Misi dan Politik di Indonesia


Misi dan Politik di Indonesia

I.                    Pendahuluan
Ketika berbicara tentang politik kebanyakan orang beranggapan bahwa dunia politik itu jelek, apalagi ketika orang Kristen, terlebih pengurus gereja masuk dalam dunia politik kebanyakan orang menandang yang negative. Namun tidak semua ketika sudah berbau politik semua itu negative. Orang Kristen dapat berpolitik namun harus berlandaskan Firman Tuhan. Untuk lebih jelasnya mengenai dunia politik maka pada sajian kali ini kita akan membahas tentang bagaimana misi dan politik. Semoga sajian ini bermanfaat bagi kita semua. Tuhan Yesus Memberkati.
II.                  Pembahasan
2.1.    Pengertian Politik
Politik berasal dari bahasa Yunani  polis yang artinya benteng, kota, negara sedangkan  politheia berarti penduduk atau warga negara, kewarganegaraan, tata negara, bentuk pemerintahan.[1] Sedangkan dalam KBBI Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan seperti system pemerintahan dan dasar pemerintahan dan bisa juga diartikan sebagai cara bertindak dan mengatur dalam menghadapi atau menangani suatu masalah.[2] Jadi politik adalah cara menata kota supaya kota itu teratur dan para penduduknya hidup teratur dan rukun. Setiap warga kota (negara) berkewajiban berpolitik dengan tujuan agar kota dan negara dimana warga itu tinggal menjadi tertata bagus dan masyarakat pun hidup rukun dan teratur.[3]
2.2.    Sistem Politik
2.2.1.           Demokrasi
Demokrasi berasal dari kata demos artinya rakyat dan cratos  artinya pemerintahan memiliki esensi pada perkatan rakyat dan kenyataan bahwa rakyat yang mengatur (rule of the people). Kewenangan  didalamnya akan berangkat dari bawah dan bukan daro orang atau figure diatas. Meskipun didalam prosesnya rakyat secara menyeluruh tidak dapat mengatur secara langsung, rakyat dapat melakukannya melalui representasi yang mereka teentukan melalui pilihan sendiri. Itu berarti kekuasaan tertinggi berada pada tangan rakyat. Penekanan yang utama dalam demokrasi adalah persetujuan  (consent) dari rakyat. Demokrasi akan menjadi suatu system yang membuka debat dan diskusi untuk merumuskan suatu pendapat bersama. Istilah musyawarah merupakan hubungan yang sangat dekat dan tidak terpisahkan dengan demokrasi. Di dalam proses musyawarah untuk mufakat itu, demokrasi tidak menutup diri bagi majority rule sebagai jalan keluar yang sangat realistis dan beralasan, berhubung persetujun (consent) did alam suatu kelompok atau masyarakat besar tidak selamanya mulus, mudah dan dapat di tempuh.[4]
2.2.2.           Aristokrasi
Aristokrasi (Yunani: aristos berarti terbaik dan cratos yang memerintah), saat ini lebih banyak dikenakan kedalam stara social ketimbang politik. Prinsip yang mendasari aristokrasi adalah kesadaran tentang adanya kecakapan yang berbeda dan keyakinannya bahwa tidak semua dapat memerintah. Berangkat dari pemahaman itu, proses yang terjadi pada suatu negara tidak tergantung pada system tetapi pada kecakapan, kejujuran, kapasitas, atau kemampuan pada pemimpin. Dengan demikian, aristokrasi sangat dipercaya dan menggantungkan diri pada figure dan bukan pada system.[5]
2.2.3.           Monarki
Monarki (Yunani: monarchia, dari kata monos, artinya tunggal dan kata arce, artinya memerintah), merupakan system yang sangat tua dalam catatan kenegaraan di dunia. Bentuk pemerintahan ini telah muncul sebelum masyarakat melek huruf dan tradisi catatan sejarah di mulai. Karena itu, tradisi pemerintahan monarki itu justru dipelajari dari mitolgi dan cerita-cerita rakyat pada berbagai bangsa di dunia. Jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat primitive hanya betuk pemerintahan monarkis yang sebenarnya di kenal dan di praktikkan. Monarki merupakan sejenis pemerintahan yang dipimpin oleh penguasa.
2.2.4.           Diktator
Dikator adalah seorang pemimpin negara yang memerintah secara otoriter dan menindas rakyatnya. Negara yang kepala negara nyamempunyai kekuasaan mutlak, sehingga penguasa mengambil keputusan menurut pandangan dan kehendaknya sendiri dan tidak bertanggungjawab kepada badan-badan perwakilan apa pun serta tidak terikat kepada kekuasaan perundang-undangan tertentu.[6]
2.2.5.           Totaliter
