Latar Belakang Sejarah Penafsiran Alkitab Pada Masa Reformasi Dan Urgensinya Hingga Saat Ini
I.
Pendahuluan
Perkembangan atau pertumbuhan gereja dibagi menjadi
beberapa masa dan dipengaruhi oleh beberapa peristiwa atau kejadian penting
yang dapat mempengaruhi gereja tersebut, Alkitab harus tetap ditafsirkan digali
sebenarnya supaya makna dan pesan dari setiap teks atau ayat dapat dimengerti
dan dipahami oleh umat Allah.
Hermeneutik menggunakan cara-cara ilmu maupun seni.
Sebagai ilmu, hermeneutik menggunakan cara-cara ilmiah menemukan maksud yang
ingin disampaikan penulis Alkitab. Hermeneutik sebagai seni dilihat dari upaya
komunikasi. Penerapan prinsip dan metode memerlukan rasa seni, dan membuat
seorang penafsir mampu menyelami perasaan penulis atau menghargai keindahan
sebuah kitab.
Penafsiran adalah hal yang sering kita dapati bahkan dilakukan
didunia pelayanan terkhusus disaat kita memberikan penjelasan mengenai Alkitab.
Sebenarnya penafsiran bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk
menjelaskan suatu peristiwa yang terjadi. Tetapi memang, penafsiran sangat erat
bagi kehidupan orang Kristen. Dan hal itu bisa terlihat di dalam kebaktian
bagian khotbah. Disini kita akan membahas bagaimana sebenarnya sejarah gereja
tentang penafsiran pada masa Reformasi. Semoga bermanfaat.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Penafsiran
Penafsiran berasal dari kata tafsir. Ilmu tafsiran
(Hermeneutik) berasal dari kata Yunani yaitu Hermeneuo, yang artinya menginterpretasi, menjelaskan,
menerjemahkan. Tujuan penafsiran yang baik adalah untuk menemukan pengertian
yang jelas dari teks tersebut sehingga pembaca mengerti akan berita yang akan
disampaikan oleh Alkitab. Penafsiran ialah unsur atau usaha mencari arti,
menjelaskan dan menerjemahkan sesuatu agar mudah dimengerti. Di kehidupan
sehari-hari, penafsiran sering dilakukan secara sadar maupun tidak sadar pada
apa yang dilihat dan didengar. Penafsiran memang bertujuan untuk memahami makna
yang disampaikan melalui komunikasi.
Penafsiran bukan saja berkaitan dengan waktu, yaitu masa
lalu dan masa kini. Penafsiran berkaitan juga dengan budaya, yaitu pandangan
dunia dalam masyarakat pertanian, dalam masyarakat industri bahkan dalam
masyarakat pasca industri. Dalam penafsiran yang berperan penting ialah
Hermeneutik (Ilmu tafsir). Karena hermeneutik merupakan mata pelajaran penting
yang harus diikuti untuk membahas sejarah, peranggapan, aliran, prinsip dan
metode penafsiran.[1]
2.2.
Pengertian Reformasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Reformasi
adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (sosial, politik dan agama) di
suatu negara atau masyarakat.[2]
Namun reformasi dapat juga diartikan sebagai gerakan untuk mengadakan
pembaharuan dalam Kekristenan barat yang dimulai sejak abad ke 14 sampai abad
ke 17.[3]
2.3.
Latar Belakang Penafsiran Masa Reformasi
Dengan
latar belakang Renaisans, dimulailah masa Reformasi. Para reformator terkenal
dengan sikap mereka yang menghormati Alkitab (Sola Scriptura). Bagi mereka, Alkitab menentukan apa yang harus
diajarkan gereja. Alkitab adalah Firman Allah yang tidak bersalah, yang
memiliki otoritas tertinggi. Dengan demikian Alkitab sendiri yang akan menafsir
Alkitab (Scriptura Scripturae Interpres).
