Pengertian,
Dasar Theologi Perjanjian Baru serta Perkembangannya.
I.
Pendahuluan
Dalam kesempatan ini kami para penyaji akan membahas
bagaimana memahami dan mengerti apa pengertian, dasar dan pengembangan teologi
Perjanjian Baru. Karena dengan membahas hal mendasar ini maka dapat menuntun
kita untuk menjawab dan memberikan arah dalam pembelajaran kita mengenai
teologi Perjanjian Baru. Semoga apa yang akan kita bahas menjadi suatu ilmu
yang berharga untuk kita sebagai pelayan Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Theologi.
Secara
Etimologi kata Teologi berasal dari kata Theos
dan logos. Theos berarti Tuhan,
Allah, sedangkan logos berarti ilmu, wacana. Dengan kata lain, bahwa teologi
merupakan ilmu yang membahas tentang Allah. Atau juga bisa diartikan sebagai
doktrin-doktrin atau keyakinan-keyakinan tentang Allah (atau para dewa) dari
kelompok keagamaan tertentu atau dari para pemikir perorangan. Istilah ini
dipakai oleh orang Yunani jauh sebelum muncul Gereja Kristen untuk menunjuk
pada ilmy mengenai hal-hal ilahi. Bahkan sampai sekarang kata “Theologi” dapat dipakai dengan makna
umum dan luas. Dalam KBBI kata Theologi dirumuskan menjadi kata Ketuhanan (
mengenai sifat-sifat Allah, dasar-dasar kepercayaan kepada Allah dan agama
berdasarkan kitab suci.[1]
2.2.
Pengertian Perjanjian Baru.
Perjanjian baru adalah bagian kudus Alkitab Kristen
yang terdiri dari 27 kitab. Kitab PB melanjutkan kitab umat Allah yang
sebelumnya tertulis di dalam PL. Istilah “Perjanjian” berasal dari bahasa
Yunani yaitu diatheke yang berarti kesepakatan atau wasiat”. Para penulis PB
memakai ungkapan “perjanjian Allah yang baru untuk menggambarkan hal-hal yang
dikerjakan oleh Allah melalui Yesus (1Kor. 8:7-13, 9:15-17, 11:25, 12:24-27).
Rasul Paulus berkata bahwa perjanjian yang baru itu tidak didasarkan pada hukum
tertulis, tetapi lahir dari Roh Allah dan membawa kehidupan baru (2Kor. 3:6-15;
Gal3:10-14). Kitab PB ditulis dalam
kurun waktu 100 tahun setelah masa kehidupan Yesus. KItab-kitab ini kebanyakan
memusatkan perhatian pada diri Yesus yang diyakini umat Kristen sebagai yang
diurapi (“Mesias”) atau Juruslamat (Mrk. 8:29, 14:61-62; Luk. 2:11; Yoh.
20:30-31; Kis. 3:18-21). Kitab-kitab injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes)
dengan sudut pandang masing-masing menampilkan hidup dan ajaran-ajaran Yesus.
Kisah Para Rasul menceritakan pengalaman Rasul-rasul sesudah kebangkitan Yesus
menyebarkan injil tentang Yesus Kristus. Surat-surat PB menampilkan aneka ragam
pemberitaan dan penafsiran atas ajar-ajaran Yesus pada masa jemaat perdana.
Bagian penutup adalah kitab Wahyu, kitab ini menggambarakan masa depan yang
penuh pengharapan, saat Allah akan menciptakan langit dan Bumi.[2]
2.3.Pengertian
Theologi Perjanjian Baru
Istilah teologi berasal dari akar kata dua istilah
bahasa Yunani theos dan logos. Theos berarti Allah atau Ilah-Ilah dan Logos berarti perkataan/firman/wacana. Jadi, makna istilah teologi
adalah wacana ilmiah mengenai Allah atau Ilah-Ilah.[3]
Teologi merupakan salah-satu usaha manusia yang selayaknya disebut ilmu. Di
dalamnya manusia berusaha mencari tahu tentang suatu pokok ataupun serentetan
pokok. Pokok tersebut dikenal sebagai fenomena yang artinya hendak dipahami
sedemikian rupa sehingga makna eksistensinya dapat diungkapkan. Teologi hendak
mengenal, memahami, dan mengungkapkan Allah.[4]
Dalam gereja Kristen, teologi mula-mula hanya membahas ajaran mengenai Allah,
kemudian artinya menjadi lebih luas, yaitu membahas keseluruhan ajaran dan
praktik Kristen.[5]
Ilmu teologi merupakan ilmu yang majemuk isinya. Di
dalamnya terdapat beberapa bidang pokok yang perlu dikenal, antara lain
Biblika, Umum, Historika, Sistematika, dan Praktika.[6]
Untuk pembahasan kita kali ini, akan dibahas mengenai teologi Biblika
terkhususnya Perjanjian Baru. Teologi Biblika bersandar pada ilmu tafsir yang
meneliti ayat demi ayat, perikop demi perikop dan unit yang lebih luas seperti
kitab atau karya suatu mazhab dari suatu bahasa, bentuk, isi, dan konteks.
