada waktu tertentu. Tujuan pengajaran Yesus untuk melayani setiap
orang yang datang kepada-Nya.[10]
Tuhan Yesus adalah Guru Utama (Yohanes 1:9), ia mengajar kita melalui
firman-Nya, melalui kehidupan-Nya di tengah-tengah kita, dan sebagai kepala
gereja sehingga jemaat di dalam pengajaran-Nya, juga menunjuk kepada Dia.[11]
Yesus betul-betul seorang guru itu melambangkan perananNya di tengah-tengah
mereka selama jangka waktu sebelum Ia disalibkan. Melalui gaya hidupNya Yesus
telah menyatakan latihanNya sebagai seorang Guru. Yesus mengumpulkan orang yang
ingin diajar yang dinamakan murid. Dengan menekankan identitas Yesus sebagai
guru, maka itu tidak berarti bahwa identitasNya yang lain harus ditolak.[12]
Sebutan yang paling banyak digunakan untuk Yesus dalam keempat Injil adalah Didaskalos, yaitu guru. Dan kegiatan
Yesus lebih sering digambarkan dengan kata kerja mengajar, Yesus sangat
mementingkan pekerjaan mengajar, tidak hanya murid yang menyebutnya sebagai
Rabi tapi musuh-Nya juga. Yesus sebagai seorang Rabi tetaplah memiliki
persamaan dengan rabi lainnya.[13]
Cara mengajar yang dilakukan oleh Yesus ialah tidak
membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang mempercayai itu, tetapi Ia menolong mereka berpikir sendiri dan
menarik kesimpulannya sendiri dari apa yang telah dijelaskan-Nya.[15]
Gaya mengajar Yesus mampu menarik perhatian khalayak ramai, suara-Nya,
gerak-gerik-Nya semua itu turut menarik perhatian orang banyak. Rupanya
terdapat juga sesuatu dalam nada suara-Nya yangmenimbulkan kepercayaan diri
mereka. Apa yang diungkapkan-Nya dapat dipercaya.[16]
Yesus memiliki banyak metode belajar yaitu sebagai berikut:
·
Ceramah
Dengan metode ceramah Yesus berusaha menyampaikan
pengetahuan kepada murid-murid-Nya atau menafsirkan pengetahuan tersebut.
Melalui itu Ia mengharapkan dua tanggapan dari para pendengar-Nya pengertia
mendalam dan perilaku baru.
·
Bimbingan
Yesus mengajarjuga melalui bimbingan. Dalam Matius
10 misalnya, keduabelas murid telah menerima petunjuk dari Yesus untuk mengusir
Roh-roh jahat, melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan serta
memberitakan bahwa “Kerajaan Sorga sudah dekat”.
·
Menghafalkan
Meskipun tidak ada perintah khusus dari Yesus agar
murid-murid-Nya menghafalkan ayat-ayat tertentu dari Kitab Suci, namun
kepentingannya jelas sekali bagi Yesus pribadi. Sering juga sesudah Yesus
mengajarkan sesuatu Ia condong mengikhtisaran isinya dalam suatu ucapan yang
gampang dihafal, contohnya: Matius 12:8, 9;12 dan Markus 10:45.
·
Perwujudan
Meskipun metode perwujudan ini adalah khas Matius,
namun contohnya diberikan oleh Yesus sendiri. Melalui pengajaran-Nya Yesus
mengatakan bahwa Israel telah terwujud dalam diri pribadi-Nya sebagai Hamba
Tuhan yang menderita. Perwujudan itu lebih mendalam artinya daripada melalui
teknik memainkan peranan, sebab yang terakhir ini hanya berlaku untuk
waktu yang sementara saja, sedangkan
dengan perwujudan-Nya Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya bahwa
pribadi-Nyalah pernyataan yang baru itu dan bukan hanya pengajaran-Nya. Ia
mengajar apa yang Ia adanya.
·
Dialaog
Metode ini banyak sekali contohnya dalam keempat
injil. Dialog memainkan peranan yang penting pada wkatu Yesus mengajar. Yesus
sering mengajukan pertanyaan yang baru sebagai tanggapan-Nya atas pertanyaan
yang sebelumnya yang diajukan kepada-Nya.
