Pengertian, Dasar Theologi Perjanjian Baru serta Perkembangannya.


Pengertian, Dasar Theologi Perjanjian Baru serta Perkembangannya.

I.                   Pendahuluan
Dalam kesempatan ini kami para penyaji akan membahas bagaimana memahami dan mengerti apa pengertian, dasar dan pengembangan teologi Perjanjian Baru. Karena dengan membahas hal mendasar ini maka dapat menuntun kita untuk menjawab dan memberikan arah dalam pembelajaran kita mengenai teologi Perjanjian Baru. Semoga apa yang akan kita bahas menjadi suatu ilmu yang berharga untuk kita sebagai pelayan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Theologi.
Secara Etimologi kata Teologi berasal dari kata Theos dan logos. Theos berarti Tuhan, Allah, sedangkan logos berarti ilmu, wacana. Dengan kata lain, bahwa teologi merupakan ilmu yang membahas tentang Allah. Atau juga bisa diartikan sebagai doktrin-doktrin atau keyakinan-keyakinan tentang Allah (atau para dewa) dari kelompok keagamaan tertentu atau dari para pemikir perorangan. Istilah ini dipakai oleh orang Yunani jauh sebelum muncul Gereja Kristen untuk menunjuk pada ilmy mengenai hal-hal ilahi. Bahkan sampai sekarang kata “Theologi” dapat dipakai dengan makna umum dan luas. Dalam KBBI kata Theologi dirumuskan menjadi kata Ketuhanan ( mengenai sifat-sifat Allah, dasar-dasar kepercayaan kepada Allah dan agama berdasarkan kitab suci.[1]
2.2. Pengertian Perjanjian Baru.
Perjanjian baru adalah bagian kudus Alkitab Kristen yang terdiri dari 27 kitab. Kitab PB melanjutkan kitab umat Allah yang sebelumnya tertulis di dalam PL. Istilah “Perjanjian” berasal dari bahasa Yunani yaitu  diatheke yang berarti kesepakatan atau wasiat”. Para penulis PB memakai ungkapan “perjanjian Allah yang baru untuk menggambarkan hal-hal yang dikerjakan oleh Allah melalui Yesus (1Kor. 8:7-13, 9:15-17, 11:25, 12:24-27). Rasul Paulus berkata bahwa perjanjian yang baru itu tidak didasarkan pada hukum tertulis, tetapi lahir dari Roh Allah dan membawa kehidupan baru (2Kor. 3:6-15; Gal3:10-14).  Kitab PB ditulis dalam kurun waktu 100 tahun setelah masa kehidupan Yesus. KItab-kitab ini kebanyakan memusatkan perhatian pada diri Yesus yang diyakini umat Kristen sebagai yang diurapi (“Mesias”) atau Juruslamat (Mrk. 8:29, 14:61-62; Luk. 2:11; Yoh. 20:30-31; Kis. 3:18-21). Kitab-kitab injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes) dengan sudut pandang masing-masing menampilkan hidup dan ajaran-ajaran Yesus. Kisah Para Rasul menceritakan pengalaman Rasul-rasul sesudah kebangkitan Yesus menyebarkan injil tentang Yesus Kristus. Surat-surat PB menampilkan aneka ragam pemberitaan dan penafsiran atas ajar-ajaran Yesus pada masa jemaat perdana. Bagian penutup adalah kitab Wahyu, kitab ini menggambarakan masa depan yang penuh pengharapan, saat Allah akan menciptakan langit dan Bumi.[2] 
2.3.Pengertian Theologi Perjanjian Baru
Istilah teologi berasal dari akar kata dua istilah bahasa Yunani theos dan logos. Theos berarti Allah atau Ilah-Ilah dan Logos berarti perkataan/firman/wacana. Jadi, makna istilah teologi adalah wacana ilmiah mengenai Allah atau Ilah-Ilah.[3] Teologi merupakan salah-satu usaha manusia yang selayaknya disebut ilmu. Di dalamnya manusia berusaha mencari tahu tentang suatu pokok ataupun serentetan pokok. Pokok tersebut dikenal sebagai fenomena yang artinya hendak dipahami sedemikian rupa sehingga makna eksistensinya dapat diungkapkan. Teologi hendak mengenal, memahami, dan mengungkapkan Allah.[4] Dalam gereja Kristen, teologi mula-mula hanya membahas ajaran mengenai Allah, kemudian artinya menjadi lebih luas, yaitu membahas keseluruhan ajaran dan praktik Kristen.[5]
Ilmu teologi merupakan ilmu yang majemuk isinya. Di dalamnya terdapat beberapa bidang pokok yang perlu dikenal, antara lain Biblika, Umum, Historika, Sistematika, dan Praktika.[6] Untuk pembahasan kita kali ini, akan dibahas mengenai teologi Biblika terkhususnya Perjanjian Baru. Teologi Biblika bersandar pada ilmu tafsir yang meneliti ayat demi ayat, perikop demi perikop dan unit yang lebih luas seperti kitab atau karya suatu mazhab dari suatu bahasa, bentuk, isi, dan konteks. Teologi ini meneliti naskah yang terdapat dalam kanon yang wibawanya diakui gereja. Teologi Biblika juga berhubungan dengan ilmu teologi sistematika (dogmatika dan etika), yang memperingatkannya akan persoalan yang dipikirkan dalam umat Kristen berabad-abad lamanya dan yang sedang actual. Teologi biblika juga berhubungan dengan ilmu teologi praktika yang menyampaikan haslnya kepada jemaat melalui pembinaan, pemberitaan dan pengajaran, serta dalam usaha diakonia sosiaal dan politis. Seperti semua ilmu, teologi biblika mempunyai suatu fungsi kritis yang dijalankan dalam dialog dengan gereja, tradisinya, dan persoalan yang dihadapinya.[7][8]
Teologi mencerminkan kiat kita untuk menyajikan secara teratur pemahaman kita mengenai Allah dan pernyataanNya di dalam kristus dan tentang makna semuanya itu bagi para penyembahNya. Jadi, teologi Perjanjian Baru adalah pemahaman seluk-beluk Allah yang diungkapkan oleh Perjanjian Baru atau yang mendasari Perjanjian Baru atau yang dapat disimpulkan dari Perjanjian Baru.

