Gereja dan Renaisans

Gereja dan Renaisans

I.                   Pendahuluan
Eropa yang sejak dari masa klasik sampai sekarang yang dianggap sebagai peradaban yang maju, menyimpan banyak peristiwa penting yang sangat bersejarah dalam kehidupan umat manusia. Tingkat peradaban di Eropa yang dari masa ke masa semakin maju dan tinggi menyebabkan adanya pembaharuan-pembaharuan terhadap situasi, kondisi, maupun aturan yang berlaku, timbulnya renessance juga di latar belakangi karena terjadinya krisis kepemimpinan di lingkungan Gereja. Renaissance merupakan contoh dari banyaknya peristiwa bersejarah di Eropa.  Pengaruh dari peristiwa tersebut tidak hanya bagi orang-orang Eropa saja, tetapi juga sampai ke luar Eropa yang masih dapat dirasakan sampai sekarang ini.  Tujuan dari sajian ini tidak lain adalah untuk mengetahui serta memahami apa yang dimaksud dengan gereja dan renaissance, bagaimana awal mula yang melatarbelakangi terjadinya reformasi gereja yang diawali pada masa renaisans, serta dampak dan pengaruhnya bagi kehidupan umat manusia khususnya masyarakat Eropa.
II.                Pembahasan
2.1.         Pengertian Renaisans
Renaisance adalah istilah dalam bahasa Prancis, yang berasal dari bahasa Latin, re+nasei, yang berarti: lahir kembali (rebirth)[1] atau kebangkitan kembali.[2] Maksudnya adalah untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani-Romawi). Bila dikaitkan dengan keadaan, Renaissance adalah masa antara zaman pertengahan dan zaman modern yang dapat dipandang sebagai masa peralihan, yang ditandai oleh terjadinya sejumlah kekacauan dalam bidang pemikiran.[3] Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarawan untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa, sepanjang abad ke-15 dan ke-16.[4] Sering juga disebut yang tidak mengakui kuasa lain dari pada akal budi dan karunia rohaninya sendiri.[5]
2.2.         Latar Belakang Munculnya Renaisans
Selama zaman abad pertengahan, gereja di Eropa Barat memainkan peranan yang menentukan di seluruh kehidupan masyarakat.[6] Pada tahun 1302, kuasa mutlak yang dimiliki paus sebagai Kepala Gereja Katoik Roma dalam bidang rohani maupun bidang politik. Potensi ini luarbiasa besar, tetapi ternyata kosong sebab paus dipenjarakan oleh tentara raja Perancis. Paus berikutnya memindahkan kepausan dari Roma ke Perancis (kota Avignon) pada tahun 1309. Pada akhir abad pertengahan, kepausan mengalami krisis, sedangkan penguasa-penguasa duniawi makin lama makin menentukan kehidupan di wilayah mereka, sesudah paus Bonifiatus VIII (±1300), kepausan dikuasai  oleh raja Perancis. Kepausan mengalami krisis besar  yang sangat mempengaruhi gereja dan masyarakat. Pada tahun 1309, paus berpindah ke kota Avignon di Perancis, dan dengan demikian mulailah apa yang disebut “pembuangan kepausan ke Babylon”, sampai tahun 1377. Pada tahun ini paus kembali ke Roma, tapi pada tahun berikutnya raja Perancis tidak menyetujui pemilihan paus dari Italia, sehingga ia menyuruh memilih seorang paus dari Perancis. Demikianlah mulai perpecahan gereja Roma Katolik, yang disebut Skisma Barat. Sekarang krisis kepausan lebih para lagi. Yang sebelumnya, hanya ada satu paus di Avignon, kemudian terdapat dua paus, yakni di Avignon  dan di Roma.[7]
