Ambrosius & Agustinus

Ambrosius & Agustinus

I.                 Pendahuluan
Pada abad ke-IV mulai nyata perbedaan-perbedaan diantara corak-corak Gereja yang berada di bagian Barat kekaisaran Romawi dan di bagian Timur, perkembangan ini mengakibatkan adanya perpecahan antara dua Gereja itu. Hal ini juga mengakibatkan perbedaan aliran Teologi dalam Gereja, sehingga muncullah berbagai tokoh-tokoh yang memunculkan pemikiran-pemikirannya masing-masing. Di antara tokoh-tokoh yang memunculkan pemikiran-pemikirannya, Ambrosius dan Augustinus adalah tokoh yang jauh lebih besar dalam pemikiran-pemikirannya tentang Gereja Negara. Pada sajian ini akan dijelaskan tentang Ambrosius dan Augustinus serta pemikiran-pemikirannya tentang Gereja Negara.

II.               I.Pembahasan
2.1.     Ambrosius
2.1.1.      Biografi
Ambrosius (340-397) adalah salah seorang bapa Gereja Barat (Latin) yang terkenal[1] yang dulunya seorang bangsawan Romawi. Sejak masa mudanya (370) ia telah menjabat sebagai wali negeri (gubernur) di kota Milano, Italia Utara.[2] Ia memerintah provinsi Italia Utara yang wilayahnya meliputi daerah-daerah Liguria dan Emilia dengan ibu kota Milano.[3]Ia adalah seorang yang berkepribadian tenang, cendikiawan, diplomat dan orator yang bersemangat.[4]
Ambrosius dilahirkan di Treves[5], daerah Rhein pada tahun 340. Ayahnya bernama Aurelius Ambrosius, seorang prefek (gubernur atau kepala daerah) di Gaul, Prancis Selatan. Sesudah ayahnya meninggal ibunya kembali ke Roma bersama dua orang saudaranya, yaitu Marselina dan Satyrus.[6] Ia adalah seorang Kristen, namun belum dibaptis.[7]Baptisannya ditunda sesuai dengan kebiaasaan pada masa itu[8].[9]
Pada sekitar tahu 373 di Milano seorang Uskup yang bernama Auxentius meninggal dunia, sehingga umat harus memilih uskup baru.[10] Pada saat jemaat berkumpul untuk memilih uskup, ternyata dalam tubuh umat tidak ada kesepakatan mengenai siapakah yang menjadi uskup. Hal ini mengakibatkan adanya perselisihan dan kegaduhan dalam jemaat.[11] Sebagai seorang pemimpin tentulah Ambrosius ingin membantu menyelesaikan perkara ataupun keributan yang terjadi dalam jemaat.[12] Ambrosius masuk ke dalam Gereja dengan maksud dapat membantu jemaat untuk memulihkan perdamaian. Pada saat Ambrosius telah berada dalam Gereja, tiba-tiba ada seorang anak kecil berteriak dengan suara yang sangat keras, anak itu berkata: “Ambrosius uskup, Ambrosius uskup.” Perkataan anak itu membuat semua orang terkejut. Jemaat percaya dan memandang bahwa Roh Kudus telah berbicara lewat anak kecil itu. Tentu hal ini bukanlah hal yang biasa, di mana anak kecil bisa berkata demikian di tengah perkumpulan jemaat yang tergolong dewasa, sehingga jemaat percaya bahwa kejadian itu adalah petunjuk dari Roh Kudus. Maka sesuai dengan hal itu dipilihlah Ambrosius secara aklamasi[13] sebagai uskup Milano. Namun Ambrosius belum dipersiapkan untuk memangku jabatan Gereja yang kudus dan mulia itu, sebab dia belum dibaptis. Persetujuan kaisar diperlukan supaya ia dapat menjadi uskup. Kaisar Valentinianus tidak keberatan akan hal itu, sehingga ia boleh menjadi uskup. Maka ia segera dibaptis dan diurapi/ ditahbiskan menjadi uskup Milano pada 7 Desember 374.[14] Panggilan Gereja ini, jabatan duniawinya ia tinggalkan dan melayani sebagai uskup.[15]