2.4. Dasar Theologi Perjanjian Baru
Tidak satupun bagian dari Perjanjian Baru dapat dimengerti kalau tidak memahami Kristus, setiap bagian PB menyumbangkan pemikirannya tentang Kristus. Theologi Perjanjian Baru pada hakikatnya adalah merupakan Theologi mengenai Kristus. Karena itu kristologi menjadi ajaran utama untuk dipertimbangkan bukan karena pengaruh dogmatis, tetapi semata-mata karena terasa paling beralasan untuk mencari dasar kesatuan PB didalam DIA  menjadi pusat kepercayaan Kristen.[9] Rudolf Bultman, mengatakan bahwa  dalam Theologi Perjanjian Baru hal yang terutama adalah sejarah pengajaran Yesus Kristus, menurutnya bahwa Pengajaran Yesus Kristus bukanlah elemen dari Theologi Perjanjian Baru, tetapi sebagai bahahan atau materi.[10] Perjanjian Baru berfokus kepada kehidupan Yesus menggambarkannya dengan ulasan yang berhubungan bagi kehidudupan manusia. Pendekatan dalam perjanjian Baru menginterpertasikan bahwa Allah melalui Kristus yang mendamaikan Dunia dengan DiriNya sehingga menggambarkan menjadi praksa Ilahi. Dalam  pemikiran Kristen Mula-mula bahwa Yesus adalah penggenapan dari Perjanjian Lama, tema itu hadir dalam bagian terbesar kitab-kitab perjanjin Baru, walaupun penekannya berbeda-beda. Dan tentunya merupakan mata rantai yang kuat antara berbagai sumber ajaran. Ini bukan hanya menyangkut kutipan-kutipan PL, tetapi juga sekian banyak gagasan  Perjanjian Lama pada diri Yesus Kristus. Dalam perjanjian Baru memberikan kesaksian Bahwa Yesus Kristus akan datang kembali, sehingga tulisan-tulisan perjanjian Baru diurai dalam bentuk Kitab dan pengharapan itu tertulis disepanjang zaman oleh tokoh-tokoh pengkabaran injil dalam Peranjian Baru. Dalam Theologi Perjanjian Baru salah satu segi yang menonjol adalah  karya Roh kudus, tak disangkal adanya ketergantungan kuat pada Roh Kudus sejak penjemaan Yesus sampai ke berbagai tahapan perkembangan Gereja, Teologi Perjanjian Baru terikat menjadi satu oleh pertalian Roh Kudus.[11]