Sistem pemerintahan ini tidak mengenal kekuasaan kehakiman yang berdiri sendiri, segala sesuatunya di tentukan oleh kepentingan Negara. Negara yang mau menguasai seluruh kehidupan manusia menyangkut kehidupan perseorangan, kehidupan keluarga, masyarakat, kebudayaan dan agama.[7]
2.2.6.           Oligarki
Oligarki adalah bentuk pemerintahannya yang kekuasaan politiknya secera efektif yang dipegang oleh golongan nigrat.[8]
2.3.    Etika Politik
Etika politik adalah kaidah-kaidah moral yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan di sebut dengan strategi yang tidak perlu bersifat formal tetapi lebih banyak berupa warisan kegiatan mental yang berjalan secara operatif dan jarang-jarang direfleksikan kembali. Politik itu adalah suatu perkara yang baik dan indah, suatu ilmu untuk memimpin dan mengupayakan keselamatan bangsa.[9]
2.4.    Partisipasi orang Kristen dalam Politik
Kewajiban orang Kristen berpolitik berarti menyangkut bagaimana cara orang Kristen berpolitik, yaitu berdasarkan firman Tuhan. Politik dan ke Kristenan merupakan kesatuan dalam arti politik dialaskan pada ajaran Kristen. Karena kekuasaan dan otoritas yang dimiliki oleh pemerintah berasal dari Allah. Sebab Allah dan pemerintah-pemerintah yang ada di tetapkan oleh Allah (Roma 13:1,2; Amsal 8:15; Daniel 2:21; Yeremia 27:5,6).[10] Umat Kristen Indonesia memiliki dan tugas mengemban tanggungjawab politik yang sama dengan warga-negara Indonesia lainnya. Artinya umat Kristen di Indonesia baik secara individu maupun kelompok/golongan, juga mengemban tugas untuk turut serta mewujudkan ideal-ideal dan cita-cita yang terkandung di dalam Pancasila itu. Perwujudan  dari tanggungjawab itu sudah selayaknya tidak dapat di lepaskan dari keyakinan-keyakinan dan pandangan-pandangan religious Kristen yang dianut dan dijunjung tinggi oleh para warga negara Kristen tersebut.[11] Sumbangan terpenting yang dapat di berikan oleh umat Kristen pada negara adalah menghayati eksistensi sendiri sesuai dengan anggaran dasar dan aturannya yang sedemikian rupa sehingga berkumpul secara langsung dan sadar di sekitar  intinya bersama, dan membentuk lingkaran dalam di tengah lingkaran luar itu. Kiranya gereja bereksistensi sebagai teladan sehingga menjadi sumber pembaharuan, kekuatan dan keteguhan untuk negara dan semua itu hanya berdasarkan eksistensinya yang khas. Sejumlah orang Kristen akan bangun dan bertindak anonym, sebagaimana lazimnya di bidang politik, mereka akan bekerja memuat arah garis Kristen,dengan demikian menyaksikan dengan sederhana berita Injil itu menyelamatkan. Orang Kristen tidak tempat sebagai orang saleh yang baik budi dan patut di puji, mereka hanya berdiri di suatu tempat dari mana melihat suatu yang baik untuk negara secara lebih tepat.
Lalu ada pertanyaan yaitu apakah komunitas Kristen atau gereja selaku organisme (bukan organisasi) harus berpolitik secara umum ? jawaban pertama adalah, menganggap bahwa gereja (sebagai suatu organisasi) tidak perlu terlibat dalam kegiatan politik. Kalau pun terlibat paling-paling hanya menganjurkan warganya untuk ikut berpartisipasi di dalam politik tanpa mengharuskan untuk memilih parpol tertentu. Dengan cara ini maka gereja tidak akan terkena dampak negative apabila permasalahan dengan perkembangan suatu partai tertentu. Dengan cara ini gereja juga tetap dapat berdiri di atas semua golongan tanpa membedakan avilitasi parpol yang di anut oleh anggota jemaatnya.  Jawaban kedua mempunyai pandangan yang lebih tegas dengan menganjurkan jemaatnya memilih parta tertentu saja mempunyai visi dan misi untuk mengembangkan demokrasi dan moral bangsa yang bersifat kristiani. Namun dari jawaban kedua di atas yang paling penting untuk di laksanakan adalah bagaimana membudayakan politik Kristen yang mempunyai ciri reformasi menuju suatu tatanan masyarakat yang demokrasi dan bermoral. Di dalam hal ini maka terdapat kesepakatan bahwa peran gereja baik selaku organisme maupun organisasi adalah ikut mendorong terwujudnya Budaya politik Kristen tersebut.[12] Di dalam dunia politik orang Kristen harus dapat mewujudkan pola partisipasif dengan selogan “kristis, positif, kreatif dan realistis”.[13]
2.5.    Hubungan Misi dan Politik