Ambrosius mengabdikan diri sepenuhnya kepada tugasnya yang baru dan menjadi pemimpin Gereja Barat yang terbesar pada abad ke-4.[16]Ia mempelajari Kitab Suci dan para Bapa Gereja dengan tidak henti-hentinya dan iapun mulai berkhotbah setiap hari Minggu. Ia juga adalah seorang orator yang baik dan kata-katanya menyentuh lebih dalam. Seseorang yang hidup pada zamannya, Basilius dari Kaisarea menggambarkan Ambrosius sebagai “seorang terpelajar yang istimewa, keturunan tersohor, mulia dalam hidupnya dan mempunyai kemampuan berpidato yang cukup mengagumkan semua orang.[17]
Pada abad ke-4 Milano menjadi kediaman kaisar-kaisar Romawi Barat. Karena itu, Ambrosius bukan saja uskup metropolitan Milano, melainkan juga sebagai penasehat keluarga kaisar. Pengaruhnya dalam masalah-masalah kegerejaan dan kekaisaran melebihi pengaruh uskup Roma. Ia sangat berjuang keras untuk mempertahankan hak-hak dan kewajiban di hadapan kaisar, ia bermaksud untuk menjadikan para kaisar menjadi pembela atas Gereja.[18] Pada zaman Ambrosius jugalah agama Kristen diakui dan dijadikan menjadi Gereja Negara. Pada masa itu (380) kaisar Theodosius mengeluarkan edikt. Dalam edikt Theodosius, agama Kristen dijadikan agama negara.[19] Hal ini membuktikan bahwa Ambrosius sangat gigih dalam tugasnya sebagai uskup dan kedekatannya dengan kaisar memuluskan jalan bagi keberadaan Gereja.
Pada tahun 397 Ambrosius jatuh sakit. Dan akhirnya meninggal pada 4 April 397, setelah ia menerima sakramen yang terkakhir. Jenazahnya dikuburkan dalam Gereja yang sekarang dikenal dengan nama Gereja St. Ambrogio di Milano.

2.1.2.      Karya-karya Ambrosius
Ambrosius sebagai uskup yang berpengaruh dan sangat disegani pada masa itu. Dalam beberapa kasus ia dapat menyelesaikan perkara-perkara dan para kaisar tunduk akan perintahnya.
2.1.2.1.               Suratnya kepada Theodosius Agung (Gereja di Atas Kaisar)
Suatu hari pada tahun 390, terjadi suatu peristiwa huru-hara di kota Tesalonika yang mengakibatkan terbunuhnya panglima kota itu.[20] Theodosius mengirimkan sejumlah tentara ke Tesalonika dan ia memerintahkan agar para tentara itu mengumpulkan mereka (masyarakat sekitar) dalam sebuah gelanggang seolah-olah mereka (masyarakat Tesalonika) akan menonton sebuah pertunjukan.[21] Rakyat pun disuruh oleh para tentara itu masuk ke dalam gelanggang dan secara tiba-tiba para tentara menyerbu dan membunuh mereka secara bengis dan membabi buta sesuai dengan perintah kaisar. Insiden ini mengakibatkan setidaknya 7000 orang yang tidak berdosa dan yang tidak tahu apa-apa terbunuh.[22]
Theodosius adalah anggota jemaat Ambrosius[23] dan memiliki hubungan yang erat dengan Kaisar Theodosius.[24] Kejadian ini diketahui oleh Ambrosius dan dia amat kecewa mendengar peristiwa itu.[25] Sekalipun mereka sangat dekat, namun Ambrosius  tetap mengecam kebijakan kaisar itu yang berlawanan dengan kehendak Allah. Karena hal itu Ambrosius sebagai uskup tidak mengizinkan kaisar untuk ikut dalam perjamuan kudus. Lalu Teodosius ditegur dengan keras oleh Ambrosius melalui sebuah surat dan berpesan untuk menyesali perbuatannya itu. Surat Ambrosius kepada kaisar berbunyi seperti ini:
Bahwa Tuanku bergairah untuk iman, tidak dapat saya sangkal. Bahwa, Tuanku takut akan Allah, tidak saya pungkiri; tetapi Tuanku mempunyai watak yang bernafsu yang, jika seseorang berusaha untuk meredakannya, dengan cepat tuanku balikkan ke belas kasihan, tetapi yang, jika seseorang merangsangnya, tuanku bangkitkan lebih hebat lagi, sehingga tuanku hampir-hampir tidak dapat menahannya.Di kota Tesalonika telah terjadi sesuatu yang tidak ada taranya dalam ingatan, sesuatu yang tidak sempat saya cegah. Tidak ada orang yang tidak meratapinya. Apakah tuanku malu, hai kaisar, untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Daud? (yaitu menunjukkan penyesalan, bnd. 2 Samuel 12). Sebab, kalau tuanku mengatakan, “saya telah berdosa terhadap Tuhan,” maka akan dikatakan juga terhadap tuanku, “karena Tuanku telah menyesal, maka Tuhan mengampuni dosa tuanku.”Hal-hal ini saya tulis, bukan untuk mempermalukan Tuanku, tetapi supaya contoh dari raja ini (Daud) mendorong tuanku untuk membuang dosa itu dari kerajaan tuanku. Biarpun dalam segala hal lainnya memang saya berhutang budi pada kebaikan hati Tuanku, tetapi saya takut: saya tidak berani mempersembahkan korban Ekaristi kalau tuanku mau hadir.[26]
Theodosius sebagai seorang yang Kristen yang ikhlas mengucapkan penyesalannya di hadapan umum, lalu hukuman disiplin Gereja dibatalkan.[27] Sejak saat itu hubungan Theodosius dengan Ambrosius menjadi baik sekali. Theodosius berkata bahwa baru sekarang ia menemukan seorang yang menyatakan kepadanya kebenaran dan hanya Ambrosius yang layak menjadi uskup.[28]
Bagi Ambrosius, kaisar dan pemerintah adalah “prajurit Allah”, yang harus bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Jika mereka (kaisar atau pemerintah) berbuat dosa, walau dalam kebijakan politis sekalipun, mereka akan terkena hukuman disiplin Gereja, sama seperti anggota jemaat lainnya.[29] Ambrosius juga berkata bahwa Gereja adalah milik Allah, oleh sebab itu tidak dibenarkan untuk diberikan kepada kaisar. Ia menyampaikan hal itu dengan penuh hormat kepada kaisar. Ia berkata, apakah yang lebih terhormat bagi kaisar daripada disebut sebagai anak Gereja? Karena kaisar adalah di dalam Gereja bukan diatasnya.[30]

2.1.2.2.               Ambrosius Menentang Ratu
Suatu mezbah kafir serta dewi kemenangan Victoria dikeluarkan dari gedung senat Roma karena pengaruh dari Ambrosius.Pemimpin-pemimpin agama Roma Kuno tidak senang dengan tidakan itu.[31] Dua tahun kemudian pada tahun 384, seorang ahli retorika terkemuka, penganut neo-platonisme bernama Symmachus menyampaikan sebuah petisi kepada kaisar Valentinus yang baru diangkat, agar altar Victoria dikembalikan ke dalam gedung senat. Ia menganjurkan toleransi yang lebih besar terhadap kaum kafir dan pengembalian patung Victoria. Kaisar cenderung untuk menyetujui, tetapi Ambrosius menulis kepadanya dan secara tegas menyatakan bahwa orang Kristen tidak boleh menyokong kekafiran.[32] Suratnya berisi demikian:
Semua orang yang hidup di bawah pemerintahan Roma melayani engkau. Engkau adalah Kaisar dan raja di atas dunia. Namun dirimu sendiri harus melayani Allah yang maha tinggi dan iman yang kudus. Saya heran bagaimana terjadi dalam pikiran sementara orang bahwa engkau akan memperbolehkan membagun kembali ilah-ilah kafir.[33]
Pada tahun 383 Gratianus dibunuh di Lyons oleh Magnus Maximus, komandan tentara Romawi di Inggris. Selama beberapa tahun Maximus berkuasa di Gaul, sedangkan Valentianus II, adik Gratianus, memerintah di Milano. Valentianus baru berumur 12 tahun sehingga roda pemerintahan dikuasai oleh ibunya, Yustina. Yustina adalah seorang yang bersimpati kepada golongan Arianisme[34]. Golongan Arianisme meminta kepada Ratu agar diberikan bagi mereka tempat untuk beribadah, yaitu sebuah gedung Gereja di pinggir kota.