2.5. Sejarah dan Perkembangan Theologi Perjanjian Baru
Manusia selalu berusaha untuk memahami Allahnya dan mempercakapkan tentang DIA, inilah selalu alasan Klasik mengapa Teologi tidak pernah mati, dan selalu berkembang. Theologi selalu berkembang bahkan selalu erat kaitannya dengan sejarah Gereja tempat dimana Theologi itu tumbuh dan berkembang. Selama manusia memikirkan tentang AllahNya maka akan selalu lahir pemikiran dan perkembangan Teologi, yang membuat perbedaan adalah sumber-sumber yang digunakan oleh para penggagas teologi tidak sama.[12] Teologi pada abad permulaan adalah Teologi yang dikembangakan oleh Bapa Apostolic, ini adalah masa dimana rancang bangun Teologi tersusun secara sistematis, Teologi ini dekat dengan peristiwa kehidupan Kristus dan Rasul-Rasul. Sumbangan yang mereka sampaikan adalah tentang Trinitas, Keilahian, dan Kekakalan Kristus dan Keselamatan.[13] Pada abad Pertengahan, pengkajian Alkitab dibawah dari dogma Gereja. Teologi Alkitab hanya dipakai untuk menguatkan dogma Gereja, yang didirikan berlandaskan Alkitab, maupun Tradisi Gereja.  Bukan hanya Alkitab saja seperti yang dipahami secara historis, yang menjadi sumber ajaran Teologi tetapi sebagaimana yang juga ditafsirkan oleh tradisi Gereja.[14] Dalam Teologi Gereja ini, Kitab suci diinterpertasikan dalam konteks Tradisi suci dan komunitas Gereja.[15]. Dalam sejarah perkembangan Teologi perjanjian Baru yang awalnya adalah ketika Para Reformator menentang sifat Theologi dogmatis yang tidak Alkitabiah itu, dan menuntut agar Theologi itu haruslah secara Alkitab saja, seharusnya dogma adalah merupakan perumusan ajaran-ajaran Alkitab yang sistematis. Para Reformator menuntut agar Alkitab ditafsirkan secara harfiah bukan secara alegoris, dan ini menuntut kepadanya dimulainya era Theologi yang Alkitabiah.  Namun, pegertian para reformator mengenai sejarah masih kurang sempurna, sehingga perjanjian lama sering ditafsirkan bukan berdasarkan latar belakang sejarahnya, melainkan berdasarkan pandangan kebenaran perjanjian Baru.[16]
Teologi PB baru diminati sekitar dua abad terakhir ini. Sebelumnya teologi yang diminati adalah dogmatic, formulasi doktrin dari gereja. Dan sistematik, yang seringkali merupakan hasil spekulasi filosofis. Dalam suatu ceramah di 1787, J.P. Gabler mengimbangi dan menyerang metodologi teologi dogmatic, dengan mengkritik pendekatan filosofisnya. 
Pendekatan rasionalistik dipakai untuk mengerti PB. Alkitab dipandang sebagai buku hasil karya manusia, baik dalam prosses penulisannya dan apa yang ditekankan oleh masing-masing penulis. Pada dasarnya mereka menolak inspirasi Kitab Suci dan memandang PB sebagai karya literature yang tidak berbeda dengan karya literature lainnya, oleh sebab itu pendekatan yang mereka lakukan untuk studi PB adalah sudut pandang kritikal. Oleh sebab itu maka banyak keragaman opini. Sebagaian melihat adanya pertentangan antara penulis yang satu dengan yang lain dalam PB,l baik dari segi sejarah, latar belakang, suatu sintesa atau kehidupan Kristus yang dibumbui oleh para penulisnya. Akan tetapi kalangan konservatif dalam mempelajari PB biasanya memakai pendekatan dengan cara menyusun suatu materi sesuai dengan pembagian teologi sistematik atau memakai pendekatan teologis dari para penulis PB.Pelopor mula-mula dalam studi teologi PB adalah F.C. Baur dari Tubingen (1792-1860) ia adalah pemimpin dari kaum rasionalis. Ia menerapkan filsafat Hegel, yaitu tesis-antitesis-sintesis pada tulisan-tulisan PB. Jadi baur menemukan pertentangan antara penekanan Yahudi dari tulisan Petrus dan penekanan non-Yahudi dari Tulisan Paulus. H.J. Holtzman (1832-1910) melanjutkan pemikiran itu, menyangkal ide apapun yang berkaitan dengan inspirasi dan menyodorkan teologi konflik dalam PB.