Teologi ini meneliti naskah yang terdapat dalam kanon yang wibawanya diakui
gereja. Teologi Biblika juga berhubungan dengan ilmu teologi sistematika (dogmatika
dan etika), yang memperingatkannya akan persoalan yang dipikirkan dalam umat
Kristen berabad-abad lamanya dan yang sedang actual. Teologi biblika juga
berhubungan dengan ilmu teologi praktika yang menyampaikan haslnya kepada
jemaat melalui pembinaan, pemberitaan dan pengajaran, serta dalam usaha
diakonia sosiaal dan politis. Seperti semua ilmu, teologi biblika mempunyai
suatu fungsi kritis yang dijalankan dalam dialog dengan gereja, tradisinya, dan
persoalan yang dihadapinya.[7][8]
Teologi mencerminkan kiat kita untuk menyajikan secara
teratur pemahaman kita mengenai Allah dan pernyataanNya di dalam kristus dan
tentang makna semuanya itu bagi para penyembahNya. Jadi, teologi Perjanjian
Baru adalah pemahaman seluk-beluk Allah yang diungkapkan oleh Perjanjian Baru
atau yang mendasari Perjanjian Baru atau yang dapat disimpulkan dari Perjanjian
Baru.
2.4.
Dasar Theologi Perjanjian Baru
Tidak
satupun bagian dari Perjanjian Baru dapat dimengerti kalau tidak memahami
Kristus, setiap bagian PB menyumbangkan pemikirannya tentang Kristus. Theologi
Perjanjian Baru pada hakikatnya adalah merupakan Theologi mengenai Kristus.
Karena itu kristologi menjadi ajaran utama untuk dipertimbangkan bukan karena
pengaruh dogmatis, tetapi semata-mata karena terasa paling beralasan untuk
mencari dasar kesatuan PB didalam DIA
menjadi pusat kepercayaan Kristen.[9]
Rudolf Bultman, mengatakan bahwa dalam
Theologi Perjanjian Baru hal yang terutama adalah sejarah pengajaran Yesus
Kristus, menurutnya bahwa Pengajaran Yesus Kristus bukanlah elemen dari
Theologi Perjanjian Baru, tetapi sebagai bahahan atau materi.[10]
Perjanjian Baru berfokus kepada kehidupan Yesus menggambarkannya dengan ulasan
yang berhubungan bagi kehidudupan manusia. Pendekatan dalam perjanjian Baru
menginterpertasikan bahwa Allah melalui Kristus yang mendamaikan Dunia dengan
DiriNya sehingga menggambarkan menjadi praksa Ilahi. Dalam pemikiran Kristen Mula-mula bahwa Yesus
adalah penggenapan dari Perjanjian Lama, tema itu hadir dalam bagian terbesar
kitab-kitab perjanjin Baru, walaupun penekannya berbeda-beda. Dan tentunya
merupakan mata rantai yang kuat antara berbagai sumber ajaran. Ini bukan hanya
menyangkut kutipan-kutipan PL, tetapi juga sekian banyak gagasan Perjanjian Lama pada diri Yesus Kristus.
Dalam perjanjian Baru memberikan kesaksian Bahwa Yesus Kristus akan datang
kembali, sehingga tulisan-tulisan perjanjian Baru diurai dalam bentuk Kitab dan
pengharapan itu tertulis disepanjang zaman oleh tokoh-tokoh pengkabaran injil
dalam Peranjian Baru. Dalam Theologi Perjanjian Baru salah satu segi yang
menonjol adalah karya Roh kudus, tak
disangkal adanya ketergantungan kuat pada Roh Kudus sejak penjemaan Yesus
sampai ke berbagai tahapan perkembangan Gereja, Teologi Perjanjian Baru terikat
menjadi satu oleh pertalian Roh Kudus.[11]
2.5.