Perancis memihak kepada Avignon akan tetapi Jerman dan Inggris memihak kepada Roma.  Kedua paus itu saling mengutuki, sehingga segenap umat Kristen pada masa itu kena kutuk. Kemudian banyak orang percaya kehilangan ketenangan hatinya, karena jikalau kepatuhan kepada paus saja yang menjamin keselamatan yang kekal bagi orang Kristen siapa dapat beroleh kepastian lagi tentang nasibnya di akhirat, bilamana dua orang paus berlawanan? Timbullah kesangsian dalam hati banyak orang apakah kuasa paus benar-benar ilahi.[8]
Pada tahun 1415, raja-raja memainkan peranan penting dalam mengakhiri perpecahan gereja. Walaupun krisis kepausan diatasi jelas bahwa peranan gereja tidak seperti dahulu lagi. Peranan penguasa-penguasa duniawi semakin menonjol, di bidang-bidang yang secara tradisional dikuasai gereja : kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, bahkan theologia. Di bawah lindungan pemerintah, bidang-bidang ini berkembang lebih bebas dari dahulu. Sebagai akibat dari perkembangan ini  mulailah suatu pembaharuan yang disebut Renaissance (=kelahiran kembali, maksudnya kelahiran kembali kebudayaan, khususnya kebudayaan Yunani dan Romawi). Tujuannya adalah untuk menggali sumber-sumber gereja kuno, dan lebih luas untuk kembali kepada sumber kebudayaan Kristen yang ada di kebudayaan Yunani dan Romawi.[9]
Latar belakang gerakan renaisance adalah datang sarjana-sarjana Yunani di Eropa. Para sarjana ini dilibatkan juga dalam mengajar pada masa pendirian sekolah-sekolah (zaman skolastik). Mereka pun memperkenalkan kembali budaya Yunani khususnya dan kebudayaan kuno pada umumnya. Dengan demikian, timbullah gerakan di Eropa untuk kembali kepada budaya Yunani, dan budaya Romawi yang membawa kejayaan dan kemajuan pada masa itu. Ada anggapan bahwa kebudayaan kuno tersebut sempurna adanya.[10]
2.2.1.      Renaisans di Italia
Pada abad ke-XIV cara hidup di Italia mendapat bentuk baru. Terutama di Italia Utara kota-kota bertambah kaya oleh perniagaan, perusahaan dan kerajinan penduduk. Golongan orang kota itu makin lama makin makmur, makin sadar akan kepentingan dirinya dan makin berkuasa. Dengan demikian berkembanglah suatu pandangan hidup yang baru, yang antara lain ternyata dalam syair-syair pujangga Petrarca (1304-1374): Sebenarnya manusia tak usah mengikuti kuasa apapun diatasnya; kaidah dan pusat hidup manusia ialah pribadinya sendiri[11].
Florencia menjadi pelopor renaisans di Italia, bukan justru Roma, Milano, atau Venesia. Menurut John Hele dan Plum, Florensia menjadi kota pelopor Renaisans di Italia karena berbagai faktor, antara lain adalah:
a). Kota Florencia pada zaman Romawi bernama Florentia, secara geografis merupakan kota pedalaman Italia Utara yang sangar, strategis, subur karena dibelah oleh sungai Arno dan menjadi kota pertemuan dari berbagai kota di Italia Utara antara lain Genoa, Lucca dan Pisa di sebelah barat, Siena dan Arezzo di sebelah selatan, Urbino, San Marino dan Romagna disebelah timur serta Bologna, Modena di bagian utara. Maka tidak mengherankan jika Florencia menjadi kota pertemuan dagang yang kaya raya dan besar abad ke-XIII.
b). Florencia sebagai kota industri khususnya wol (terbaik di Italia) dan tekstil pada umumnya. Menurut John Hele pada abad ke- XIV sudah ada 21 gilda utama yang dimiliki oleh para hakim, notaris, importir dan pengusaha dan 44 gilda kecil sebagai pendukungnya yang dimiliki oleh pengrajin dan pedagang.