Wilhelm Wrede (1859-1906) mempengaruhi teologi PB cukup besar dengan penekanan pada pendekatan sejarah agama. Ia menyangkali bahwa PB merupakan satu dokumen teologi; tetapi berpendapat bahwa PB harus dilihat sebagai suatu sejarahdari abad pertama. Teologi seharusnya tidak boleh dipertimbangkan sebagai istilah yang tepat; agama merupakan istilah yang lebih baik untuk mengidentifikasikan tulisan-tulisan PB karena mengekspresikan “kepercayaan, pengharapan, kecintaan” para penulis daripada hanya merupakan “suatu catatan refleksi teologis yang abstrak.” Wrede menulis sebuah esai sistematis tentang tujuan dan metode-metode teologi PB (1897) terbukti sangatlah penting karena esai tersebut menjelaskan dengan tepat jalur yang dipilih teologi PB untuk bergerak sejak masa Pencerahan, dan memberikan kerangka perkembangan lebih lanjut pada abad itu sampai saat ini.  Bagi Wrede istilah ’teologi PB’ adalah istilah yang salah. PB bukanlah kumpulan yang terdiri dari gambaran teologi abstrak, tetapi agama yang hidup; PB tidak terdiri dari beraneka ragam konsep ajaran tentang kepercayaan, harapan, cinta, dsb, tetapi mencerminkan kepercayaa, harapan, cinta dan pengalaman-pengalaman lain penulis yang nyata.  Di samping itu, menganggap PB begitu saja sebagai kumpulan tulisan yang lengkap dan tertutup adalah perbuatan yang semena-mena; kanonisasi adalah kekuatan yang membatasi dokumen-dokumen PB.  
Pada kenyataannya dokumen-dokumen tersebut merupakan berbagai fragmen tulisan awal kekristenan yang masih bertahan dan saling terkait dalam satu keberlangsungan, dengan karya sastra Kristen lainnya.[17] Rudolf Bultman (1884-1976) adalah tokoh penentang Wrede.  Ia menekankan pendekatan kritik bentuk pada PB dan berusaha mengungkapkan apa yang ada dibalik materi itu. Bultman mengajarkan bahwa PB telah dicampuri oleh opini2 dan penafsiran kembali pada penulis.Tugas sekarang adalah meliputi suatu “demitologisasi” dari PB, yaitu untuk melucuti pengaruh penulis PB dan tiba pada kata-kata sebenarnya yang diucapkan oleh Yesus. Bultman tidak melihat adanya koneksitas antara Yesus sejarah dan Yesus kepercayaaan.  
Menurut Bultmann, tugas penafsir adalah memahami penulis Alkitab lebih dari penulis itu mengenal dirinya.  Sudut pandang hermeneutika yang mendasar, secara berbeda, memunculkan perbedaan antara apa yang dikatakan oleh penulis-penulis PB dengan apa yang mereka maksudkan.  Perbedaan tersebut seringkali ajaran PB yang bertentangan adalah mengenai pribadi dan aktivitas Yesus, terwujud dalam bahasa dan cara berpikir kuno yaitu cara pandang dasar yang mistis.  Tetapi tujuan pengajaran PB adalah untuk memberikan arahan terhadap tanggung jawab manusia dalam kebebasannya, keterbukaan eksistensi manusia untuk mengalami Allah yang ak terlihat dan jaminan eksistensi eskatologis karena karya salib Yesus – tujuan ini (demitologisasi) sangatlah sesuai bagi manusia modern saar ini dan perhatian terhadap kepercayaan Kristen modern. Teologi PB Bultmann (1948-53) mewakili usaha untuk secara adil memenuhi tuntutan metode sejarah murni tetapi dalam sudut pandang tertentu yaitu tidak mengijinkan adanya rekonstruksi sejarah yang terlepas dari Alkitab lalu meletakkannya dalam usaha menafsirkan PB yang hendak menyampaikan sesuatu bagi dunia di masa sekarang.Metode Bultmann mendapat tantangan, terutama karena pemahamannya tentang PB (demitologisasi) terlalu amat bergantung pada kategori-kategori eksistensialisme modern.  Karya Oscar Cullman (1902) menunjukkan sisi reaksi yang berlawanan terhadap Bultmann.  Cullman menekankan tindakan Allah dalam sejarah dalam mencapai keselamatan manusia. Hal ini diberi istilah Heilsgeschichte atau “sejarah keselamatan.” Culman banyak menolak gambaran radikal dari kritik bentuk sebaliknya ia mengikuti eksegesis PB dengan penekanan pada Kristologi PB.