Sejarah dan Perkembangan Theologi Perjanjian Baru
Manusia
selalu berusaha untuk memahami Allahnya dan mempercakapkan tentang DIA, inilah
selalu alasan Klasik mengapa Teologi tidak pernah mati, dan selalu berkembang.
Theologi selalu berkembang bahkan selalu erat kaitannya dengan sejarah Gereja
tempat dimana Theologi itu tumbuh dan berkembang. Selama manusia memikirkan
tentang AllahNya maka akan selalu lahir pemikiran dan perkembangan Teologi,
yang membuat perbedaan adalah sumber-sumber yang digunakan oleh para penggagas
teologi tidak sama.[12]
Teologi pada abad permulaan adalah Teologi yang dikembangakan oleh Bapa
Apostolic, ini adalah masa dimana rancang bangun Teologi tersusun secara
sistematis, Teologi ini dekat dengan peristiwa kehidupan Kristus dan Rasul-Rasul.
Sumbangan yang mereka sampaikan adalah tentang Trinitas, Keilahian, dan
Kekakalan Kristus dan Keselamatan.[13]
Pada abad Pertengahan, pengkajian Alkitab dibawah dari dogma Gereja. Teologi
Alkitab hanya dipakai untuk menguatkan dogma Gereja, yang didirikan
berlandaskan Alkitab, maupun Tradisi Gereja.
Bukan hanya Alkitab saja seperti yang dipahami secara historis, yang
menjadi sumber ajaran Teologi tetapi sebagaimana yang juga ditafsirkan oleh
tradisi Gereja.[14]
Dalam Teologi Gereja ini, Kitab suci diinterpertasikan dalam konteks Tradisi
suci dan komunitas Gereja.[15].
Dalam sejarah perkembangan Teologi perjanjian Baru yang awalnya adalah ketika
Para Reformator menentang sifat Theologi dogmatis yang tidak Alkitabiah itu,
dan menuntut agar Theologi itu haruslah secara Alkitab saja, seharusnya dogma
adalah merupakan perumusan ajaran-ajaran Alkitab yang sistematis. Para
Reformator menuntut agar Alkitab ditafsirkan secara harfiah bukan secara
alegoris, dan ini menuntut kepadanya dimulainya era Theologi yang Alkitabiah. Namun, pegertian para reformator mengenai
sejarah masih kurang sempurna, sehingga perjanjian lama sering ditafsirkan
bukan berdasarkan latar belakang sejarahnya, melainkan berdasarkan pandangan
kebenaran perjanjian Baru.[16]
Teologi PB baru diminati sekitar dua abad terakhir ini.
Sebelumnya teologi yang diminati adalah dogmatic, formulasi doktrin dari
gereja. Dan sistematik, yang seringkali merupakan hasil spekulasi filosofis.
Dalam suatu ceramah di 1787, J.P. Gabler mengimbangi dan menyerang metodologi
teologi dogmatic, dengan mengkritik pendekatan filosofisnya.
Pendekatan rasionalistik dipakai untuk mengerti PB. Alkitab dipandang sebagai buku hasil karya manusia, baik dalam prosses penulisannya dan apa yang ditekankan oleh masing-masing penulis. Pada dasarnya mereka menolak inspirasi Kitab Suci dan memandang PB sebagai karya literature yang tidak berbeda dengan karya literature lainnya, oleh sebab itu pendekatan yang mereka lakukan untuk studi PB adalah sudut pandang kritikal. Oleh sebab itu maka banyak keragaman opini. Sebagaian melihat adanya pertentangan antara penulis yang satu dengan yang lain dalam PB,l baik dari segi sejarah, latar belakang, suatu sintesa atau kehidupan Kristus yang dibumbui oleh para penulisnya. Akan tetapi kalangan konservatif dalam mempelajari PB biasanya memakai pendekatan dengan cara menyusun suatu materi sesuai dengan pembagian teologi sistematik atau memakai pendekatan teologis dari para penulis PB.Pelopor mula-mula dalam studi teologi PB adalah F.C. Baur dari Tubingen (1792-1860) ia adalah pemimpin dari kaum rasionalis. Ia menerapkan filsafat Hegel, yaitu tesis-antitesis-sintesis pada tulisan-tulisan PB. Jadi baur menemukan pertentangan antara penekanan Yahudi dari tulisan Petrus dan penekanan non-Yahudi dari Tulisan Paulus. H.J. Holtzman (1832-1910) melanjutkan pemikiran itu, menyangkal ide apapun yang berkaitan dengan inspirasi dan menyodorkan teologi konflik dalam PB.