[35] Pada tahun 385 dan 386 ada usaha yang dilakukan oleh pihak istana untuk memaksa Ambrosius menyerahkan salah satu Gereja untuk digunakan oleh kaum Arianisme tersebut, tetapi Ambrosius menolak hal itu. Barang kepunyaan Allah termasuk Gereja harus diserahkan kepada Allah, bukan kepada kaisar.[36] Prajurit-prajurit mengepung sebuah katedral di Milan. Ratu Yustina memerintahkan Ambrosius untuk melepaskan kendali atas gedung Gereja tersebut, namun ia menolak hal itu. banyak orang mengira bahwa akan ada suatu pembantaian umat yang berada di gedung Katedral itu, namun orang-orang yang berada di luar Gereja mendengar mazmur yang berkumandang lewat udara. Kemudian pasukan pun bubar. Tidak seorangpun yang mengetahui sebabnya. Ada yang berspekulasi bahwa mungkin Ambrosius berhasil mengirim berita itu kepada Theodosius, yang memerintah bagian Timur. Atau Yustina hanya menggertak saja. Walau bagaimanapun, Ambrosius berani menghadapi sidang kerajaan itu dan menang.[37]

2.2.  Augustinus
3.2.1.      Biografi
Augustinus adalah seorang bapa Gereja yang pandangan-pandangan Teologinya sangat berpengaruh dalam Gereja Barat. Ia dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara. Ayahnya bernama Partricius seorang kafir dan ibunya bernama Monica seorang ibu yang saleh dan penuh kasih[38] dan seorang kristen yang sangat saleh.[39] Augustinus memulai pendidikannya di kota kelahirannya Tagaste dan kemudian belajar retorika[40] dan filsafat di Kartago pada usia 16 tahun.[41] Pada zaman itu, ilmu pidato merupakan mata pelajaran yang pokok di setiap sekolah. Orang yang fasih berbicara akan lebih mudah memperoleh jabatan tinggi dalam pemerintahan.[42] Ia adalah seorang yang rajin belajar dan sangat pintar namun, ia hidup dalam dunia percabulan karenanya 2 tahun kemudian ia mendapat seorang anak dari seorang gadis yang tingal bersamanya selama 14 tahun.[43]Ia menamai anaknya itu Adeodatus. Namun, ia tidak menyukai untuk mengenang masa-masa ketika dia berada di Kartago hal ini dibuktikan lewat komentar yang ia bubuhkan dalam bukunya confessions (pengakuan), ia berkata sebagai berikut, “Aku datang ke Kartago, tempat aku tercebur ke dalam kancah nafsu yang membara”.[44]
Augustinus mengalami pergumulan yang hebat, yaitu keinginannya untuk mencari kebenaran yang sejati, yang memberikan kepadanya kedamaian hidup.[45] Ia menyelidiki ajaran Manicheisme.[46] Manicheisme adalah agama persia denga dua prinsip atau dewa utama: yaitu terang dan kegelapan. Kedua hal ini senantiasa bertentangan. Alam kelihatan berasal dari kegelapan, sedangkan jiwa manusia adalah hasil terang. Teori ini menjelaskan asal usul kejahatan. Ia juga diapakai untuk membebaskan kita dari tanggung jawab atas kejahatan kita (yang adalah hasil kegelapan).[47] 9 tahun lamanya ia menjadi anggota bidat manicheisme tetapi akhirnya ia meninggalkan sekte itu karena akal budi dan hatinya tidak dipuaskan oleh ajaran itu.[48] Augustinus akhirnya insyaf bahwa, disamping banyak menjawab persoalan, manicheisme juga banyak menciptakan problem baru; lalu ia mencari-cari kebenaran ke tempat yang lain.[49]Ibunya, Monnica sangat sedih karena kelakuan anaknya itu. Ia senantiasa berdoa dengan bercucuran air mata agar anaknya bertobat dari jalan yang sesat itu. Monnica berkali-kali mengunjungi uskupnya untuk meminta nasihat. Sang uskup menghibur Monnica dengan kata-kata, “anak yang didoakan dengan banyak air mata mustahil ia binasa”.[50]