c). Florencia sebagai pusat keungan Italia masa itu. Kota ini memiliki penduduk yang bersemboyan “per non dormire (agar jangan tidur, maksudnya tidur tidak mendatangkan rezeki)” dan “Florentinis ingentis nihil arduit est (tidak ada yang tidak dapat dikerjakan oleh orang Florencia)”.
d). Florencia merupakan ibukota Republik Florencia yang pada prinsipnya menganut system pemerintahan demokrasi dan memperhatikan kepentingan rakyat. Maka kreatifitas seni dan intelektual dapat bebas berkembang.[12]
2.2.2.      Renaisans di Jerman
Di Jerman gerakan ini dari mulanya lain sifatnya dari pada di Italia. Humanisme sangat mempengaruhi ilmu dan kesusasteraan di tanah Jerman, tetapi renaisans yang berhaluan kafir tidak terdapat disana. Sebab itu kaum humanis di Jerman tidak menolak Gereja sebagai perbendaharaan kebudayaan, tetapi berusaha melayani Gereja dengan pendapat-pendapatnya yang baru itu.
Seorang humanis Jerman yang kenamaan ialah Reuchlin, yang membuka jalan bagi pelajaran baru bahasa Yunani dan Ibrani. Dengan demikian disediakannya alat-alat untuk membaca Alkitab nas asli.[13]
2.2.3.      Renaisans di Perancis
Pencerahan pada umumnya dan Revolusi Prancis khususnya mengakibatkan perubahan dan perkembangan yang lebih pesat dari sebelumnya, baik dalam kehidupan masyarakat maupun dalam Gereja. Perkembangan ilmu menghasilkan teknologi modern, yang menjadi dasar untuk industrilisasi. Iman Kristen makin lama makin lebih ditantang dari sudut filsafat ideologi yang sesuai dengan jiwa pencerahan, menonjol otonom manusia. Gereja-gereja harus mempunyai sikap terhadap perkembangan masyarakat yang begitu hebat. Dibidang Theologia, kita melihat dua gerakan yang berlawanan pada abad ke-19 dan 20, yang masih terasa sampai pada abad ke 20. Yang pertama adalah gerakan yang berusaha untuk menghubungkan cita-cita. Pencerahan dengan iman Kristen, sambil memberikan tekanan penuh kepada subyek iman, yaitu orang yang percaya. Apa yang dirasa dan dipercayai manusia menjadi titik tolak atau liberal (bebas terhadap ajaran gereja). Yang kedua adalah aliran Theologia yang melawan hasil pencerahan dan menekankan ketenangan, bahkan perlawanan antara apa yang dipikirkan oleh manusia yang otonom dan apa yang diajarkan oleh iman Kristen.[14]
2.2.4.      Renaisans di Inggris
Ada tiga unsur utama dalam bidang keagamaan dan intelektual yang berperan di belakang reformasi Inggris yakni: Lollardy, Lutheranisme, dan Humanisme. Ketiga aliran ini dianggap unsur-unsur yang sangat penting oleh para ahli yang mempelajari Reformasi. Pusat humanisme yang paling penting pada awal abad ke-16 di Inggris adalah Universitas Cambridge meskipun peranan dari Oxford dan London tidak di anggap ringan. Cambridge adalah rumah dari reformasi mula-mula, yang berpusat dalam apa yang disebut “While Horse Circle” ( dinamai menurut kedai minum yang sudah tidak ada lagi, dekat Queen’s Collage). Humanisme Inggris merupakan sama sekali bukan Humanisme Inggris, melainkan import. Robert Weiss memperlihatkan bahwa asal usul Humanisme Inggris dapat di telusuri ke sejarah Italia pada abad ke-15.   Pada akhir abad ke-15 adan awal abad ke-16 Cambridge cenderung mengangkat orang-orang Italia menjadi dosen, antara lain: Gaio Auberino, Stefano Surigone, dan Lorenzo Traversagni. Hal ini terjadi karena bukan kekurangan tenaga pengajar di Inggris sendiri, melainkan karena dunia mengakui kecemerlangan orang Italia.[15]
