PENCIPTAAN MANUSIA

                                                                 
PENCIPTAAN MANUSIA
( Siapakah Manusia Itu?, Manusia dan Relasinya dengan Alam Semesta; Manusia dan Kebudayaan )


I.                   I. Pendahuluan
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna, yang dimana manusia mempunyai pemikiran dan akal budi, manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Manusia juga mempunyai relasi dengan alam semesta yang diciptakan Tuhan Allah yang ada di permukaan bumi ini. Didalam kehidupan manusia juga mempunyai relasi terhadap kebudayaan yang dimilikinya. Kiranya didalam sajian ini kita mendapatkan ilmu yang lebih mendalam lagi tentang siapa manusia itu , Tuhan Yesus Memberkati kita semua.

II.                II.Pembahasan
2.1.            Siapakah Manusia itu ?.
2.1.1.      Pengertian Manusia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Manusia adalah Makhluk yang berakal budi, dalam menguasai makhluk lain; insan; orang; dan sebagainya.[1] Manusia adalah mahluk yang mempunyai pemikiran, refleksi, ia adalah mahkluk yang dapat mengembangkan bermacam-macam paham dan gagasan.[2]
Dalam Ilmu Teologi Kristen manusia dikatakan manusia dikatan sebagai ciptaan yang segambar dan serupa dengan Allah Kej 1:26-27. Menjadi manusia yang menurut gambar dan rupa Allah adalah manusia yang hidup dalam hubungan dengan Allah adalah manusia yang hidup dalam hubungan dengan Allah.[3]

2.1.2.      Asal Usul Manusia Menurut Alkitab.
Penciptaan ini sebagaimana dicatat dalam Alkitab, menunjukkan bahwa manusia adalah mahkota dan ciptaan tertinggi dari semua ciptaan yang kelihatan.[4] Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup kedalam hidungnya ; demikianlah manusia menjadi mahkluk hidup. Ayat ini pertama-tama menunjukkan, bahwa manusia bukanlah berada dengan sendirinya, melainkan bahwa ada yg menciptakannya, yaitu Tuhan Allah sendiri. Tuhan Allahlah yang menciptakan manusia, yang semula belum ada, sehingga menjadi ada. Jadi adanya manusia karena kehendak Allah . Dapat dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan “debu tanah” atau “daging” pertama-tama adalah tubuh atau badan manusia, bentuk atau penampakan manusia yang lahiriah, segi dan keduniawian atau segi kodrati manusia. Alkitab mengatakan bahwa tubuh rindu akan Tuhan dan ingin memuji Tuhan Allahnya. Yang dimaksud dengan tubuh disini tidak lain adalah manusia yang memiliki tubuh itu sendiri.Dari Kejadian 1:26 kita dapat mengetahui , bahwa cara Tuhan Allah menjadikan atau menciptakan manusia berbeda sekali dengan caranya ia menciptakan mahkluk-mahkluk yang lain. Atas pertimbangan Tuhan Allah yang bulat dan bijaksana, atas putusan kehendakNya yang bebas manusia diciptakan.[5]
Manusia bukanlah Allah atau Ilahi. Ia juga bukan makhluk ilahi dan ia diciptakan oleh Allah (Kej 1) atau untuk memakai kata-kata dari Kejadian 2 dibentuk oleh Allah dari debu tanah dan dibuat menjadi hidup oleh nafas yang Allah hembuskan kedalam hidungnya. Manusia menurut kesaksian Alkitab  adalah ciptaan Allah. Sebagai ciptaan Allah ia tidak sama dengan Allah. Allah adalah pencipta dan manusia adalah mahkluk ciptaan.[6]