Pendekatan rasionalistik dipakai untuk mengerti PB. Alkitab dipandang sebagai buku hasil karya manusia, baik dalam prosses penulisannya dan apa yang ditekankan oleh masing-masing penulis. Pada dasarnya mereka menolak inspirasi Kitab Suci dan memandang PB sebagai karya literature yang tidak berbeda dengan karya literature lainnya, oleh sebab itu pendekatan yang mereka lakukan untuk studi PB adalah sudut pandang kritikal. Oleh sebab itu maka banyak keragaman opini. Sebagaian melihat adanya pertentangan antara penulis yang satu dengan yang lain dalam PB,l baik dari segi sejarah, latar belakang, suatu sintesa atau kehidupan Kristus yang dibumbui oleh para penulisnya. Akan tetapi kalangan konservatif dalam mempelajari PB biasanya memakai pendekatan dengan cara menyusun suatu materi sesuai dengan pembagian teologi sistematik atau memakai pendekatan teologis dari para penulis PB.Pelopor mula-mula dalam studi teologi PB adalah F.C. Baur dari Tubingen (1792-1860) ia adalah pemimpin dari kaum rasionalis. Ia menerapkan filsafat Hegel, yaitu tesis-antitesis-sintesis pada tulisan-tulisan PB. Jadi baur menemukan pertentangan antara penekanan Yahudi dari tulisan Petrus dan penekanan non-Yahudi dari Tulisan Paulus. H.J. Holtzman (1832-1910) melanjutkan pemikiran itu, menyangkal ide apapun yang berkaitan dengan inspirasi dan menyodorkan teologi konflik dalam PB.
Wilhelm Wrede (1859-1906)
mempengaruhi teologi PB cukup besar dengan penekanan pada pendekatan sejarah agama.
Ia menyangkali bahwa PB merupakan satu dokumen teologi; tetapi berpendapat
bahwa PB harus dilihat sebagai suatu sejarahdari abad pertama. Teologi
seharusnya tidak boleh dipertimbangkan sebagai istilah yang tepat; agama
merupakan istilah yang lebih baik untuk mengidentifikasikan tulisan-tulisan PB
karena mengekspresikan “kepercayaan, pengharapan, kecintaan” para penulis
daripada hanya merupakan “suatu catatan refleksi teologis yang abstrak.”
Wrede menulis sebuah esai sistematis tentang tujuan dan
metode-metode teologi PB (1897) terbukti sangatlah penting karena esai tersebut
menjelaskan dengan tepat jalur yang dipilih teologi PB untuk bergerak sejak
masa Pencerahan, dan memberikan kerangka perkembangan lebih lanjut pada abad
itu sampai saat ini. Bagi Wrede istilah ’teologi PB’ adalah istilah yang
salah. PB bukanlah kumpulan yang terdiri dari gambaran teologi abstrak,
tetapi agama yang hidup; PB tidak terdiri dari beraneka ragam konsep ajaran
tentang kepercayaan, harapan, cinta, dsb, tetapi mencerminkan kepercayaa,
harapan, cinta dan pengalaman-pengalaman lain penulis yang nyata. Di
samping itu, menganggap PB begitu saja sebagai kumpulan tulisan yang lengkap
dan tertutup adalah perbuatan yang semena-mena; kanonisasi adalah kekuatan yang
membatasi dokumen-dokumen PB.
Pada kenyataannya dokumen-dokumen tersebut merupakan berbagai fragmen tulisan awal kekristenan yang masih bertahan dan saling terkait dalam satu keberlangsungan, dengan karya sastra Kristen lainnya.[17] Rudolf Bultman (1884-1976) adalah tokoh penentang Wrede. Ia menekankan pendekatan kritik bentuk pada PB dan berusaha mengungkapkan apa yang ada dibalik materi itu. Bultman mengajarkan bahwa PB telah dicampuri oleh opini2 dan penafsiran kembali pada penulis.Tugas sekarang adalah meliputi suatu “demitologisasi” dari PB, yaitu untuk melucuti pengaruh penulis PB dan tiba pada kata-kata sebenarnya yang diucapkan oleh Yesus. Bultman tidak melihat adanya koneksitas antara Yesus sejarah dan Yesus kepercayaaan.