Mereka juga memengang prinsip semua pemahaman dan penjelasan Alkitab haruslah
dicocokkan dengan analogi Iman, yaitu ajaran seragam yang berasal dari Alkitab (Omnis Intellectus Ac Exposito Scriptura
Interpresi).[4]
Periode ini
terjadi pada tahun 1517 - 1600 M, dimulai pada saat Martin Luther memakukan 95
tesisnya dan berakhir sampai abad 16.[5]
2.4. Perjuangan Reformasi
Dengan bangkitnya periode intelektual
dan pencerahan rohani, perang memperjuangkan "sola scriptura" (hanya
Alkitab) merupakan fokus Reformasi. Secara umum isi perjuangan Reformasi adalah
sebagai berikut :
1.
Alkitab adalah Firman Allah yang diinspirasikan
oleh Allah sendiri.
2.
Alkitab harus dipelajari dalam bahasa
aslinya.
3.
Alkitab adalah satu-satunya otoritas
yang tanpa salah, sedangkan gereja dapat salah.
4.
Alkitab adalah otoritas tertinggi dalam
semua masalah iman Kristen.
5.
Gereja harus tunduk pada otoritas
kebenaran Alkitab.
6.
Alkitab harus
diinterpretasikan/ditafsirkan oleh Alkitab.
7.
Semua pemahaman dan ekposisi Alkitab
harus tidak bertentangan dengan seluruh kebenaran Alkitab.[6]
2.5. Tokoh
serta Prinsip Reformasi
2.5.1. Martin
Luther (1483-1516)
Beliau merupakan
penafsir yang paling berpengaruh. Berikut ini adalah beberapa prinsip
penafsirnya :
a.
Mengutamakan
iman dan penerangan Roh Kudus. Seorang penafsir tidak boleh mengkritik Alkitab
dengan rasionya yang hina, sebaliknya dia harus mencari makna Alkitab dengan
berdoa dan bermeditasi.
b.
Alkitab
memiliki otoritas tertinggi, yang lebih tinggi daripada gereja.
c.
Luther
percaya, Alkitab dapat dimengerti dan isinya bersifat konsisten. Dia menolak
penafsiran alegoris. Penafsir yang tepat harus berdasarkan bahasa asli Alkitab.
d.
Setiap
orang Kristen dapat mengerti Alkitab tanpa pertolongan atau petunjuk gereja.
Alkitab harus ditafsir berdasarkan Alkitab yaitu menafsir ayat yang kurang
jelas berdasarkan ayat yang lebih jelas tanpa harus mengikuti tradisi lisan
gereja.
e.
Kristus
adalah pusat Alkitab. Setiap prinsip harus diuji membawa orang Kristen kepada
Kristus.
f.
Penafsir
perlu membedakan Taurat dan Injil. Taurat berfungsi menunjukkan kesalahan
manusia, sedangkan Injil merupakan anugerah penyelamatan dan kuasa Allah.
Seorang penafsir yang baik harus sanggup membedakan dua aktivitas Allah yang
tidak sama ini.
g.
Luther
patut dipuji karena usahanya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman.
Pekerjaan ini memakan waktu 12 tahun dan menuntut penafsiran analisis yang
tepat. Luther terkenal dengan pengalaman rohaninya yang mengesankan. Dia
sungguh seorang yang disiapkan untuk pekerjaan reformasi. Namun, Luther hanya
menghormati Injil Yohanes, surat-surat Paulus dan 1 Petrus. Ia menunjukkan
sikap yang kurang hormat kepada Surat Ibrani, Yakobus, dan Yudas.[7]
2.5.2. Yohanes
Calvin (1509-1564)
Calvin dinilai sebagai penafsir yang paling baik pada
zaman reformasi. Ia orang pertama dalam sejarah gereja yang mampu menafsir
Alkitab secara ilmiah. Tafsirannya hampir mencakup semua kitab, merupakan karya
yang sangat bernilai. Luther adalah pelopor penafsiran yang baru, sedangkan
Calvin pemakai penafsiran yang menjadi teladan. Bagi Calvin keunggulan penafsir
terletak pada kemampuannya menyampaikan tafsiran dengan singkat dan jelas.
Tugas utama seorang penafsir adalah memberi kesempatan kepada penulis Alkitab
berbicara apa yang dia ingin sampaikan, bukan apa yang penafsir mengira bahwa
dia seharusnya menyampaikan. Beberapa prinsip Calvin dapat dirangkumkan,
sebagai berikut :
a.
Penafsir
perlu mengutamakan penerangan Roh Kudus. Kepandaian manusia tidak dapat menggantikan
penerangan-Nya.
b.