2.1.3.      Manusia menurut Gambar dan Rupa Allah.
Gambar dan rupa, yaitu imago dan similitudo, di GKR dibedakan dan diprotestan disamakan. Kejadian 1: 27 maka Allah.. menurut gambarnya tidak ada kata rupa, buka kejadian 5:1 menurut rupa Allah, ini bukan berbeda namun dua ungkapan yang sama. Protestan tidak membedakan ini.[7] Apabila didalam dogmatika mau dibicarakan tentang manusia sebagai mahkluk Allah, maka biasanya orang mulai dengan menunjuk kepada Kejadian 1:26-27 . Ungkapan “gambar Allah” dahulu biasanya diartikan sebagai sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh manusia. Dalam Kejadian 1:26 terdapat dua kata yang masing-masing diterjemahkan dengan “gambar” dan “rupa”. Sebenarnya dalam ayat itu terdapat suatu perulangan seperti yg sangat lazim dalam bahasa ibrani, yaitu suatu perulangan dengan kata-kata yang berbeda bunyinya, akan tetapi yg mempunyai arti yg sama.[8]
Gambar Allah adalah ungkapan atau pengertian untuk relasi khusus yang terdapat antara Allah dan manusia dalam pertemuan mereka.[9] Menurut Kejadian 1 manusia mulanya diciptakan “menurut gambar Allah”. Bunyi kesaksian itu “Berfirmanlah Allah: ‘Marilah kita menjadikan manusia menurut gambar Kita…’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya , menurut gambar Allah diciptakanNya dia ; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka” (ayat 26-27).[10] Ada kata laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka, kata dia ini tidak lengkap hanya laki-laki, kelengkapan manusia itu harus jamak, sepasang itu harus jamak. Adamah artinya bukan laki-laki tetapi manusia, laki-laki diciptakannya.[11] Disitu manusia bukan ilahi dan bukan juga mahkluk ilahi. Antara Allah dan manusia ada suatu perbedaan hakiki. Tetapi perbedaan hakiki ini tidak boleh kita tafsirkan seolah-olah antara keduanya tidak ada hubungan. Tidak boleh karena hubungan itu ada dan sangat hakiki. Hubungan yg hakiki ini yaitu hubungan antara Allah sebagai Pencipta dan manusia sebagai mahkluk – dalam Alkitab diungkapkan menurut “Gambar Allah”.[12]
Didalam Kej 1:26-28 kita menemui keterangan yaitu :
1.   Manusia mempunyai hubungan atau nisbah yang khusus dengan Allah. Itulah hubungan pergaulan dengan Allah. Menurut ayat 28 Allah berfirman kepada mereka Allah berbicara kepada mereka. Allah mau bergaul dengan manusia sebagai teman terhadap teman. Allah mengharapkan jawab dari manusia. Manusia adalah mahkluk yang memberi jawab, dialah mahkluk yang bertanggung jawab. Demikianlah manusia menjadi juru bicara segala mahluk, ia membalas kasih Allah dengan kasihnya atas nama semua mahkluk.
2.   Manusia mempunyai hubungan yang khusus dengan sesamanya manusia. Menurut ayat 27 menurut gambar Allah diciptakanNya dia laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Manusia adalah berlainan dari binatang-binatang, bukan terdiri dari berbagai macam jenis. Dia hanya sejenis, tetapi dalam jenis itu ia laki-laki atau perempuan. Dengan perkataan lain manusia adalah selalu bersama. Ia tidak pernah seorang diri, tetapi selalu berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang khusus itu tampak dengan jelas dalam perkawinan.
3.   Menurut gambar Allah berarti bahwa manusia mempunyai hubungan yang khusus dengan mahluk-mahkluk lain. Allah memberi tugas kepadanya, menurut ayat 28 untuk memenuhi dan menaklukkan bumi. Ia harus berkuasa atas ikan-ikan dilaut dan atas burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap diatas bumi. Untuk itu manusia mendapat berkat dari Allah, yakni manusia mendapat tugas dan kekuatan untuk melaksanakan tugas itu. Ini berarti manusia diangkat menjadi raja dibumi. Dalam hal inilah ia menurut gambar dan rupa Allah. Seperti Allah adalah Raja atas langit dan bumi demikianlah manusia adalah raja atas bumi. Dialah wakil raja yang diangkat oleh Allah.[13]
 Diciptakan menurut  gambar Allah, manusia diharapkan  supaya dalam segala hal mencermikan sifat dan sikap Allah sendiri, termasuk dalam hal berkuasa. Bila Allah sendiri sebagai “Aslinya” menjalankan KuasaNya atas mahluk ciptaanNya  dengan bertindak berdasarkan cinta kasih, maka manusia, “gambarNya” harus juga menyerupai Allah dalam cara ia melaksanakan tugas yang diberikan sang Khalik kepadanya untuk “berkuasa” dibumi ini.[14]