Menurut Bultmann, tugas penafsir adalah memahami penulis Alkitab lebih dari penulis itu mengenal dirinya. Sudut pandang hermeneutika yang mendasar, secara berbeda, memunculkan perbedaan antara apa yang dikatakan oleh penulis-penulis PB dengan apa yang mereka maksudkan. Perbedaan tersebut seringkali ajaran PB yang bertentangan adalah mengenai pribadi dan aktivitas Yesus, terwujud dalam bahasa dan cara berpikir kuno yaitu cara pandang dasar yang mistis. Tetapi tujuan pengajaran PB adalah untuk memberikan arahan terhadap tanggung jawab manusia dalam kebebasannya, keterbukaan eksistensi manusia untuk mengalami Allah yang ak terlihat dan jaminan eksistensi eskatologis karena karya salib Yesus – tujuan ini (demitologisasi) sangatlah sesuai bagi manusia modern saar ini dan perhatian terhadap kepercayaan Kristen modern. Teologi PB Bultmann (1948-53) mewakili usaha untuk secara adil memenuhi tuntutan metode sejarah murni tetapi dalam sudut pandang tertentu yaitu tidak mengijinkan adanya rekonstruksi sejarah yang terlepas dari Alkitab lalu meletakkannya dalam usaha menafsirkan PB yang hendak menyampaikan sesuatu bagi dunia di masa sekarang.Metode Bultmann mendapat tantangan, terutama karena pemahamannya tentang PB (demitologisasi) terlalu amat bergantung pada kategori-kategori eksistensialisme modern. Karya Oscar Cullman (1902) menunjukkan sisi reaksi yang berlawanan terhadap Bultmann. Cullman menekankan tindakan Allah dalam sejarah dalam mencapai keselamatan manusia. Hal ini diberi istilah Heilsgeschichte atau “sejarah keselamatan.” Culman banyak menolak gambaran radikal dari kritik bentuk sebaliknya ia mengikuti eksegesis PB dengan penekanan pada Kristologi PB.
Pada kenyataannya dokumen-dokumen tersebut merupakan berbagai fragmen tulisan awal kekristenan yang masih bertahan dan saling terkait dalam satu keberlangsungan, dengan karya sastra Kristen lainnya.[17] Rudolf Bultman (1884-1976) adalah tokoh penentang Wrede. Ia menekankan pendekatan kritik bentuk pada PB dan berusaha mengungkapkan apa yang ada dibalik materi itu. Bultman mengajarkan bahwa PB telah dicampuri oleh opini2 dan penafsiran kembali pada penulis.Tugas sekarang adalah meliputi suatu “demitologisasi” dari PB, yaitu untuk melucuti pengaruh penulis PB dan tiba pada kata-kata sebenarnya yang diucapkan oleh Yesus. Bultman tidak melihat adanya koneksitas antara Yesus sejarah dan Yesus kepercayaaan.
Menurut Bultmann, tugas penafsir adalah memahami penulis Alkitab lebih dari penulis itu mengenal dirinya. Sudut pandang hermeneutika yang mendasar, secara berbeda, memunculkan perbedaan antara apa yang dikatakan oleh penulis-penulis PB dengan apa yang mereka maksudkan. Perbedaan tersebut seringkali ajaran PB yang bertentangan adalah mengenai pribadi dan aktivitas Yesus, terwujud dalam bahasa dan cara berpikir kuno yaitu cara pandang dasar yang mistis. Tetapi tujuan pengajaran PB adalah untuk memberikan arahan terhadap tanggung jawab manusia dalam kebebasannya, keterbukaan eksistensi manusia untuk mengalami Allah yang ak terlihat dan jaminan eksistensi eskatologis karena karya salib Yesus – tujuan ini (demitologisasi) sangatlah sesuai bagi manusia modern saar ini dan perhatian terhadap kepercayaan Kristen modern. Teologi PB Bultmann (1948-53) mewakili usaha untuk secara adil memenuhi tuntutan metode sejarah murni tetapi dalam sudut pandang tertentu yaitu tidak mengijinkan adanya rekonstruksi sejarah yang terlepas dari Alkitab lalu meletakkannya dalam usaha menafsirkan PB yang hendak menyampaikan sesuatu bagi dunia di masa sekarang.Metode Bultmann mendapat tantangan, terutama karena pemahamannya tentang PB (demitologisasi) terlalu amat bergantung pada kategori-kategori eksistensialisme modern. Karya Oscar Cullman (1902) menunjukkan sisi reaksi yang berlawanan terhadap Bultmann. Cullman menekankan tindakan Allah dalam sejarah dalam mencapai keselamatan manusia. Hal ini diberi istilah Heilsgeschichte atau “sejarah keselamatan.” Culman banyak menolak gambaran radikal dari kritik bentuk sebaliknya ia mengikuti eksegesis PB dengan penekanan pada Kristologi PB.