2.2.5.      Renaisans di Swiss bagian Timur
Mungkin karena kedudukan geografisnya, bagian Timur dari negara Swiss sangat terbuka, bahkan menerima ide-ide Renaisans Italia. Humanisme Swiss Timur menjadi objek penelitian yang intensif, dan etos dasarnya di mengerti dengan cukup baik. Bahwa pembaharuan memang diperlukan tetapi pembaharuan utama berkaitan dengan moralitas gereja dan moralitas pribadi dari setiap orang percaya, bukan pembaharuan ajaran gereja.[16]
2.3.         Tokoh-tokoh Renaisans
2.3.1.          Dante Alighiere (1265-1321)
Dante Alighiere lahir pada tanggal 21 Mei 1265 di Firenze yang berasal dari keluarga kaya raya. Dia pernah menjadi prajurit Firenze yang menginginkan negaranya dapat merdeka dari pengaruh tiga kerajaan yang lebih besar yaitu Kepausan, Spanyol dan Prancis. Dante mulai menjadi pengkritik dan penentang otoritas kepausan yang dinilainya tidak adil dan tidak bermoral. Puncaknya dituangkan ke dalam sebuah buku yang berjudul De Monarcia (On Monarcy) yang mengabarkan tentang kedudukan dan keabsahan Sri Paus sebagai spiritual tertinggi Gereja Katolik. Dan sekaligus menjadi dunia (Kerajaan Kepausan) yang otoriter.[17] Dante juga sangat mengagumi karya klasik Latin dan Yunani, dan sangat dipengaruhi oleh Thomas Aquinas[18], seperti Aquinas, ia percaya akan nilai akal, namun ia mengakui pula bahwa tujuan akhir adalah hidup bersama Allah.[19]
2.3.2.      Francesco Petrarca (1304-1374)
Francesco Petrarca lahir pada 20 Juli 1304 di Tuscan. Ia belajar hukum Montpelier dan melanjutkan studinya ke Bologna. Namun ia lebih tertarik pada seni sastra dan seni lukis. Dia adalah seorang humanis yang mengagumi hal-hal yang serba naturalis dan apa adanya. Salah satu ungkapan terkenalnya pada alam dituangkan pada karya lukis yang diberi nama Ikaros, yang menekankan keagungan manusia.[20]
2.3.3.      Fransesco Valla (1405-1457)
Franssesco Valla lahir di Roma pada tahun 1405. Ia berasal dari keluarga ahli hukum. Salah satu ungkapannya yang terkenal adalah ”mengorbankan hidup demi kebenaran dan keadilan, adalah jalan menuju kebajikan tertinggi, kehormatan tertinggi dan padahal tertinggi”. Hasil karyanya yaitu De Volupte (kesenangan) yang terbit pada tahun 1440, berisi tentang kekagumannya pada etika Stoisisme yang mengajarkan penting manusia itu mati raga (askese) dalam rangka mendapatkan keselamatan jiwa.[21]
2.3.4.      Desiderius Roterodamus Erasmus (1469-1536)
Erasmus dilahirkan 27 Oktober 1466. Ia adalah anak di luar pernikahan antara Gerard dengan Margaret.[22] Erasmus adalah tokoh humanisme[23] yang paling termasyhur. Humanisme Erasmus adalah campuran pandangan-pandangan Yunani-Romawi dengan ajaran Injil. Ia boleh disebut “bapa aliran kekristenan yang serba bebas (liberal)”. Artinya, pada pendapat Erasmus, Injil adalah suatu ajaran yang indah tentang kebijakan manusia.[24]
        Adapun naskah yang disunting oleh Erasmus sebagai berikut:
1.         Laus Stultitiae, (Pujian pada kebodohan), ditulis pada tahun 1509 di rumah teman Thomas Moore yang dipersembahkan kepadanya yang berisikan sendiran cemerlang terhadap rahib dan teolog.