2.2.            Manusia Dan Kebudayaan.
2.2.1.      Pengertian Kebudayaan.
Kata “kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah,. Kata buddhayah adalah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Secara etimologis, kata “kebudayaan” berarti hal-hal berkaitan dengan akal. “Kata kebudayaan” itu sepadan dengan kata  culture dalam bahasa inggris. Kata culture itu sendiri berasal dari bahasa latin colore yang berarti merawat, memelihara, menjaga, mengolah.[15]
2.2.2.      Manusia dan Kebudayaan.
Manusia adalah Makhluk yg berbudaya. Budaya adalah cara keberadaan manusia dalam dunia ini. Hampir semua hal yang menyangkut tingkah laku manusia ditentukan oleh budaya. Cara makan manusia, cara bersalaman, cara berkomunikasi, cara berfikir, cara tertawa, cara menghuni rumah, cara tidur, cara bekerja, semuanya ditentukan oleh budaya. Secara garis besar dalam kebudayaan terdapat dua segi. Yang pertama, melalui budaya manusia menterjemahkan alam menjadi wawasan. Yang kedua, melalui kebudayaan manusia secara aktif mengerjakan dan mengelola dunia. Dia menemui dunia dalam keadaan yg tertentu, dalam kejadian 1:28 manusia disuruh mengerjakan dunia dan mengelolanya, disana kita menemui dia sebagai mahkluk yg mengelola bumi. Memang begitulah kenyataan, tidak ada mahkluk yg dengan bermacam-macam cara, mengubah keadaan dunia ini dengan begitu mendalam. Manusia semakin menyesuaikan dunia ini dengan dirinya.
Kebudayaan sebagai cara keberadaan manusia dalam dunia ini tidak sama bagi tiap-tiap orang. Nilai-nilai dasar masing-masing masyarakat berbeda sekali, karena kebudayaan hasil ciptaan manusia. Perbedaan budaya merupakan hal yg positif. Tidak manusiawilah usaha menghapuskan perbedaan itu, agar semua orang menjadi anggota lingkungan budaya yg sama. Bagaimanapun juga, perbedaan budaya itu merupakan kekayaan umat manusia yg sangat berharga.  Ambivalensi manusia tidak meniadakan penghargaan kita terhadap budaya, namun bukan budaya itu yang meciptakan keselamatan. Yang membenarkan manusia bukan karyanya sendiri, termasuk karya budaya, melainkan rahmat Tuhan.              
      Firman Tuhan datang kepada manusia. Manusia adalah mahluk yang berbudaya. Budaya menampakkan kebebasan manusia. Budaya juga menampakkan keterbatasan manusia. Budaya adalah hasil karya manusia baik. Manusia yg berbudaya itu mendengar Firman Tuhan.  Firman Tuhan datang kepada manusia yg berbudaya. Budaya berada dibawah Firman Tuhan dan disoroti oleh Firman Tuhan. Tiap budaya demikian halnya. Firman Tuhan merupakan instansi kritis berhadapan dengan budaya .  Yang terpenting bukan baik buruknya suatu budaya. Budaya bersifat relative, tetapi dalam kerelatifan itu ada perbedaan yg cukup penting, namun bukan itu yg paling penting. Yang paling penting ialah siapakah apakah sorotan sorotan Firman Tuhan diteriman, ya atau tidak.
      Akan tetapi Firman Tuhan tidak hanya merupakan instansi kritis. Firman Tuhan adalah anugrah Tuhan juga. Anugrah ini tidak lepas dari tindakan Allah sendiri yang memuncak dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Manusia dan kebudayaanya dimasukkan kedalam terang anugrah rahmat Allah. Budaya sebagai sarana yang mendukung pembentukan kepribadian manusia, budaya sebagai ekspresi kreativitas manusia, budaya sebagai cara kemanusiaan, budaya sebagai bentuk dan struktur yang menciptakan keamanan, budaya sebagai pendukung nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan yg relative, budaya sebagai pengikat persekutuan masyarakat dan seterusnya, semua unsur budaya itu mencermikan anugrah Allah.[16]

2.3.            Manusia dan Relasinya dengan Alam Semesta.
Dalam  Kejadian 1:28 terdapat titah Allah kepada manusia untuk dipenuhi. Disana dinyatakan bahwa alam atau dunia ini terbuka untuk ditaklukkan, dikuasai, diolah, diusahakan oleh manusia.Didalam Kejadian 2:5 dijelaskan arti berkuasa taitu memelihara, menguasai dan pemeliharaan, menguasai supaya terpelihara dan ditata. Alat kerja atau modal (Kej 2:7) manusia diberikan Allah nafas , nafas bukan dihembuskan. Nafas dalam bahasa Ibrani Nefes artinya Roh , Allah memberikan Roh dan kuasa. Kuasa dalam arti merawat dan memelihara.[17] Melalui titah kerja Allah, dunia ini dibudayakan oleh manusia. Kuasa mengusahakan yg diberikan Allah kepada manusia itu berada dalam janji Firman-Nya, yg berlaku juga hingga saat pada masa kini. Selama manusia menyadari titah ini , yaitu bahwa kuasa-mengusakan diberikan oleh Allah kepadanya, maka selama itu pula ia bertanggungjawab kepada Allah. Sekaligus dunia ini atau seluruh alam ini dapat dijadikan sebagai alat mata pencaharian, alat yang berguna untuk kesejahteraan manusia sendiri, atau untuk segala mahluk, mengolah dunia atau alam tidak mencukupi kalau hanya ditinjau dari ilmu pengetahuan alam saja, tetapi ia juga harus dilihat dari ilmu pengetahuan rohani, dimana Allah yang bertindak. Maka iman Kristen terpanggil untuk menghidupkan ilmu pengetahuan/teknik, supaya alat itu dipakai bukan untuk menghancurkan manusia lainnya, tetapi untuk menghidupkan manusia seutuhnya.[18]