2.6.Metodologi
Theologi PB.[18]
Dalam mengikuti Teologi
PB, sebagian mengikuti garis umum dari teologis sistematik, namun demikian
metodologi itu tidak cukup untuk menyatakan penekanan dari masing-masing
penulis. Kelihatannya yang paling baik adalah menyusun teologi PB dengan
menganalisa penulisan masing-masing penulis PB yang merefleksikan apa yang
setiap penulis katakana tentang suatu subyek. Ada beberapa factor yang harus
dipertimbangkan dalam perkembangan suatu metodologi:
1. Pewahyuan adalah progresif. Penyataan yang berkembang, berkulminasi dalam wahyu yang berkaitan dengan Kristus. Teologi Penjanjian Baru harus berusaha menggambarkan kulminasi doktrin2 berkaitan dengan Kristus dan penebusan. Alkitab tidak berasal dari satu buku tunggal ajaran atau penuntutn moral. Alkitab terdiri dari berbagai jenis tulisan dan gaya sastra yang merupakan catatan sejarah penyataan khusus Allah yaitu sebuah sejarah yang hasilnya berupa sebuah bagian sejarah. Sejarah panjang Alkitab bermula sejak di Eden dan setelah kejatuhan manusia dalam dosa lalu dilanjutkan dalam karya penebusan Allah yang terus-menerus berlangsung melalui pengungkapan diri-Nya dan melalui firman yang ditafsirkan, terutama dalam perjanjian-Nya dengan Israel sampai pada puncaknya di dalam pribadi dan karya Kristus. Penyataan alkitab, pada intinya menyatakan penebusan atau menyatakan sejarah-perjanjian, dan teologi biblika berusaha untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi perkembangan sejarah dan karakteristik penyataan khusus yang berbeda dari yang lain.
1. Pewahyuan adalah progresif. Penyataan yang berkembang, berkulminasi dalam wahyu yang berkaitan dengan Kristus. Teologi Penjanjian Baru harus berusaha menggambarkan kulminasi doktrin2 berkaitan dengan Kristus dan penebusan. Alkitab tidak berasal dari satu buku tunggal ajaran atau penuntutn moral. Alkitab terdiri dari berbagai jenis tulisan dan gaya sastra yang merupakan catatan sejarah penyataan khusus Allah yaitu sebuah sejarah yang hasilnya berupa sebuah bagian sejarah. Sejarah panjang Alkitab bermula sejak di Eden dan setelah kejatuhan manusia dalam dosa lalu dilanjutkan dalam karya penebusan Allah yang terus-menerus berlangsung melalui pengungkapan diri-Nya dan melalui firman yang ditafsirkan, terutama dalam perjanjian-Nya dengan Israel sampai pada puncaknya di dalam pribadi dan karya Kristus. Penyataan alkitab, pada intinya menyatakan penebusan atau menyatakan sejarah-perjanjian, dan teologi biblika berusaha untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi perkembangan sejarah dan karakteristik penyataan khusus yang berbeda dari yang lain.
2. Penekanan dari PB berpuncak pada kepercayaan kematian
dan kebangkitan Kristus dan pengharapan
akan kedatangan yang kedua kali.. teologi PB harus berfokus pada doktrin2 ini
yang berasal dari berbagai penulis PB.
3. Kesatuan dan keanekaragaman. Teologi PB harus
mengakui bahwa pengajaran Yesus dan pengajaran dari penulis PB lainnya adalah
merupakan satu kesatuan dan harmonis. Keanekaragaman pengajaran-pengajaran
yang ada dalam PB yang sering disalahpahami penting untuk dikaji.