·
Studi kasus
Melalui studi kasus Yesus menggariskan seluk-beluk
salah satu kasus sebagian dari pengalaman seorang tertentu, dan mengundang para
pelajar memanfaatkan akal dan imannya. Melalui studi kasus para pendengar-Nya
didorong untuk memikirkan inti persoalan dan bagaimana memecahkannya. Segala
pernyataan Yesus sendiri tidak menjawabnya secara langsung.
·
Perjumpaan
Di sini Yesus tidak bercerita. Ia memprakarsai
pertanyaan yang pribadi dan besar sekali maknanya. Metode perjumpaan banyak
dipakai oleh Yesus contohnya: Matius 16:13, Lukas 14:3, Yohanes 9:35.
·
Perbuatan Simbolis
Pada awal pelayanan Yesus di depan umum, Ia
dibaptiskan oleh Yohanes Pembaptis, ini menimbulkan banyak pertanyaan namun
ternyata Yesus ingin mengajar murid-murid-Nya melalui perbuatan simbolis ini.
Jadi baptisan-Nya merupakan lambang kesengsaraan nanti dan melalui lambang
baptisan itu Yesus mengajarkan perlunya solider dengan semua orang lain, dan
bahwa solidaritas itu hanya dapat dinyatakan sebagai hamba yang merendahkan
diri dan yang menderita.[17]
2.6.
Kateketika Pada Masa Reformasi.
Pada
tanggal 31 Oktober 1517, Marthin Luther, tokoh utama Reformasi, menempelkan 95
dalilnya dipintu Gereja Wittenberg, yg dikenal sebagai hari lahirnya Reformasi.
Kemudian pada tahun 1529 Luther menulis Katekismus Besar dan Katekismus Kecil.[18]
Kemudian sejak abad IV, lama kelamaan peraturan yg keras dan baik itu sudah
mulai di kendorkan, karena Agama Kristen telah diizinkan bahkan di anakmaskan
oleh kaisar-kaisar, sehingga beribu-ribu orang suka menjadi anggotanya. Semakin
banyak orang minta masuk , semakin lunak
dan gampang syarat-syaratnya. Katekisasi sidi segera turun mutunya.
Pemimpin-pemimpin jemaat menjadi imam dan sudah kurang bersifat Guru. Akhirnya
pada abad pertengahan persiapan 3 tahun itu sudah susut menjadi persiapan
selama 3 minggu saja. Gereja telah menjadi lembaga yg menyelenggarakan
sakramen-sakramen, dan kurang mementingkan khotbah dan pengetahuan, sudah cukup
jika anggota-anggotanya dapat menghafal sejumlah doa-doa dan atau menerima
sakramen-sakramen menurut petunjuk-petunjuk Gereja. Barulah pada zaman
Reformasi pendidikan oleh Gereja mulai diperhatikan kembali dengan
sebaik-baiknya. Para Reformator itu mengekehendaki suatu umat Kristen yg sadar
dan mengetahui akan isi pengakuannya. Pendeta-pendetanya pertama-tama bukan
melaksanakan sakramen, melainkan pengkhotbah dan pengajar. Alkitab di
terjemahkan mereka ke bahasa daerah, supaya dapat diselidiki oleh sekalian
anggota jemaat. Mereka mengarang buku-buku pelajaran berupa katekismus yang
dengan jalan soal-jawab menanamkan pengetahuan dan pengertian tentang kitab
suci dan Iman Injili kedalam akal dan sanubari tiap-tiap orang Kristen. Bukan
kaum pejabat saja, melainkan seluruh umat Tuhan harus dididik untuk menjadi
mahir dalam perkara-perkara Kerajaan Allah.[19]
Salah satu tokoh pada Zaman Reformasi ialah Marthin
Luther. Marthin Luther adalah putra sulung dari Hans Luther dan Margaretha. Ia meraih
gelar Magister artes dari Universitas Erfurt pada tahun 1505. Marthin Luther
juga meraih gelar Doktor dalam bidang Alkitab. Marthin memulai pengalaman
pendidikannya betika berumur 7 Tahun.[20]
Luther mengingat bagaimana gurunya bertindak begitu keras atas diri pada
pelajarannya. Keterampilannya mengajar pun amat minim, Luther belajar membaca,
menulis, menghafal Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli oleh gereja katolik
roma.[21]
Perubahan atau pembaharuan yg dibawa oleh reformasi berlangsung di 3 bidang
yaitu :
1. Isi katekese.
Katekismus – katekismus pada waktu
zaman itu dibandingkan dengan buku-buku katekese dari abad-abad pertengahan
nyata dengan jelas, bahwa isi katekismus itu jauh lebih baik. Hal itu
disebabkan oleh tempat sentral, yg diberikan oleh reformasi kepada Alkitab
dalam katekese.