Pada tahun 382, Augustinus berangkat ke Roma. Di sana ia membuka sekolah retorika, namun sekolahnya itu dipindahkan ke Milano. Di Milano ia berpindah ke aliran Neo-Platonisme.[51] Dalam aliran ini ia mendapatkan jawaban yang lebih memuaskan atas masalah kejahatan. Kejahatan bukanlah prinsip yang positif, lepas dari Allah. Kejahatan bukan sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan kekurangan atau tidak adanya kebaikan. Atau dapat dikatakan bahwa kejahatan itu menjadi parasit dari kebaikan. Kejahatan adalah sesuatu yang tadinya baik tetapi sekarang telah rusak. Nafsu, misalnya, adalah cinta yang salah arah.[52] Tetapi aliran ini pun gagal memuskan hasratnya akan kebenaran sejati.[53]
Pada saat sekolahnya telah dipindahkan ke Milan (382), di sanalah doa ibunya terkabulkan. Ia bertemu dengan Ambrosius yang terkenal dengan kemampuannya berkhotbah dengan mempergunakan bahasa yang menarik hati.[54]Perkenalannya dengan Uskup Ambrosius menyadarkannya bahwa tidak semua orang Kristen berpikiran bodoh, seperti yang telah ia katakan sebelumnya, bahwa Kristen itu adalah agama bagi orang-orang bodoh, namun ia mendapati Ambrosius adalah seorang yang cerdas.[55] Sejak itu Augustinus menjadi sering masuk ke Gereja dan mendengarkan khotbah-khotbah  Ambrosius. Dari khotbah-khotbah Ambrosius, Augustinus melihat keindahan dalam Kitab Suci. Ia menemukan jawaban-jawaban yang memuaskan hatinya.[56] Di bawah pengaruh Ambrosius, Augustinus ditantang untuk mawas diri dengan akibat bahwa ia jijik akan hawa-nafsunya beserta ketidakmampuannya mengendalikannya. Pada puncak pergumulan pribadi Augustinus, ia mengundurkan diri dari kelompok kawan-kawannya dan mencari tempat yang sunyi di suatu taman, peristiwa ini terjadi pada bulan Agustus 386[57]. Di situlah ia diperintahkan oleh suara untuk membaca. Tetapi taman bukanlah perpustakaan! Apakah yang harus ia lakukan? Tidak jauh dari tempat itu, matanya melihat surat Paulus kepada jemaat di Roma. Tangannya menjangkau dan memegang lembar-lembar surat itu. diluar kemauannya ia membaca Roma 13:13-14, yang berbunyi:
Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.[58]
Augustinus meyakini bahwa suara itu adalah suara Roh Kudus sehingga ia mengalami pertobatan. Menjelang Augustinus dibaptis pada hari Minggu Paskah tanggal 25 April 387[59] di Milano, bersama dengan ibunya, Adeodatus dengan beberapa sahabatnya, ia bersemedi di Cassciacum, dekat Milano. Ibunya sangat senang dengan pertobatan anaknya itu. Augustinus dibaptis oleh Uskup Ambrosius bersama-sama dengan anaknya, Adeodotus dan beserta dengan sahabatnya, Alypius dan Evodius.[60] Pada saat itu Augustinus berusia 33 tahun dan hawa-nafsunya dikalahkannya dan ia mengayunkan langkah pertamadalam panggilan hidupnya sebagai pemimpin Gereja, teolog termashyur, guru dan pengarang.[61] Sesudah pertobatan dan pembaptisannya, Augustinus memutuskan hubungannya dengan dunia. Harta miliknya dijualnya dan dibagi-bagikannya kepada orang-orang miskin. Ia ingin melayani Kristus sampai dengan ajalnya. Kemudian Augustinus bersama-sama anak dan ibunya bersiap-siap untuk kembali ke Afrika. Namun sayang, ibunya meninggal di kota pelabuhan Ostia sementara menunggu kapal yang akan membawa mereka ke negerinya. Augustinus menguburkan ibunya yang sangat ia kasihi di Ostia sesuai dengan permintaan ibunya, menjelang kematiannya, sebagai berikut:
“ Kuburkanlah aku di mana saja dan janganlah dirimu susah karenanya; hanya satu perkara  aku mohon, yaitu doakanlah aku di altar Allah di mana pun engkau berada.”