Calvin menolak sama sekali penafsiran
alegoris. Bagi dia penafsiran ini merupakan alat yang dipakai setan untuk
membawa manusia jatuh dari kebenaran alkitab. Dia juga menolak penafsiran lain
yang tidak mantap.
c.
Alkitab
harus ditafsir berdasarkan alkitab. Seorang penafsir harus memperhatikan tata
bahasa, konteks dan lain-lain dari bagian alkitab yang ditafsir.
d.
Calvin
sangat berhati-hati dalam penafsiran nubuat tentang mesias. Penafsir perlu
memperhatikan latar belakang historis nubuat tersebut.
e.
Calvin
sangat menghormati alkitab, kitab yang diilhamkan allah. Dengan sikap seperti
ini, ia tetap memperhatikan perbedaan gaya bahasa atau kesasatraan yang
ditunjukkan masing-masing penulis alkitab.
Calvin
dipuji karena tafsirannya menjelaskan alkitab dengan hidup. Dia benar-benar
menyelami jiwa penulis alkitab. Ia mampu menarik kesimpulan khusus dan ajaran
umum.tafsirannya singkat dan jelas. Ia memahami alkitab berdasarkan makna
harfiah. Calvin juga menaruh perhatian kepada konteks bagian alkitab yang
ditafsirnya serta tujuan penulis kitab. Namun, calvin masih membuat kesalahan
dalam penafsiran makna kata dan sinstaksis.[8]
2.5.3. Philip
Melancton
Melancton memberi sumbangan penafsiran tentang kebebasan.
Kebebasan dalam pikiran manusia dikaruniakan Tuhan kesanggupan dalam kebeasan.
Latar belakang humanis turut mempengaruhinya, menentang keras kekuasaan Katolik
Roma sebagai badan wewenang atau berkuasa atas Firman Tuhan (Alkitab). Yang
mencurahkan perhatiannya kepada studi bahasa Yunani dan memajukan penelitian
terhadap Alkitab.
2.5.4. Zwingly
Zwingly memulai pembaharuan gereja melalui seminar PL di
Zurick (1525). Dia dan kawan-kawannya berusaha menafsirkan kitab-kitab PL. Ciri
khas Zwingly dalam penafsirannya ialah eksseges, humanistis, spritualistis dan
sosial politis. Menurutnya, adanya Firman Allah dalam Alkitab adalah karena
kekuasaan Roh Kudus.[9]
2.6.
Urgensinya Saat Ini
Reformasi Abad ke-16 yang dimotori oleh Martin Luther
adalah momentum Ilahi. Sebuah gerakan pembaharuan Rohani yang muncul tepat pada
puncak dan penduniawian gereja oleh Katolik Roma. Moment ini dapat ditafsirkan
sebagai sejarah yang terulang sejak reformasi Esra dan Nehemia. Dalam sejarah umat
Allah untuk pemurnian umat. Dipublikasikannya 95 tesis sebagai data akurat dan
tidak terbantahkan dan disusun oleh Martin Luther untuk menunjukkan peyimpangan
ajaran dan korupsi gereja Katolik Roma di gerbang gereja Witternburg adalah
titik penentu keefektivan reformasi ini. Efektivitas reformasi yang terutama
adalah revitalisasi religiusitas dan teologis.
Reformasi adalah awal babak baru pemurnian iman dan
pengajaran gereja Tuhan dan menjadi penentu arah perkembangan teologi dan
pengajaran di kemudian hari. Calvin, penerus Luther, adalah salah satu
reformator yang mampu menafsirkan gerakan itu sebagai moment yang mampu
merevitalisasi kehidupan religius teologia pada zamannya dan berefek sampai
hari ini. Baginya, kebenaran ajaran dan teologi gereja digantikan dan
didasarkan pada Alkitab dan interprestasinya yang benar. Prinsip pola Scriptura adalah penentu keberhasilan
reformasi. Dari prinsip ini akan ditemui prinsip-prinsip yang menyertainya,
seperti Sola Gratia, Sola Fidei, dan Sola Gloria.
Tugas calvin,
khususnya sebagai penafsir Alkitab, telah berhasil membawa reformasi keluar
dari mistikisme gereja. Corak dominan pengajaran teologia gereja Abad
pertengahan, dengan cara menolak interpretasi Alkitab secara alegoris.