2.6.Metodologi Theologi PB.[18]
Dalam mengikuti Teologi PB, sebagian mengikuti garis umum dari teologis sistematik, namun demikian metodologi itu tidak cukup untuk menyatakan penekanan dari masing-masing penulis. Kelihatannya yang paling baik adalah menyusun teologi PB dengan menganalisa penulisan masing-masing penulis PB yang merefleksikan apa yang setiap penulis katakana tentang suatu subyek. Ada beberapa factor yang harus dipertimbangkan dalam perkembangan suatu metodologi:
1. Pewahyuan adalah progresif.  Penyataan yang berkembang, berkulminasi dalam wahyu yang berkaitan dengan Kristus. Teologi Penjanjian Baru harus berusaha menggambarkan kulminasi doktrin2 berkaitan dengan Kristus dan penebusan.  Alkitab tidak berasal dari satu buku tunggal ajaran atau penuntutn moral.  Alkitab terdiri dari berbagai jenis tulisan dan gaya sastra yang merupakan catatan sejarah penyataan khusus Allah yaitu sebuah sejarah yang hasilnya berupa sebuah bagian sejarah.  Sejarah panjang Alkitab bermula sejak di Eden dan setelah kejatuhan manusia dalam dosa lalu dilanjutkan dalam karya penebusan Allah yang terus-menerus berlangsung melalui pengungkapan diri-Nya dan melalui firman yang ditafsirkan, terutama dalam perjanjian-Nya dengan Israel sampai pada puncaknya di dalam pribadi dan karya Kristus.  Penyataan alkitab, pada intinya menyatakan penebusan atau menyatakan sejarah-perjanjian, dan teologi biblika berusaha untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi perkembangan sejarah dan karakteristik penyataan khusus yang berbeda dari yang lain.
2. Penekanan dari PB berpuncak pada kepercayaan kematian dan kebangkitan Kristus dan  pengharapan akan kedatangan yang kedua kali.. teologi PB harus berfokus pada doktrin2 ini yang berasal dari berbagai penulis PB.
3. Kesatuan dan keanekaragaman.  Teologi PB harus mengakui bahwa pengajaran Yesus dan pengajaran dari penulis PB lainnya adalah merupakan satu kesatuan dan harmonis.  Keanekaragaman pengajaran-pengajaran yang ada dalam PB yang sering disalahpahami penting untuk dikaji.  Perbedaan dalam keanekaragaman PB tidak berarti menunjukkan adanya sifat relatif, menusiawi, sekadar pandangan sejarah PB, menunjukkan hal yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan sifat kesatuannya atau sifat keilahiannya (Wahyu, kebenaran, validitas di dalamnya) yang entah bagaimana ada dalam keanekaragaman.  Keanekaragaman adalah suatu fungsi dari berbagai sifat kemanusiaan penulisnya yang bermacam-macam di dalam PB tetapi akhirnya, dan lebih tepat keanekaragaman itu berakar pada sumber ilahi yang sama dan yang unik dari PB.  Untuk memahami keanekaragaman PB tidakk dapat hanya dengan sekadar mengupas kemanusiawiannya, tetapi juga harus melihat betapa Tuhan mewahyukan penyataan-Nya dalam berbagai cara yang begitu kaya.  Kecenderungan untuk menahan atau mengabaikan faktor sejarah tertentu dalam ajaran PB dan terlalu cepat memadukan atau menyatukannya, yang mungkin munvul dari ketakutan apologetis bahwa menekankan keanekaragaman akan membatasi atau bahkan melemahkan kesatuan, adalah tidak tepat; hal ini sangat merugikan PB, karena pada akhirnya hal ini akan mengaburkan adanya ’keluasan berbagai sisi hikmat Allah’.  Kesatuan PB adalah kesatuan di dalam keanekaragaman; dan hal ini memang lebih baik; karena menggambarkan pribadi Allah sendiri yang adalah berbeda tetapi satu kesatuan.