2.
Ruang
Cakup Katekese.
Ruang cakup katekese pada waktu
reformasi jauh lebih luas daripada ruang cakup katekese dalam abad-abad
pertengahan.. Katekese hanya dibatasi pada orang-orang yg berpindah dari agama
kafir ke agama kristen. Pada waktu reformasi katekese mencakup semua orang.
Sebab sebagai “imam” tiap-tiap orang percaya menurut para reformator harus
selengkap dan sebaik mungkin mengetahui kebenaran yg ia percayai.
3. Cara Mempelajari Bahan Katekese.
Dibidang ini reformasi berbeda dengan abad
pertengahan. Dalam abad-abad pertengahan katekese umumnya terdiri dari
menghafal bahan-bahan katekese, tanpa mengetahui artinya. Pada waktu reformasi
hal ini berubah. Para reformator tidak setuju dengan hanya menghafal pertanyaan-pertanyaan
dalam katekismus.[22]
2.6.1.
Marthin
Luther
Bagi Luther Tujuan PAK ada 3 :
1. Untuk
menyadarkan anak-anak dan orang dewasa tentang keadaan mereka yg sebenarnya
bahwa mereka merupakan orang berdosa dan karena itu berbuat dosa (membahas arti
dasah titah dalam katekismusnya baik kecil maupun besar).
2. Mempelajari
Pengakuan Iman Rasuli agar Iman dapat ditanam dalam diri semua pelajar.
3. Agar
para pelajar memahami doa serta segala kehidupan berdosa (Doa Bapa Kami).
4. Agar
pelajar memahami arti sakramen seperti Baptisan dan Perjamuan Kudus.[23]
2.6.2.
Calvin
Pendidikan
Agaman Kristen menurut Calvin adalah Pemupukan akal orang-orang percaya dengan
Firman Allah dibawah bimbingan roh kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yg
dilaksanakan gereja sehingga menimbulkan pertumbuhan rohani yg bersinambung
semakin mendalam melalui pengabdian diri Kepada Yesus Kristus berupa
tindakan-tindakan kasih terhadap sesamanya. Sampai hari ini ajaran Calvin dan
Luther masih masih besar pengaruhnya atas gereja diseluruh dunia. Akan sangat
baik jika semua orang yg bertanggung jawab atas pendidikan anak secara Kristen
ataupun pengetahuan kaum awam di gereja.[24]
Bagi
Calvin, ada 2 tujuan PAK yaitu :
1. Agar
karakter Kristus tampak dalam diri warga gereja sebagai akibat kehidupan mereka
bersama, khususnya kehidupan beribadah dan belajar.
2. Memperlengkapi
warga gereja mengambil keputusan yg bertanggung jawab yg sesuai dengan Alkitab.[25]
2.7.
Jenis-Jenis Kateketika.
2.7.1.
Kateketika
Keluarga.
2.7.1.1. Pengertian Keluarga.
Pada umumnya keluarga memang besar nilainya bagi
manusia jikalau keluarga kukuh dan sehat, masyarakat umum pun turut menjadi
kukuh dan sehat pula. Keluarga itu suatu persekutuan yang terdiri dari
orang-orang yang saling terikat oleh ikatan darah dan perhubungan sosial yang
paling rapat. [26]
Keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh, menyangkut tubuh, akal budi,
hubungan sosial kasih dan rohani dan keluarga merupakan pusat pengembangan
semua aktivitas.[27]
2.7.1.2. Sejarah Kateketika Didalam
Keluarga.
Menurut
kesaksian Perjanjian Lama, Keluarga (= rumahtangga) adalah tempat yang
mula-mula, di mana pendidikan dan bimbingan agama diberikan. Di situ orangtua
sangat berfungsi sebagai pengajar-pengajar (= guru-guru) yang pertama. Pada
waktu-waktu yang tertentu orangtua
terutama ayah sebagai kepala keluarga mengumpulkan anak-anak mereka dan
anak-anak lain ( yang tergolong pada keluarga mereka) untuk memberikan kepada
mereka pengajaran tentang hukum-hukum (= ketetapan-ketetapan) Allah.