Kehadiran gereja di Indonesia sebenarnya mengikuti kolonialisme, karena bangsa Belanda penjajah Indonesia adalah kebanyakan pemeluk agama Kristen, maka kehadiran mereka di Indonesia membawa keKristenan. Secara umum di pahami bahwa politik adalah suatu strategi atau kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan kekuasaan negara. Di dalam hal ini makna politik mengandung tiga komponen utama yaitu, kekuasaan, negara, dan hubungan antara negara dengan rakyatnya.Di dalam hal ini Simatupang (1987) secara jeli menunjukkan bahwa di dalam memenuhi tugas dan panggilannya di dunia, orang Kristen harus lebih mementingkan struktur masyarakat dan sifat-sifat moral dari perorang (seluruh rakyat termasuk pemimpin umat). Orang Kristen harus secara sadar bertanggungjawab dan berpartisipasi menuju (mewujudkan) suatu negara yang benar.
Tindakan dan cakupan politik harus di dasari kehendak Allah. Hal yang mesti di lakukan etika politik Kristen adalah membangun dan mengembangkan suatu tatanan politik yang selain mengandung moralitas Kristen, juga konkret merupakan pencerminan dari pernyataan Allah. Orang Kristen dalam bidang politik tidak berhak atau tidak berkuasa dan tidak bertugas mengucapkan firman Tuhan tetapi menjadi petunjuk yang sederhana dan mengarahkan supaya semua negara dan bangsa harus tunduk kepada Tuhan dan Firman-Nya.
Dalam pelayanan di bidang politik gereja hendaknya bertindak selaku alat kerajaan Allah di dunia yang bertugas melayani di dalam dunia yang bertugas melayani di dalam masyarakat yang lebih luas dan dalam rangka mempromasikan pengertian yang penuh tentang harkat manusia serta menjunjung tinggi kesamaan derajat dikalangan umat manusia.[14] Misi orang Kristen dalam merupakan upaya dan proses merealisasikan kehendak Allah dalam seluruh proses politik. Segala keputusan, tindakan dan cakupan politik harus di dasari oleh kehendak Allah. Hal yang harus di lakukan adalah membangun dan mengembangkan suatu tatanan politik yang selain mengandung moralitas Kristen, juga secara konkret merupakan pencerminan dari penyataan Allah.[15]
III.               Refleksi teologis
Gereja harus sadar bahwa ia adalah gereja Tuhan sebagai garam dan terang  dunia, dan Setiap manusia pasti memerlukan keadilan, tetapi hendaklah keadilan itu di tegakkan menurut hukum, yaitu memikirkan kesejahteraan umat, menolong orang-orang miskin, ini bisa di lakukan gereja dengan politik, karena tidak semua politik itu jahat ketika gereja berpolitik harus berada di jalan Tuhan (Mazmur 119:105) ketika kita melakukan sesuatu harus mengandalkan Firman Tuhan karena itu yang menjadi pedoman kita di dalam hidup ini, sehingga kita hidup di dalam terang Tuhan. Dengan berpolitik gereja dapat bermisi untuk menberitakan Injil di seluruh dunia, karena ke Kekristenan ada di Indonesia juga hasil dari politk orang belanda, ketika mereka datang ke Indonesia tidak hanya untuk mengambil kekayaan Alam di Indonesia tetapi juga memperkenalkan Kristus di Indonesia.
IV.                Kesimpulan
Dari pemaparan diatas maka dapat di simpulkan bahwa umat Kristen Indonesia memiliki dan tugas mengemban tanggungjawab politik yang sama dengan warga-negara Indonesia lainnya. Artinya umat Kristen di Indonesia baik secara individu maupun kelompok/golongan, juga mengemban tugas untuk turut serta mewujudkan ideal-ideal dan cita-cita yang terkandung di dalam Pancasila itu. Orang Kristen harus secara sadar bertanggungjawab dan berpartisipasi menuju (mewujudkan) suatu negara yang benar. Misi orang Kristen secara jeli menunjukkan bahwa di dalam memenuhi tugas dan panggilannya di dunia, orang Kristen harus lebih mementingkan struktur masyarakat dan sifat-sifat moral dari perorang (seluruh rakyat termasuk pemimpin umat) artinya orang Kristen harus mampu menjadi garam dan terang dunia melalui dunia politik.
V.                  Dafar Pustaka
Badan Penelitian dan Pengembanan PGI, Teologi Politik: Agama-agama dan Kekuasaan, Badan Penelitian dan Pengembanan PGI :2004
Brotosudarmo, R.M. Drie S., Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta: ANDI, 2007
 Gultom, R.M.S, Tanggung Jawab Negara, Jakarta: BPK-GM, 1992
KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Koehler, Edward W.A., Intisari Ajaran Kristen, Pematang Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2010
Nainggolan, Binsar, Pengantar Etika Terapan, Pematang Siantar: L-SAPA, 2007
Singgih, E.G., Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2000
Sirait,Saut ,Politik Kristen di Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2001
Verkuly, J, Etika Politik, Ras, Bangsa, Gereja dan Negara,Jakarta: BPK-GM, 1967