2.         Pada tahun 1516, Erasmus menerbitkan perjanjian baru dalam bahasa Yunani dengan terjemahan bahasa Latin yang diusahakannya sendiri.
3.         Erasmus mengawasi penerbitan banyak edisi buah tangan bapa-bapa gereja purba. Ini adalah sebagian dari usaha mengadakan pembaharuan gereja, yakni kembali pada Alkitab dan bapa-bapa gereja.
4.         Pada tahun 1524, Erasmus menulis De Libero Arbtrio (kebebasan berkehendak), suatu serangan terhadap doktrin Luther, bahwa kehendak orang berdosa terbelenggu tidak mampu berbuat baik.[25]
2.4.         Pengaruh Renaisans dalam Berbagai Kehidupan
2.4.1.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Johan Gutenberg (1400-1468)
Selama abad pertengahan, tidak banyak orang yang memiliki Alkitab atau buku apapun. Para biarawan menyalin teks dengan tangan di atas lembaran papyrus atau kertas kulit buaya untuk bahan ataupun waktu penulisannya adalah sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang biasa, bahkan akan mengharapkan buku yang mungkin dia butuhkan tersedia. Tidak banyak orang dapat membaca dalam bahasanya sendiri, karena bahasanya dimengerti oleh segelintir orang.
Pada tahun 1440-an, Johan Guterberg bereksperimen dengan keping-keping cetakan logam yang dapat dipindah-pindahkan. Dalam menyusun buku dalam cetakan timah, ia dapat menghasilkan salinan dalam jumlah yang besar, dengan jumlah dana yang jauh lebih kecil dari pada salinan tangan. Pada tahun 1456, Gutenberg mencetak 200 salinan Alkitab Hieronimus, Vulgata[26].
        Tanpa penemuan Gutenberg, mungkin tujuan reformasi memakan waktu lebih lama untuk di capai. Selama hanya biarawan saja yang dapat membaca Firman Tuhan, dan membandingkannya dengan ajaran Gereja, maka dampaknya terbatas sekali bagi orang-orang Kristen awam.[27]

Nicolaus Copernicus (1478-1548)
Copernicus berkebangsaan Polandia yang mengembangkan teori Heliosentrisme (berpusat di matahari). Tata surya dalam bentuk yang terperinci sehingga teori tersebut beermanfaat bagi sains. Teorinya tentang matahari sebagai pusat tata surya menjungkirbalikkan teori geo sentris tradisional (yang menempatkan bumi di pusat alam semesta) dianggap sebagai salah satu penemuan yang terpenting sepanjang masa, dan merupakan titik mula fundamental bagi astronomi-astronomi modern.[28]
Galileo Galilei (1546-1642)
Galileo Galilei lahir pada 15 Februari 1564 dan meninggal pada 8 Januari 1642. Galilei merupakan ahli astronomi dan ahli falsafah. Pada tahun 1609, Galilei menemukan teleskop yang pertama.[29] Galilei adalah salah satu tokoh yang memilki peranan besar dalam revolusi ilmiah, Galilei memberikan sumbangan besar bagi ilmiah pengetahuan khususnya bidang astronomi. Ia berhasil menemukan teleskop untuk mengamati tata surya dan ia dikenal juga sebagai pendukung Copernicus mengenai peredaran bumi mengelilingi matahari.[30] Berdasarkan pengamatannya dipertahankannya secara gigih teori Copernicus yang heleosentris itu. Dia pun akhirnya dihukum; karyanya dikatakan terkutuk dan dirinya dihukum penjara seumur hidup. Pada kemudian hari ketika ilmu pengetahuan membuktikan kebenarannya, pihak gereja meminta maaf pada Copernicus dan Galileo Galilei atas kekeliruan yang dilakukan gereja.[31] Oleh karena pencapaian-pencapaiannya, Galileo telah dianugrahkan sebagai “Bapa Atronomi Modern”, “Bapa Fisik Modern” serta “Bapa Sains”.[32]