Lalu Augustinus bersama Adeodatus dan kedua temannya berangkat ke Tagaste.[62]
Cita-cita Augustinus selanjutnya adalah hidup sebagai seorang biarawan. Pada tahun 388 ia bersama-sama dengan Alypius dan Evodius membentuk suatu semi Biara di Tagaste. Anaknya, Adeodatus meninggal dunia di Tagaste pada tahun 390[63] pada usianya yang hanya 18 tahun.[64]Pada tahun 391 Agustinus berkunjung ke Hippo Regius. Umat di Hippo Regiusmeminta agar Augustinus ditahbiskan menjadi presbiter[65] untuk membantu Uskup Valerius yang sulit berkhotbah dalam bahasa Latin. Kemudian pada tahun 396 Uskup Valerius meninggal dunia dan Augustinus ditahbiskan sebagai uskup Hippo Regius sebagai pengganti Valerius. Cita-citanya untuk hidup dengan damai dalam biara terpaksa ditinggalkannya. Ia menjadi uskup Hippo Regius sampai pada saat ia meninggal pada 29 Agustus 430, ketika bangsa suku Vandal mengepung Hippo Regius.[66]

3.2.2.      Pandangan Augutinus mengenai Gereja dan Negara
Pikiran Augustinus mengenai hubungan antara Gereja dengan Negara ia paparkan dalam kitabnya yang besar dan sanga mashyur, yakni “negara Allah” (“De Civitate Dei”). Alasan ia mulai mengarang kitab ini ialah Gereja sangat dipersalahkan oleh orang kafir pada waktu itu. kata mereka:
Yang menyebabkan negara Roma dikalahkan oleh musuh (yaitu oleh Alarik, raja bangsa Got Barat pada tahun 410), tak lain daripada agama Kristen, yang sudah menghalaukan dewa-dewa Negara. Sekarang Dewa-dewa itu menghukum mereka sekalian.
Augustinus menolak serangan ini. Kitabnya ia tulis sebagai apologia untuk membela Gerejanya. Di dalamnya ia menggambarkan kedua kerajaan besar yang sama-sama bertentangan satu sama lain, yakni kerajaan sorga dan kerajaan bumi; atau kerajaan Tuhan dengan kerajaan bumi, terang dan kegelapan, kerendahan dan kecongkakan, kesucian dan kedurhakaan. Kerajaan yang pertama nampak di dalam Gereja Kristen dan kerajaan yang kedua dalam kerajaan-kerajaan dunia ini, teristimewa dalam kekaiasaran Romawi. Segala kerajaan ini yang berdasarkan dosa dan cinta diri, dan yang tak lain dari “gerombolan perampok” saja, harus binasa satu persatu; tetapi kerajaan Tuhan atau negara Allah tidak dapat diruntuhkan. Warga kerajaan itu adalah orang-orang musyafir, yang berjalan ke Sorga, tanah-airnya, tempat keselamatan yang kekal. Akan tetapi kerjaan dunia boleh berguna juga, yaitu jikalau negara dunia itu mau melayani Gereja, sabil memelihara kebenaran dan keamanan di bumi ini seberapa mungkin. Hal itu boleh diarapkan daripadanya apabilanegara menaklukkan dirinya kepada agama yang benar. Pada abad-abad pertengahan paus-paus memakai pandangan-pandangan Augustinus ini sebagai dasar tuntutannya untuk memerintahi kaisar dan negara dalam kitab ini Augustinus menguraikan juga soal kerajaan 1000 tahun yang terbaca dalam Wahyu 20. Origenes serta pengikutnya tak percaya akan nubuat itu, tetapi kebanyakan orang kristen pada zaman itu berharapkan pemerintahan Kristus di bumi ini selama 1000 tahun dimana umatnya akan merasai kesentosaan dan kebahagiaan yang tidak terkatakan. Tafsiran Augustinus lain sekali. Ia mengajarkan bahwa kerajaan itu sudah mulai dengan kebangkitan Tuhan Yesus dan dengan kelahiran Gereja. Orang-orang kudus yang duduk di atas takhta dengan memegang kuasa rohani itu ialah uskup-uskup yang memimpin Gereja beserta dengan Tuhan (Wahyu 20 : 4 dan 6).[67]
III.            Kesimpulan
Ambrosius dan Agustinus adalah dua tokoh/ bapa Gereja yang sangat berpengaruh dalam sejarah Gereja. Mereka memiliki pemahaman  Teologi yang hingga saat ini mempengaruhi perkembangan Gereja. Pemahaman mereka akan Gereja Negara menjadi tolak ukur bagi Gereja saat ini dalam keberadaan Gereja di tengah-tengah Negara.
Ambrosius terkenal dengan kedekatannya dengan Kaisar dan para Kaisar juga mendengarkan nasihat-nasihatnya. Ia juga terkenal dengan kecakapannya dalam berkhotbah, sehingga membuat orang yang mendengarkannya terasa damai. Semasa hidupnya ia benar-benar mengabdikan dirinya bagi Gereja dan menolak segala paham-paham kafir yang mengancam kehidupan Gereja.