4. Keragaman tulisan-tulisan PB tidak menyebabkan kontradiksi, tetapi berasal dari asal mula ilahi PB Teologi PB harus mengaplikasikan metode analitik (tetapi tidak mengesampingkan metode tematik) karena metode itu dengan baik merefleksikan keragaman dari PB.  Ada dua macam cara yang paling banyak digunakan untuk menyajikan teologi PB yaitu metode tematis dan metode analisis.  Metode tematis harus mempertimbangkan kontribusi khusus dari masing-masing penulis; metode analisis harus menunjukkan saling keterkaitan dan koherensi masing-masing kelompok tulisan.  Secara keseluruhan metode analisis lebih banyak disukai karena dua alasan: a. Metode ini memberi perhatian yang cukup terhadap keanekaragaman PB, sedangkan metode tematis cenderung kurang memperhatikan keanekaragaman; b. Metode ini membuat teologi PB menjadi lebih dapat dimengerti dari pada metode tematis pada teologi sistemtis, dimana dalam metode ini menyatukan selutuh Alkitab untuk membahas suatu tema, tidak hanya harus memperhatikan ajaran PB tetapi juga ajaran PL, seturut dengan perkembangan sejarah doktrin.  Teologi PB yang tematis bisa dengan mudah bersaing dengan teologi sistematis, sehingga dapat membingungkan tugas teologi bagi gereja.
III.             Kesimpulan
Kami para penyaji dapat menyimpulkan bahwa teologi Perjanjian Baru adalah pemahaman seluk-beluk Allah yang yang diungkapkan oleh Perjanjian Baru, atau yang mendasari Perjanjian Baru atau yang dapat disimpulkan dari Perjanjian Baru. Ada tiga macam sumber yang menjadi sasaran penelitian latar belakang yaitu Perjanjian Lama, tulisan-tulisan Yahudi Palestina dan tulisa-tulisan Helenistik. Sumber ini akan membantu kita untuk memahami teologi perjanjian baru. Dan mengenai perkembangan teologi Perjanjian Baru terjadi perubahan dari zaman kezaman, mulai dari teologi biblika yang tidak terlalu diperhatikan karena terlau fokus utama pada masa abad pertengahan lebih kepada teologi dogmatika sampai dibuat perbedaan antara teologi biblika Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Juga mengenai pandangan para ahli yang beragam membuat kita mengetahui bahwa memang jelaslah tampak bahwa ahli-ahli belum sepakat mengenai tujuan suatu teologi Perjanjian Baru, kebanyakan diantara mereka lebih suka menyajikan bukti-bukti berupa ulasan teologis yang berbeda-beda.
IV.             Daftar Pustaka
V.                Sumber Buku:
……., Alkitab Edisi Studi, Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2015
Avis, Paul, Apakah Teologi, “Ambang Pintu Theolgi”, Jakarta : BPK GM, 2001
B., Sinclair Ferguson  David  F. wright, dan  J. I. Packer, New Dictionary of Theology Jilid 2 Malang: Literatur SAAT, 2009
Barth, Christoph dan Marie-Claire Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Barth, Karl, Pengantar kedalam Teologi Berdasarkan Injil, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012
Conzelmann, H., New Tenstamen Theology, London: SCM, 1969                                             
Drewes, B. F., dan Julianus Mojau, Apa itu Teologi? Pengantar kedalam ilmu Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Guthrie, Donald, Theologi Perjanjian Baru 3 ,  Jakarta : BPK GM, 1993
Laad, George Eldon, Teologi Perjanjian Baru Jilid I, Bandung : Kalam Hidup, 2002
Moris, Leon, Teologi Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006
Sumber Lain:
Https://id.m.wikidipedia.org/wiki/Tradisi_suci, diakses pada Selasa, 29 Januari 2019 Pukul 20.00