Pengajaran
(= pendidikan) dalam keluarga ini adalah bentuk dari pelayanan katekese: pemberitaan tentang perbuatan-perbuatan
Allah yang besar. Oleh
pemberitaan ini umat Allah dibina menjadi umat yang baik, yang taat kepadaNya
dan yang melakukan hukum-hukumNya (= ketetapan-ketetapanNya). Pengajaran itu
berlangsung secara lisan dalam kelurga-keluarga (= rumahtangga-rumahtangga)
Israel.[28]
2.7.1.3. Tujuan Kateketika di Keluarga.
Allah dan jalan keselamatan itu, maupun mengenai
perwujudan kepercayaan itu di dalam hidupkita sehari-hari, dengan sendirinya
dialami anak-anak kita dalam perhubungan rumah tangga.[29]
Dalam kateketika keluarga dapat menjadikan anak-anak serupa dengan Kristus.
Dengan demikian, pertobatan harus menjadi tujuan utama bagi anak-anak. Mereka
tidak dapat bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus jika mereka secara pribadi
tidak memutuskan untuk mengikut Kristus.[30]
2.7.1.4. Peranan Kateketika di Keluarga.
Kepala
keluarga bertanggung jawab mengajarkaan kateketika kepada keluargannya. Hal ini
dapat dilakukan melalui kebaktian keluarga atau retreat keluarga. Kepala keluarga harus dapat
memimpin keluarganya menjadi keluarga kristen yang baik dan menjadi teladan
dalam hidup dan kehidupannya.[31]Ayah
perlu memberi peraturan untuk kehidupan anaknya dengan hikmat dan perlu
dikomunikasikan dengan kasih, agar kehidupan keluarga dapat berjalan dengan
baik. Ibu berperan aktif membantu ayah dalam mendidik anaknya. Ibu memiliki
peranan penting dalam mengembangan kerohanian anak. Ayah dan ibu harus memberi
kesempatan kepada anak-anaknya berbicara. Dari apa yang dikatakan oleh
anak,ayah dan ibu dapat mengetahui permasalahan- permasalahan yang dihadapi
anakdan menolong pemecahanya. Demikian jugamelalui kata-kata anak dapat
diketahui bakat, minat dan tingkat kedewasaan kerohaniannya serta
kepribadiaaanya.[32]
2.7.2.
Katetika
Sekolah.
2.7.2.1. Pengertian Sekolah.
2.7.2.2. Tujuan Kateketika Didalam Sekolah.
Kateketika di sekolah bertujuan untuk mendidik
orang-orang muda supaya mereka dalam hidup mereka dapat bertindak secara
bertanggung jawab menurut firman Allah.Untuk itu harus ada guru- guru yang baik
dan beriman. Maksudnya: guru-guru yang saleh, yang hidupnya dapat menjadi
contoh bagi murid-muridnya. [34]
2.7.2.3. Peranan Kateketika Didalam
Sekolah.
1) Dapat
menyampaikan Injil kepada banyak anak-anak dan pemuda-pemuda yg sukar
dikumpulkan dalam PAK gereja sendiri.
2) Anak-anak
yg menerima PAK disekolah akan merasa bahwa pendidikan umum dan agama itu bukan
dua hal yg tak ada hubungannya, melainkan sebaliknya harus berjalan
bersama-sama.[35]
3) Memberikan
penjelasan yg lebih luas tentang apa yg dipelajari dalam katekese.
4) Mendidik
orang-orang muda supaya mereka dalam hidup mereka dapat bertindak secara
bertanggung jawab menurut Firman Allah.[36]
2.7.3.
Kateketika
Gereja.
2.7.3.1. Pengertian Gereja.
Kata ‘gereja’, melalui kata portugis”igreja”,
berasal dari kata Yunani “ekklesia”. Disamping
itu dalam bahasa Yunani ada suatu kata lain yang berarti “gereja “,
yaitu “kurakion”, (rumah) Tuhan”. Inggeris “ church” dan Belanda “kerk” berasal
dari kata yunani itu. Ekklesia berarti:mereka yang dipanggil.[37]
2.7.3.2. Sejarah Perkembangan Kateketika
Didalam Gereja.
Setelah pembuangan ke Babel hidup keagamaan orang-orang
Yahudi di Palestina dan di luar Palestina berpusat pada rumah-ruamah ibadah.
Rumah- rumah ibadah ini dimaksudkan sebagai “rumah- rumah pengajaran” bagi
rakyat. Maksudnya dimana rakyat diajar dalam pengetahuan tentang Torah (bnd Mzm
74:8 dan Kis15:21)[38] .