Augustinus pada masa mudanya memiliki jalan Kehidupan yang buruk, namun ternyata Tuhan memiliki jalan kehidupan baru baginya, ia dipilih Tuhan sebagai hamba-Nya. Dan jalan Kehidupan baru inipun ia jalani dengan penuh pengorbanan. Ia mengabdikan hidupnya kepada Tuhan. Pada masa mudanya ia dikenal sebagai orang yang suka berkelana, karena ia selalu pergi kemanapun untuk mencari kebenaran. Karena hal itu ia dijuluki sebagai orang yang suka berkelana.


IV.           Daftar Pustaka

(2017, Februari 18). Retrieved from Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus versi online/ daring (dalam jaringan): http://kbbi.web.id/aklamasi
Berkhof, H. (2015). Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar. Jakarta: Gunung Mulia.
Boehlke, R. R. (2009). Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai Ignatius Loyola. Jakarta: Gunung Mulia.
Curtis, A. K., Lang, J. S., & Petersen, R. (2015). 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, diterjemahkan oleh A. Ranjendran. Jakarta: Gunung Mulia.
End, T. V. (2016). Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: Gunung Mulia.
Jonge, C. d. (2015). Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia.
Lane, T. (2015). Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy. Jakarta: Gunung Mulia.
Meliala, S. J., & Tarigan, B. B. (2016). Presbiterial Sinodal: Kajian Historis Tentang Sistem Pemerintahan Gereja Presbiterial Sinodal dan Pelaksanaannya di GBKP (1941-2015) Serta Revitalisasinya Bagi GBKP Masa Kini. Jakarta: Praninta Aksara.
Situmorang, J. T. (2014). Sejarah Gereja Umum: Perjalanan jemaat Mula-mula, Ortodoks, Katolik, Pentakosta, dan Kharismatik. Yogyakarta: Andi.
Trier. (2017, Februari 17). Retrieved from Wikipedia bahasa Indonesia: https://id.wikipedia.org/wiki/Trier
Wellem, F. D. (2006). Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia.
Wellem, F. D. (2011). Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia.



[1]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 2
[2]H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 61
[3]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, 3
[4]Ibid, 2-3
[5]Treves = Trier (bahasa Latin: Augusta Treverorum, bahasa Perancis: Trèves, bahasa Luksemburg: Tréier) merupakan kota yang terletak di sebelahbarat Jerman, negarabagianRheinland-Pfalz, Jerman. (Trier, Dari Wikipedia bahasa Indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/Trier dikutip pada 17 Februari 2016 pukul 18.09).
[6]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, 3
[7]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 77
[8]Dalam ibadah Gereja Lama (251) orang yang lahir dalam keluarga Kristen akan segera dibawa oleh orang tua mereka ke dalam Gereja untuk segera dibaptis. Jemaat mula-mula meyakini bahwa baptisan membersihkan orang dari dosa yang telah dilakukannya. Kalau seorang yang belum dibaptis meninggal dunia, maka ia tidak akan masuk Sorga, namun apabila telah dibaptis, maka akan masuk Sorga. Apabila setelah dibaptis, berbuat dosa berat lagi maka ia tidak akan diperbolehkan untuk mengikuti perjamuan kudus. Orang yang berbuat dosa berat, akan ditempatkan di bagian belakang sekali, sehingga semua orang dapat melihat keadaannya, hal inilah yang disebut sebagai masa penyesalan. Masa penyesalan ini hanya diberikan satu kali kesempatan saja, apabila berbuat dosa yang berat lagi, maka akan dikeluarkan dari Gereja. Karena hal itulah banyak orang yang sudah masuk Kristen menunda pembaptisannya sampai saat mereka hendak meninggal dunia. Karena dengan demikian segala dosanya akan dihapuskan dan mereka tidak lagi kehilangan anugerah yang satu kali itu disampaikan lewat baptisan. (Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, 60-61). Pada saat masa kepemimpinannyapun ia hanya masih menjadi seorang Katekumen. Lagipula pada saat itu ia tengah menjabat sebagai Gubernur, yang terkadang perlu untuk menjatuhkan hukuman mati, sesuai dengan kebiasaan pada masa itu (abad ke-4 M). (Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 34).