Perbedaan dalam keanekaragaman PB tidak berarti menunjukkan adanya sifat
relatif, menusiawi, sekadar pandangan sejarah PB, menunjukkan hal yang berbeda
atau bahkan bertentangan dengan sifat kesatuannya atau sifat keilahiannya
(Wahyu, kebenaran, validitas di dalamnya) yang entah bagaimana ada dalam
keanekaragaman. Keanekaragaman adalah suatu fungsi dari berbagai sifat
kemanusiaan penulisnya yang bermacam-macam di dalam PB tetapi akhirnya, dan
lebih tepat keanekaragaman itu berakar pada sumber ilahi yang sama dan yang
unik dari PB. Untuk memahami keanekaragaman PB tidakk dapat hanya dengan
sekadar mengupas kemanusiawiannya, tetapi juga harus melihat betapa Tuhan
mewahyukan penyataan-Nya dalam berbagai cara yang begitu kaya.
Kecenderungan untuk menahan atau mengabaikan faktor sejarah tertentu dalam
ajaran PB dan terlalu cepat memadukan atau menyatukannya, yang mungkin munvul
dari ketakutan apologetis bahwa menekankan keanekaragaman akan membatasi atau
bahkan melemahkan kesatuan, adalah tidak tepat; hal ini sangat merugikan PB,
karena pada akhirnya hal ini akan mengaburkan adanya ’keluasan berbagai sisi
hikmat Allah’. Kesatuan PB adalah kesatuan di dalam keanekaragaman; dan
hal ini memang lebih baik; karena menggambarkan pribadi Allah sendiri yang
adalah berbeda tetapi satu kesatuan.
4. Keragaman tulisan-tulisan PB tidak menyebabkan kontradiksi, tetapi berasal dari asal mula ilahi PB Teologi PB harus mengaplikasikan metode analitik (tetapi tidak mengesampingkan metode tematik) karena metode itu dengan baik merefleksikan keragaman dari PB. Ada dua macam cara yang paling banyak digunakan untuk menyajikan teologi PB yaitu metode tematis dan metode analisis. Metode tematis harus mempertimbangkan kontribusi khusus dari masing-masing penulis; metode analisis harus menunjukkan saling keterkaitan dan koherensi masing-masing kelompok tulisan. Secara keseluruhan metode analisis lebih banyak disukai karena dua alasan: a. Metode ini memberi perhatian yang cukup terhadap keanekaragaman PB, sedangkan metode tematis cenderung kurang memperhatikan keanekaragaman; b. Metode ini membuat teologi PB menjadi lebih dapat dimengerti dari pada metode tematis pada teologi sistemtis, dimana dalam metode ini menyatukan selutuh Alkitab untuk membahas suatu tema, tidak hanya harus memperhatikan ajaran PB tetapi juga ajaran PL, seturut dengan perkembangan sejarah doktrin. Teologi PB yang tematis bisa dengan mudah bersaing dengan teologi sistematis, sehingga dapat membingungkan tugas teologi bagi gereja.
4. Keragaman tulisan-tulisan PB tidak menyebabkan kontradiksi, tetapi berasal dari asal mula ilahi PB Teologi PB harus mengaplikasikan metode analitik (tetapi tidak mengesampingkan metode tematik) karena metode itu dengan baik merefleksikan keragaman dari PB. Ada dua macam cara yang paling banyak digunakan untuk menyajikan teologi PB yaitu metode tematis dan metode analisis. Metode tematis harus mempertimbangkan kontribusi khusus dari masing-masing penulis; metode analisis harus menunjukkan saling keterkaitan dan koherensi masing-masing kelompok tulisan. Secara keseluruhan metode analisis lebih banyak disukai karena dua alasan: a. Metode ini memberi perhatian yang cukup terhadap keanekaragaman PB, sedangkan metode tematis cenderung kurang memperhatikan keanekaragaman; b. Metode ini membuat teologi PB menjadi lebih dapat dimengerti dari pada metode tematis pada teologi sistemtis, dimana dalam metode ini menyatukan selutuh Alkitab untuk membahas suatu tema, tidak hanya harus memperhatikan ajaran PB tetapi juga ajaran PL, seturut dengan perkembangan sejarah doktrin. Teologi PB yang tematis bisa dengan mudah bersaing dengan teologi sistematis, sehingga dapat membingungkan tugas teologi bagi gereja.
III.