2.4.2.      Bidang Seni dan Budaya
Leonardo Da Vinci (1452-1519)
Leonardo lahir di daerah Italia tepatnya di daerah Vinci provinsi Firenze pada tanggal 15 April 1452. Leonardo ialah anak arsitek, musisi, pematung, dan pelukis pada zaman Renaisans. Ia digambarkan sebagai arketipe (manusia renaisans) dan sebagai genius universal dan Leonardo terkenal dengan lukisan perjamuan kudus dan lukisan Monalisa.[33]
Michaelangelo Bounarroti (1475-1564)
Selama abad-abad kelima belas dan keenam belas, Renaisans telah mulai menguasai Eropa. Pujangga Kristen, Petrarca, menggali menuskrip-manuskrip Latin kuno dan mempopulerkan studinya. Dari sini berkembanglah rasa kemanusiaan, yang memberi dorongan untuk mempelajari sastra klasik dan menerapkan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan. Dengan perlahan tapi pasti, penekanan yang lebih besar sudah mulai diterapkan pada manusia, kemampuan berpikir dan tindakannya. Meskipun kekristenan masih sering mempunyai dampak besar pada pemikiran, namun dunia ini perlahan-lahan beralih dari kehidupan yang berpusat pada gereja. Di bawah Julius II, Michaelangelo menerima proyek melukis langit-langit kapel Sistina, kapel pribadi paus. Di bawah Julius II, Michaelangelo menerima proyek melukis langit-langit kapel Sistina, kapel pribadi paus. Dari tahun 1508 sampai 1512 ia mewujudkan fresco hebat yang menggambarkan lelaki dan wanita yang berdarah-daging, yang tampaknya menerima hidup dengan senang hati. Pada tahun 1534, Micahelangelo kembali ke Kapel Sistina untuk melukis tembok di belakang altar. Last Judgement (Penghakiman Terakhir melukiskan Yesus yang teguh. Paus Paulus III pertama kali melihat karya ini, dengan rasa kagum ia berdoa, “Tuhan, janganlah menghukum aku akan dosa-dosaku bila Engkau datang pada Hari Penghakiman”.[34]
2.5.         Pengaruh Renaisans Terhadap Kehidupan dan Gereja
Dampak dengan memasuki zaman renaisans ini membuat fokus manusia tidak lagi pada Tuhan atau hal-hal rohani, melainkan kepada dunia saja. Dalam dunia itu yang merupakan pusat utama ialah manusia. Manusia didewa-dewakan, manusia tidak hanya merupakan pusat pandangan. Aliran yang memusatkan pandangan kepada manusia disebut humanisme. Dalam aliran ini manusia menjadi hal yang tertinggi.
Memang renaisans berpengaruh dalam budaya dunia dan banyak dianut orang karena sifatnya yang memberi tempat bahkan menjunjung kembali harkat manusia lebih-lebih pada abad-abad sebelum dunia ini di dominansi oleh agama sehingga manusia seakan-akan tidak mempunyai arti hidup karena hdupnya diatur dan dikuasai oleh pemuka agama maupun para penguasa negara.