[9]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, 3
[10]Ibid
[11]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, 77
[12]A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, diterjemahkan oleh A. Ranjendran, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 24
[13]Pernyataansetujusecaralisandariseluruhpesertarapatdansebagainyaterhadapsuatuusultanpamelaluipemungutansuara. (Diambil dari KamusBesar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamusversi online/daring (dalamjaringan), http://kbbi.web.id/aklamasi pada 18 Feb. 17 pukul 11.03)
[14]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, 3
[15]H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar, 61
[16]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy, 34
[17]A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, diterjemahkan oleh A. Ranjendran, 24-25
[18]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, 3
[19]Christiaan de Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 57
[20]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, 77-78
[21]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, 4
[22]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, 78
[23]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy, 35
[24]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, 4
[25]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, 78
[26]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, 84
[27]Ibid, 78
[28]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, 4
[29]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, 78
[30]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, 35
[31]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja, 3
[32]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy,35
[33]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja,3
[34]AjaransesatdalamGereja yang munculpadaabad ke-4. Ajaransesatinidipeloporidandipimpinoleh Arius. Arianismemengajarkanbahwaanak Allah tidakkekalkarenaiadiciptakanoleh Allah Bapa. Iaadalahmahluk yang dapatberubah sehinggadapatbinasasertaberdosa. Kemuliaan-Nya sebagaiAnak Allah dikaruniakanoleh Allah Bapakarenakesetiann-Nya dalammelaksanakankehendak Allah Bapa. Arianismedikutuksebagaiajaransesatdalamsinode di Aleksandriatahun 320 dankemudiandalamkonsiliNiceatahun 325. WalaupunArianismedikutuksebagaiajaransesat, namunsikapkaisar Roma selaluberubah. Kadang-kadangArianismedibelaolehpemerintahdankadang-kadangarianismedihambat. bahkan Arius sendirisempatdipulihkankembalidalamjabatankeuskupannya, namuntiba-tibaiameninggal. ArianismemendirikanGerejasendiri di sampingGerejaresmi. AliraninigiatmemberitakanInjil di kalangansukubangsa Got sehinggamerekamenjadi orang Kristen Arian. Arianismehilangpadaabad ke-5.(F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 28)
[35]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja,3-4
[36]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy,35
[37]A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, diterjemahkan oleh A. Ranjendran, 24-25
[38]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja,23
[39]H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar,62
[40]Pengacara atau Advokat.
[41]H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar,62
[42]Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana: Sejarah Gereja ringkas,79
[43]H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar, 62
[44]A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang dan Randy Peterson, 100 peristiwa penting dalam sejarah Kristen, 26
[45]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja,24
[46]H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar,62
[47]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy,39
[48]H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar,62
[49]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy,39
[50]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja,24
[51]Ibid
[52]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy,39
[53]A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, diterjemahkan oleh A. Ranjendran, 26
[54]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja,24
[55]A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, diterjemahkan oleh A. Ranjendran, 26
[56]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja,24
[57]Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, diterjemahkan oleh Conny Item-Corputy,39
[58]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai Ignatius Loyola, (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), 122-123
[59]Ibid
[60]F. D. Wellem Riwayat hidup singkat tokoh-tokoh dalam sejarah Gereja,24
[61]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai Ignatius Loyola,123
[62]F. D. Wellem Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja,24
[63]Jonar T. H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum: Perjalanan jemaat Mula-mula, Ortodoks, Katolik, Pentakosta, dan Kharismatik, (Yogyakarta: Andi, 2014), 205
[64]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai Ignatius Loyola,123
[65]Istilah Presbiter berasal dari bahasa Yunani presbuteros yang berarti “penatua”. Dalam pemerintahan Gereja sistem Presbiter, setiap Gereja lokal adalah independen satu dengan dan dari yang lain, tetapi mereka diikat oleh suatu “Ketentuan Normatif yang sama dan pengakuan iman yang sama.” (S. Jonathan Meliala dan Berthalyna Br. Tarigan, Presbiterial Sinodal: Kajian Historis Tentang Sistem Pemerintahan Gereja Presbiterial Sinodal dan Pelaksanaannya di GBKP (1941-2015) Serta Revitalisasinya Bagi GBKP Masa Kini, (Jakarta: Praninta Aksara, 2016), 3)
[66]Jonar T. H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum: Perjalanan jemaat Mula-mula, Ortodoks, Katolik, Pentakosta, dan Kharismatik,205
[67]H. Berkhof, Sejarah Gereja, disadur untuk Indonesia oleh I. H. Enklaar,71
Share:

2 comments:

POSTINGAN POPULER

Total Pageviews

FOLLOWERS