Sebaliknya Calvin secara realistis sanggup memadukan doktrin dan mengajarkannya
dari sudut pandang pembinaan untuk warga jemaat secara sistematis dan
Alkitabiah. Calvin mampu mengajarkan kemuliaan Allah berdasarkan kebutuhan
rohani pada zamannya yang secara esensi tidak bisa dilepaskan dari prinsip
Alkitab.
Gerakan reformasi itu sangat biblikal karena menekankan
pentingnya penafsiran Alkitab secara literal dan historis. Alkitab adalah dasar
reformasi dan kedaulatan Allah adalah segala-galanya. Karena reformasi sangat
menekankan dan kedaulatan Allah sebagai pusat teologia, maka pada era sekarang
teologi reformasi cenderung menjadi tolak ukur untuk menguji teologi-teologia
lainnya. Teologi reformasi mampu mengukur konsistensi dan ketetapan sekaligus
mendeteksi penyimpangan berbagai aliran teologia. Dari sinilah prinsip Calvin “
Speak wear the scriptures speak; be silent where they are silent” menjadi
terkenal.
Bagi Calvin, Alkitab dan Allah tidak dapat dipisahkan
dalam pengajaran teologia Alkitabiah. Inilah salah satu warisan reformasi
sangat berpengaruh sampai saat ini disamping warisan-warisan besar lainnya.
Untuk memperingatri hari reformasi gereja, yang akan diperingati tanggal 31
Oktober 2017 nanti dan juga mengingat kembali efektivitas gerakan reformasi
abad ke-16 yang lalu dan menguji apakah kebenaran yang telah ditegakkan oleh
para reformator, khususnya Calvin tentang pentingnya Alkitab sebagai sumber
final pengajaran dan teologia itu masih relevan.
III.
Kesimpulan
Dalam zaman reformasi inilah didapati para reformator
terkenal dengan sikap mereka yang dapat menghormati Alkitab. Mereka juga
memengang prinsip dan pemahaman serta penjelasan Alkitab yang di cocokkan
dengan analogi Iman yaitu, ajaran yang berasal dari alkitab. Tokoh yang sangat
berpengaruh yaitu Luther. Ia berpendapat dalam penafsiran Alkitab harus
berpusat pada Kristus dan mengutamakan penerangan Roh Kudus, tanpa mengkritik
Alkitab dengan rasio yang hina. Karena Alkitab memiliki otoritas tertinggi.
Meskipun dia menolak tegas tentang penafsiran alegoris,
sehingga ia dikritik. Lalu tokoh Calvin seorang penafsir pertama dalam sejarah
gereja yang sanggup menafsirkan Alkitab secara Ilmiah. Meskipun hampir
bersamaan dengan Luther perlu mengutamakan penerapan Roh Kudus, Calvin lebih
menerapkan teorinya dengan konsisten dibandingkan dengan Luther. Alkitab
ditafsir dengan kitab dan ia mampu menyelami jiwa penulis Alkitab.
Melancthon memakai penafsiran kebebasan, ia menentang
keras kekuasaan Katolik Roma sebagai badan yang berwenang atau berkuasa atas
Firman Tuhan, dan Zwingli penafsirannya ialah eksegese, humanistis,
spritualistis dan sosial politis. Menurutnya, adanya Firman Allah dalam Alkitab
karena kekuasaan Roh Kudus.
IV.
Daftar Pustaka
Sutanto, Hasan, Hermeneutic : Prinsip & Metode
Penafsiran Alkitab, Malang : Literatur, 2007
.... KBBI, Jakarta : Balai Pustaka, 1996
Wellem, F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta : BPK-GM,
2011
https://id-id.facebook.com/notes/baca-alkitab-setiap-hari/pengantar-hermeneutika-metode-tafsir-alkitabiah-bab-iii-sejarah-hermeneutika/10150115930858640, 19 oktober 2017
Hayes,
John H. & Holladay, Carl R., Pedoman
Penafsiran Alkitab, Jakarta : BPK-GM, 2006
Aritonang, Sihar,
Jan, Sejarah Reformasi, Bandung :
Jurnal Info Media, 2007
No comments:
Post a Comment