[1] R.M. Drie S. Brotosudarmo, Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: ANDI, 2007), 122
[2] KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 780
[3] Binsar Nainggolan, Pengantar Etika Terapan, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2007), 38
[4]Saut Sirait, Politik Kristen di Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 29
[5] Saut Sirait, Politik Kristen di Indonesia, 30-31
[6]J. Verkuly, Etika Politik, Ras, Bangsa, Gereja dan Negara, (Jakarta: BPK-GM, 1967), 74                                                                           
[7] J. Verkuly, Etika Politik, Ras, Bangsa, Gereja dan Negara, 76                        
[8]Ibid, 75
[9]E.G. Singgih, Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 2000), 27
[10]Edward W.A. Koehler, Intisari Ajaran Kristen, (Pematang Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2010), 304
[11]R.M.S. Gultom, Tanggung Jawab Negara, (Jakarta: BPK-GM, 1992), 33-35
[12]Badan Penelitian dan Pengembanan PGI, Teologi Politik: Agama-agama dan Kekuasaan, (Badan Penelitian dan Pengembanan PGI :2004), 107-108
[13]Badan Penelitian dan Pengembanan PGI, Teologi Politik: Agama-agama dan Kekuasaan, 11
[14] Binsar Nainggolan, Pengantar Etika Terapan, 49
[15] Saut Sirait, Politik Kristen di Indonesi, 41
Share:

Related Posts:

No comments:

Post a Comment

POSTINGAN POPULER

SEMUA POSTINGAN

Total Pageviews

216431

FOLLOWERS