Katekes Gereja seperti istilah perjanjian baru sebenarnya tidak dapat kita
terjemahkan dengan “pengajaran Gereja saja. Sebab katekes Gereja juga
mengandung unsur pendidikan, latihan, bimbingan, pemberitaan dan lain-lain[39].
2.7.3.3. Peranan Kateketika dalam Gereja.
Alkitab jelas menyaksikan bahwa orang Kristen tidak
dipanggil menjadi orang kristen saja. Orang-orang percaya dipanggil untuk
bersekutu. Itulah gereja. Dengan demikian, gereja diartikan sebagai persekutuan
orang percaya. Oleh karena itu, gereja sering digambarkan sebagai Tubuh
Kristus. Dalam konsep Gereja sebagai Tubuh Kristus, pendidikan yang
memungkinkan pertumbuhan anggota jemaat secara pribadi dan kelompok perlu
diadakan. Para pakar teologi berpendapat bahwa tugas-tugas gereja dikenal dengan
“ Tri Tugas Gereja”, yaitu persekutuan(koinonia), kesaksian (marturia), dan
pelayanan (diakonia). Gereja berperan penting dalam mengajarkan kateketika.
Gembala sidang betanggung jawab mendewasakan jemaat. Pengajaran kateketika atau
PAK dapat diprogram melalui kebaktian umum, sekolah minggu, bible study, dan
berbagai persekutuan seperti persekutuan kaum muda, kaum wanita, kaum pria. [40]
2.7.3.4. Tujuan Kateketika Gereja.
Pendidikan gereja memberikan
petunjuk Allah dalam hidup mereka. Pendidikan Gereja yang berkaitan dengan
pembangunan masyarakat adalah menolong setiap angggota Gereja memahami
kewajiban mereka dalam masyarakat.[41]
Pelayanan dan tugas gereja terhadap jemaat :
1) Menunjukkan
atau mengangkat pemimpin-pemimpin katekisasi yg memenuhi syarat yg ditetapkan
oleh majelis jemaat .
2) Membangunkan
para orang tua melalui “warta jemaat” atau kunjungan rumah tangga.
3) Mengadakan
pertemuan dengan para orang tua dan pemimpin-pemimpin katekisasi untuk
membicarakan kesulitan-kesulitan yg mereka temui dalam penuaian tugas mereka masing-masing.
4) Melaksanakan
pelaksanaan katekisasi supaya semua berlangsung sesuai apa yg telah
direncanakan.[42]
2.8.Kateketika
Dalam Membangun Kedewasaan
Dalam kateketika membangun ke-Dewasaan terlihat
struktur-struktur sosial yang cenderung untuk meminggirkan bahkan menjauhkan
masyarakat-masyarakat lemah, tetapi yang merupakan mayoritas pemilik dari
kekayaan Alam Indonesia. Ada kesenjangan yang terlalu besar antara yang kaya
dan yang miskin. Hal ini bukan masalah kemasyarakatan dewasa ini, tetapi
masalah penghayatan iman, karena tidak sesuai dengan Semangat Yesus Kristus.
Tidaklah muda untuk melihat kaitan antara iman dan usaha penyelesaian
masalah-masalah tersebut. Hidup beriman sering dikaitkan dengan hidup doa dan
hidup ibadat. Iman lebih dihayati iman yang “Devosional” dari pada iman yang tidak “bertindak” disinilah letak
peranan katekese yakni untuk mengusahakan agar dimensi sosial sungguh disadari
dan dimiliki oleh umat. Dengan kata lain, Katekese
mempunyai tugas untuk membina dan
membantu agar umat memiliki dan menghayati iman yang terlibat dalam masyarakat.[43]
III.
Kesimpulan.
Dari
pemaparan diatas , maka dapat disimpulkan bahwa kateketika sudah ada sejak
zaman perjanjian lama hingga sekarang ini. Kateketika adalah suatu Ilmu yang
didalamnya merupakan suatu pengajaran tentang Allah, dan sekarng banyak
digunakan oleh gereja-gereja di dunia khususnya di Indonesia, agar peserta
katekisasi (katekesan) dapat memahami tentang Allah.
IV.
Daftar
Pustaka.