III.             III.Kesimpulan
Dari pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, manusia diciptakan dari debu tanah sehingga manusia memiliki kehidupan dan manusia adalah adalah ciptaan Allah yang tertinggi dari segala ciptaannya. Maka dari pada itu, Allah memberikan kepada manusia akal budi untuk berpikir dan kuasa didalam bertindak tentang Alam semesta dan budaya, agar manusia dapat merawat , memelihara, menguasai, dan melestarikan Alam semesta dan budaya yang ada di kehidupannya, sehingga manusia dapat merasakan, menikmati kedamaian dan kenyaman yang diciptakan atau yang berasal dari Allah.

IV.             IV.Daftar Pustaka
Koehler Edward W.A., Intisari Ajaran Kristen, Pematang Siantar : Kolportase Pusat GKPI 2010
Hadiwijono Harun, Iman Kristen,  Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014
Abineno J.L.Ch., Manusia dan Sesamanya Di Dalam Dunia,  Jakarta : BPK  Gunung Mulia, 1990
Niftrik G.C. Van dan B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini,  Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014
Abinego J.L.Ch., Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, Jakarta : BPK-GM, 1999
Bakker F.L., Sejarah Kerajaan Allah 1, Jakarta : Gunung Mulia, 2015
Dister Nico Syukur, Teologi Sistematika 2, Yogyakarta : KANISIUS, 2004
Plaisier Arie Jan, Manusia, Gambar Allah, Jakarta : Gunung Mulia, 2000
Sitompul A.A., Manusia dan Budaya,  Jakarta : BPK Gunung Mulia 1991
Maran Rafael Raga, Manusia & Kebudayaan, Jakarta : Rineka Cipta, 2000




[1] Pusat Bahasa dan Daperteman Pendidikan Nasional, KBBI Edisi ke-3, (Jakarta: Bala Pustaka Indonesia, 2007), 714
[2] Arie Jan Plaisier, Manusia, Gambar Allah, (Jakarta : BPK-GM, 2000),16
[3] G.C. Van Niftrik, B.J. Boland, Dogmatika masa kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010) 547-549
[4] Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, (Pematang Siantar : Kolportase Pusat GKPI 2010), 50
[5] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014 ), 173-174
[6] J.L.Ch.Abineno, Manusia dan Sesamanya Di Dalam Dunia, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1990), 34
[7] Rekaman Akademik ( Pardomuan Munthe.M.Th ) Pada Hari Senin, 04 Maret 2017.
[8] G.C. Van Niftrik dan B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014), 139-140
[9] J.L.Ch.Abinego, Pokok-pokok Penting dari Iman Kristen, (Jakarta : BPK-GM, 1999), 50
[10] J.L.Ch.Abineno, Manusia dan Sesamanya Di Dalam Dunia, 40
[11] Rekaman Akademik ( Pardomuan Munthe.M.Th ) Pada Hari Senin, 04 Maret 2017.
[12] J.L.Ch.Abineno, Manusia dan Sesamanya Di Dalam Dunia, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1990), 40
[13]  F.L.Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1, (Jakarta : Gunung Mulia, 2015), 17
[14]  Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, (Yogyakarta : KANISIUS, 2004), 46
[15] Rafael Raga Maran, Manusia & Kebudayaan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000) 24-25
[16] Arie Jan Plaisier, Manusia, Gambar Allah, (Jakarta : Gunung Mulia, 2000), 163-177
[17] Rekaman Akademik ( Pardomuan Munthe.M.Th ) Pada Hari Senin, 04 Maret 2017.
[18] A.A.Sitompul, Manusia dan Budaya, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia 1991), 64-66
Share:

No comments:

Post a Comment

POSTINGAN POPULER

Total Pageviews

FOLLOWERS