Kesimpulan
Kami para penyaji dapat menyimpulkan bahwa teologi
Perjanjian Baru adalah pemahaman seluk-beluk Allah yang yang diungkapkan oleh
Perjanjian Baru, atau yang mendasari Perjanjian Baru atau yang dapat disimpulkan
dari Perjanjian Baru. Ada tiga macam sumber yang menjadi sasaran penelitian
latar belakang yaitu Perjanjian Lama, tulisan-tulisan Yahudi Palestina dan
tulisa-tulisan Helenistik. Sumber ini akan membantu kita untuk memahami teologi
perjanjian baru. Dan mengenai perkembangan teologi Perjanjian Baru terjadi
perubahan dari zaman kezaman, mulai dari teologi biblika yang tidak terlalu
diperhatikan karena terlau fokus utama pada masa abad pertengahan lebih kepada
teologi dogmatika sampai dibuat perbedaan antara teologi biblika Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru. Juga mengenai pandangan para ahli yang beragam
membuat kita mengetahui bahwa memang jelaslah tampak bahwa ahli-ahli belum
sepakat mengenai tujuan suatu teologi Perjanjian Baru, kebanyakan diantara
mereka lebih suka menyajikan bukti-bukti berupa ulasan teologis yang
berbeda-beda.
IV.
Daftar Pustaka
V.
Sumber Buku:
……., Alkitab Edisi Studi, Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2015
Avis,
Paul, Apakah Teologi, “Ambang Pintu
Theolgi”, Jakarta : BPK GM, 2001
B., Sinclair Ferguson David
F. wright, dan J. I. Packer, New
Dictionary of Theology Jilid 2 Malang: Literatur SAAT, 2009
Barth, Christoph dan Marie-Claire
Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Barth, Karl, Pengantar kedalam Teologi Berdasarkan Injil, Jakarta:BPK Gunung
Mulia, 2012
Conzelmann, H., New
Tenstamen Theology, London: SCM, 1969
Drewes, B. F., dan Julianus Mojau, Apa itu Teologi? Pengantar kedalam ilmu
Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Guthrie,
Donald, Theologi Perjanjian Baru 3
, Jakarta : BPK GM, 1993
Laad,
George Eldon, Teologi Perjanjian Baru
Jilid I, Bandung : Kalam Hidup, 2002
Moris, Leon, Teologi Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006
Sumber Lain:
Https://id.m.wikidipedia.org/wiki/Tradisi_suci, diakses pada Selasa, 29 Januari 2019 Pukul 20.00
http://www.hidupkristen.com/2017/08/teologi-perjanjian-baru.html,
29 Januari 2019 Pukul 20.30
[1]
B.F. Drewes & Julianus
Mojau, Apa itu Theologi?,( Jakarta :
BPK GM, 2007), 15-16
[2]
……., Alkitab Edisi Studi, ( Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2015),
[3]
B. F. Drewes dan Julianus Mojau, Apa itu
Teologi? Pengantar kedalam ilmu Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),
16
[4]
Karl Barth, Pengantar kedalam Teologi
Berdasarkan Injil, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2012), 3
[5]
B. F. Drewes dan Julianus Mojau, Apa itu
Teologi? Pengantar kedalam ilmu Teologi, 17
[6]
Ibid, 1
[7]
Christoph Barth dan Marie-Claire Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 4
[8]
Leon Moris, Teologi Perjanjian Baru, (Malang:
Gandum Mas, 2006), 10
[9]
Donald Guthrie, Theologi Perjanjian Baru 3 , ( Jakarta :
BPK GM, 1993), 384
[10]
H. Conzelmann, New Tenstamen Theology, ( London: SCM,
1969) 8
[11]
Donald Guthrie, Theologi Perjanjian Baru 3 , ( Jakarta :
BPK GM, 1993),384-387
[12]
Paul Avis, Apakah Teologi, “Ambang Pintu Theolgi”, (
Jakarta : BPK GM, 2001), 11.
[13]
B.F Drewes, Apakah Itu Theologi, 36-37
[14]
George Eldon Laad, Teologi Perjanjian Baru Jilid I, (
Bandung : Kalam Hidup, 2002), 11-12
[15]
Https://id.m.wikidipedia.org/wiki/Tradisi_suci, diakses pada Selasa, 29 Januari
2019 Pukul 20.00
[16]
George Eldon Laad, Teologi Perjanjian Baru Jilid I, 12
[17]
Sinclair B. Ferguson David
F. wright, dan J. I. Packer, New Dictionary of Theology Jilid 2 (Malang:
Literatur SAAT, 2009), 399. http://www.hidupkristen.com/2017/08/teologi-perjanjian-baru.html
[18]
http://www.hidupkristen.com/2017/08/teologi-perjanjian-baru.html
No comments:
Post a Comment