Secara positif, humanisme ada hikmahnya, karena humanisme telah mengangkat kembali manusia dari kebodohan zamannya dan membuka zaman bagi manusia sehingga manusia dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya dalam mengamati gejala alam. Dengan makin bertambahnya penyelidikan, sehingga banyak rahasia alam dapat diketahui melalui hasil karya pemikiran para ahli ilmu pengetahuan,[35] seperti ketika gereja menerima karya seni yang dibawa oleh tokoh renaisans seperti Michaelangelo dan Leonardo Da Vinci yang memberi warna baru bagi gereja dan karya seni.[36]
Peradaban bangsa-bangsa Romawi yang mendahului peradaban Kristen, sekarang dipelajari pula. “Pulanglah kepada sumber-sumber!” itulah semboyan humanisme; berhubung dengan itu, maka bukan saja sumber-sumber kesusasteraan Kristen. Demikian pula sejarah Gereja diperiksa lagi dengan cermat. Akan tetapi bukanlah maksud renaisans untuk melawan Gereja.[37]
Pembaharuan dalam bidang ilmu pengetahuan merupakan pertentangan terhadap teori gereja pada saat itu. Contohnya, pembaharuan ilmu pengetahuan yang dibawa oleh Nicolaus Copernicus dan Galileo Galilei, pandangan tentang teori Heliosentris (berpusat pada matahari), yang menekankan bahwa matahari sebagai pusat tata surya di anggap gereja sebagai perusak iman. Karena pada saat itu gereja menganut teori giosentris (yang menempatkan bumi sebagai pusat tata surya). Akibat hal ini gereja mengucilkan Copernicus dan Galileo dari gereja Katolik Roma dan itulah awal konflik antara otoritas gereja dengan kekebasan berfikir (sains) pada masa pertengahan.[38]
Di satu sisi renaisans juga memiliki dampak negatif karena manusia berhasil menemukan sesuatu yang baru, manusia itu menjadi fokus utama. Ada anggapan bahwa itu semua karena usaha dan kemampuan manusia semata-mata. Kemajuan yang dicapai juga karena perjuangan manusia semata-mata. Ada pemujaan terhadap pengetahuan itu sendiri.[39]
III.             Kesimpulan
Renaisance istilah bahasa Prancis yang berasal dari bahasa latin, re dan nesai, kelahiran kembali. Kelahiran kembali mengarah kepada kebudayaan klasik (Yunani-Romawi). Timbulnya renaisans akibat dari krisis besar yang dialami oleh kepausan. Tentu saja krisis di kepausan terasa di seluruh gereja, bahkan seluruh kehidupan masyarakat terpengaruh. Kehidupan gereja merosot, sebab tidak ada pimpinan yang kuat. Sehingga kontrol terhadap kerohanian menjadi kurang sehingga tingkah laku merosot. Usaha-usaha untuk mengadakan reformasi diadakan dan hasilnya pada tahun1415 skhisma kepausan dipulihkan. Raja-raja memainkan peranan penting dalam mengakhiri perpecahan gereja. Sebagai akibat perkembangan itu mulailah suatu kebudayaan, yang disebut Renaissance. Pembaharuan itu berlangsung dari abad ke-14 sampai abad ke-16, mulai dari Italia, dan tersebar ke Perancis, Spanyol, Inggris dan Jerman. Tujuannya untuk menggali sumber-sumber gereja yang ada di gereja kuno, dan lebih luas untuk kembali kepada sumber kebudayaan Kristen yang ada di kebudayaan Yunani dan Romawi. Penelitian itu memperkuat bahwa banyak hal dalam gereja, baik segi kehidupan maupun ajarannya, perlu diperbaiki. Namun, tidak hanya di dalam ruang lingkup gereja saja, melainkan dalam bidang-bidang tertentu renaisans membawa pembaharuan, seperti : bidang ilmu pengetahuan maupun bidang seni dan budaya. Walaupun saat itu gereja menghukum hasil penemuan dari Copernicus dan Galileo Galilei, yang pada akhirnya gereja meminta maaf atas perlakuan mereka. Renaisans yang membawa pembaharuan, ternyata membawa dampak bagi orang-orang, salah satu dampaknya yakni orang beranggap bahwa manusia menjadi fokus utama, usaha dan kemampuan yang menjadi titik tolak, lalu mengarah kepada pengetahuanlah yang menjadi bahan pemujaan orang sezaman itu.
IV.             Daftar Pustaka
Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran Di Dalam dan Sekitar Gereja, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2015.
Aritonang, Jan Sihar, Garis Besar Sejarah Gereja, Jakarta, Gunung Mulia, 2009.