[1] B.F. Drewes & Julianus Mojau, Apa itu Theologi?,( Jakarta : BPK GM, 2007), 15-16
[2] ……., Alkitab Edisi Studi, ( Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2015),
[3] B. F. Drewes dan Julianus Mojau, Apa itu Teologi? Pengantar kedalam ilmu Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 16
[4] Karl Barth, Pengantar kedalam Teologi Berdasarkan Injil, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012), 3
[5] B. F. Drewes dan Julianus Mojau, Apa itu Teologi? Pengantar kedalam ilmu Teologi, 17
[6] Ibid, 1
[7] Christoph Barth dan Marie-Claire Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 4
[8] Leon Moris, Teologi Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2006), 10
[9] Donald Guthrie, Theologi Perjanjian Baru 3 , ( Jakarta : BPK GM, 1993), 384
[10] H. Conzelmann, New Tenstamen Theology, ( London: SCM, 1969) 8
[11] Donald Guthrie, Theologi Perjanjian Baru 3 , ( Jakarta : BPK GM, 1993),384-387
[12] Paul Avis, Apakah Teologi, “Ambang Pintu Theolgi”, ( Jakarta : BPK GM, 2001), 11.
[13]  B.F Drewes, Apakah Itu Theologi, 36-37
[14] George Eldon Laad, Teologi Perjanjian Baru Jilid I, ( Bandung : Kalam Hidup, 2002),  11-12  
[15] Https://id.m.wikidipedia.org/wiki/Tradisi_suci, diakses pada Selasa, 29 Januari 2019 Pukul 20.00
[16] George Eldon Laad, Teologi Perjanjian Baru Jilid I, 12

[17] Sinclair B. Ferguson David F. wright, dan J. I. Packer, New Dictionary of Theology Jilid 2 (Malang: Literatur SAAT, 2009), 399. http://www.hidupkristen.com/2017/08/teologi-perjanjian-baru.html
[18] http://www.hidupkristen.com/2017/08/teologi-perjanjian-baru.html
Share:

Related Posts:

No comments:

Post a Comment

POSTINGAN POPULER

SEMUA POSTINGAN

Total Pageviews

216378

FOLLOWERS