…..Lembaga
pendidikan Kader GKJ/GKI, Berkumpul di
sekitar Kristus, Yogyakarta: BPK:GM, 1989
Boehlke
Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran
dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1991
Riemer
G.,Ajarlah Mereka,Jakarta:
Litindo,1998
Luther
Martin, Katekismus Besar, Jakarta:
BPK-GM, 2011
Enklaar
E.G. Homrighausen & I.H, Pendidikan
Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2012
Homrighausen
E.G., Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
BPK-GM,1982), 17
Stefanus
Daniel, Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, Bandung: Bina Media Informasi,
2009
Boehlke
Robeth. R., Sejarah Perkembangan Pikiran
dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai IG, Jakarta:BPK GM, 1998
Abineno
J.L.CH., sekitar katekese Gerejawi,
Jakarta: BPK GM, 2005
Kristianto
Paulus Lilik, Pendidikan Agama Kristen, Yogyakarta:
ANDI, 2008
GP
Harianto, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan
Masa Kini, Yogyakarta: ANDI,2012
End Th Van Den, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM,1993
Lalu Yosef, Katekese Umat, Jakarta: Pertemuan Komisi
Kateketik Keuskupan Se-Indonesia, 1997
[1] Lembaga pendidikan Kader
GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus,
(Yogyakarta: BPK:GM, 1989),9
[2] Daniel Stefanus, Sejarah Tokoh-tokoh Besar PAK, (Bandung:
BMI,2009),30
[3] Lembaga pendidikan Kader
GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus,
(Yogyakarta: BPK:GM, 1989),20
[4] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 18-35
[5] G. Riemer,Ajarlah Mereka,(Jakarta: Litindo,1998), 135-145
[6] Martin Luther, Katekismus Besar, (Jakarta: BPK-GM,
2011), 1-3
[7] E.G. Homrighausen & I.H
Enklaar, Pendidikan Agama Kristen,
(Jakarta: BPK-GM, 2012), 109-110
[8] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1991), 57-61
[9] Daniel Stefanus, Sejarah Tokoh-tokoh Besar PAK, (Bandung:
BMI,2009),9
[10] E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
BPK-GM,1982), 17
[11] Lembaga pendidikan Kader
GKJ/GKI, Berkumpul di sekitar Kristus,
(Yogyakarta: BPK:GM, 1989), 26
[12] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 62-64.
[13] Daniel Stefanus, Sejarah PAK, Tokoh-Tokoh Besar PAK (Bandung:
Bina Media Informasi,2009), 7-8.
[14] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 66-70.
[15] E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: ),
17.
[16] Robert R. Boehlke,
Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (Jakarta:
BPK Gunung Mulia,1991), 65-66.
[17] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
(Jakarta: BPK Gunung Mulia,1991), 71-76.
[18]
G. Riemer,Ajarlah Mereka,(Jakarta:
Litindo,1998), 71
[19] E.G. Homrighausen & I.H
Enklaar, Pendidikan Agama Kristen,
(Jakarta: BPK-GM, 2012), 107-108
[20] Daniel Stefanus, Sejarah
PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK, (Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 73
[21] Robeth. R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen: Dari
Plato Sampai IG, (Jakarta:BPK GM, 1998), 308
[22] J.L.CH.Abineno, sekitar katekese Gerejawi, (Jakarta: BPK
GM,2005) 39-46.
[23]Daniel Stefanus, Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK,
(Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 73-74.
[24] G. Riemer,Ajarlah Mereka,(Jakarta: Litindo,1998), 91
[25] Daniel Stefanus, Sejarah PAK TOKOH-TOKOH BESAR PAK,
(Bandung: Bina Media Informasi, 2009), 79
[33] https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah, diakses pada hari senin, 8 maret 2018
Pukul 13.00
[37] Th Van Den End, Harta Dalam Bejana, ( Jakarta:
BPK-GM,1993), 7
[38] J.L.Ch.Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, (Jakarta:
BPK-GM, 2002),72
[39] J.L.Ch.Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, (Jakarta:
BPK-GM, 2002),67
[40] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa
Kini,(Yogyakarta: ANDI,2012), 67-68
[41] Harianto GP, PAK dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa
Kini,(Yogyakarta: ANDI,2012), 77
[42] J.L.Ch.Abineno, Sekitar Katekese Gerejawi, (Jakarta:
BPK-GM, 2002), 102-103
[43] Yosef Lalu, Katekese Umat, (Jakarta: Pertemuan Komisi Kateketik Keuskupan
Se-Indonesia, 1997
I.
No comments:
Post a Comment