Berkhof, H. & I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta, Gunung Mulia, 2015.
Curtis, A. Kenneth, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta, Gunung Mulia, 2015.
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta, Kanisius, 2005.
Hakim, Atang Abdul, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, Bandung, Pustaka Setia, 2008.
Heuken, A.,  Ensiklopedia Gereja IV (Ph-To), Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994.
Jonge, C. De, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Gereja, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1987.
McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta, BPK-GM, 2011.
Muzairi, Filsafat Umum, Yogyakarta, Teras, ttp.
Situmorang, Jonar T.H., Sejarah Gereja Umum, Yogyakarta, ANDI, 2014.



[1] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, (Yogyakarta: ANDI, 2014), 305.
[2] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 339.
[3] Ibid, 339.
[4] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, 305.
[5] Jan Sihar Aritonang, Garis Besar Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), 10.
[6] C. De Jonge, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 60.
[7] Ibid, 66-67.
[8] H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 94-95.
[9] C. De Jonge, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Gereja, 68.
[10] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, 306.
[11] H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, 99.
[12] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, ttp), 341.
[13] H.Berkhof & I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, 100.
[14]  C. De Jonge, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Gereja, 82-86.
                [15] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 62.
[16] Ibid, 61.
[17] A. Heuken,  Ensiklopedia Gereja IV (Ph-To), (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1994), 101.
[18] Thomas Aquinas merupakan seorang teolog skolastik yang terbesar. Ia adalah sangat mahir dalam filsafat Aristoteles yang kemudian filsafat itu diselaraskan dan tidak menjadi berbahaya bagi iman Kristen. Paus Yohanes XXII mengangkat ia sebagai  orang kudus pada tahun 1323. Ia terkenal akan ipsum esse subsistens (ada yang tak terbatas). Karya teologis ia yang sangat terkenal adalah Summa Contra Gentiles dan Summa Theologiae. (F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 13-14.).
[19] A. Kenneth Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2015), 64.
[20] A. Heuken, Ensiklopedia Gereja IV (Ph-To), 102.
[21] A. Heuken,  Ensiklopedia Gereja IV (Ph-To), 101.
[22] F.D. Wellem, Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), 74.
[23] Pandangan yang menekankan bahwa manusia telah dewasa. Manusia sudah dapat berdiri sendiri dan tidak memerlukan perwalian dari Tuhan Allah atau gereja. Oleh karena itu, aliran ini sangat menekankan kebebasan manusia sehingga kebebasan beragama ditekankan. (F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 169.).
[24] H. Berkhof & I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, 100-101.
[25] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 129-130.
[26] Terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Latin. Sebagian besar karya ini adalah hasil pekerjaan Hieronimus, sehingga biasanya disebut bahwa Vulgata merupakan karyanya. Tujuan Hieronimus adalah untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam naskah-naskah Latin yang beredar pada akhir abad ke-4. Hieronimus menerjemahkannya atas permintaan Paus Damasus pada tahun 382. Konsili Trente pada tahun 1546 menetapkan Vulgata sebagai Alkitab yang resmi dipergunakan dalam Gereja Katolik Roma. (F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 474-475.).
[27] A. Kenneth Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, 69-70.
[28] A. Heuken, Ensiklopedia Sejarah IV (Ph-To), 104.
[29] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 14.
[30] A. Heuken, Ensiklopedia Gereja IV (Ph-To), 104.
[31] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, 307.
[32] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, 14.
[33] A. Heuken, Ensiklopedia Gereja IV (Ph-To), 103.
[34] A. Kenneth Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, 74.
[35] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, 307-308.
[36] A. Kenneth Curtis, dkk, !00 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, 75.
[37] H. Berkhof & I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, 100.
[38] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam dan Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 26.
[39] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, 308.
Share:

No comments:

Post a Comment

POSTINGAN POPULER

Total Pageviews

FOLLOWERS