Penafsiran
Terhadap Kitab Kisah Para Rasul 17:22-25
Secara Kontekstual Sebuah
Pendekatan Budaya
I.
PENDAHULUAN
Dalam perbedaan
budaya yang ada di muka bumi, sering sekali membuat banyak kesalahpahaman yang
membuat timbulnya kebingungan dalam pikiran manusia. Sesungguhnya kebingungan
tersebut timbul dari perkataan manusia itu sendiri. Injil bahkan sering sekali
diperhadapkan atas segala aspek kehidupan yang ada. Untuk permasalahan budaya
pun juga sering diperhadapkan oleh manusia terhadap Firman Injil. Untuk kesempatan
kali ini, kami para kelompok penyaji akan memaparkan hasil diskusi kami
mengenai tafsiran kitab Kisah Para Rasul 17:22-24 dan juga diperhadapkan kepada
budaya pemahaman Orang Simalungun mengenai Naibata.
Semoga bermanfaat.
II.
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Metode Kontekstual
Dalam
KBBI, arti kata “Kontekstual” adalah yang berhubungan dengan konteks.[1]
Kata “Konteks” berasal dari dua kata bahasa Latin yang berbunyi Con yang berarti “bersama-sama menjadi
satu”. Dan Textus yang berarti
“tersusun”. Jadi kata konteks di sini dipakai untuk menunjukkan hubungan yang
menyatukan bagian Alkitab yang ingin ditafsir dengan sebagian atau seluruh
Alkitab. Salah satu contohnya analisa konteks. Artinya bila seseorang kesulitan
dalam menafsir suatu ayat tersebut, dan masih kurang jelas ia perlu melihat
konteks pasalnya, bahkan kitabnya. Jadi dapat disimpulkan metode penafsiran
kontekstual di mana ayat yang ingin ditafsir sesuai dengan konteksnya. Baik
dalam konteks budaya, sosial dan agama secara menyeluruh sehingga mendapatkan
makna yang sesuai.[2]
2.2.
Pengertian Budaya
Dalam
KBBI, disebut bahwa budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedangkan
Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia,
seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.[3]
Kebudayaan adalah suatu tata cara hidup sekelompok manusia yang
menyangkut/menghasilkan kebiasaan, kepercayaan, keyakinan, pedoman-pedoman,
mental, ahklak, kejiwaan, ritual-ritual/upacara-upacara,
adat, ikatan, kekuatan spiritual. Semua ini dipupuk sedikit demi sedikit dari
tata cara hidup para leluhur disekelompok masyarakat pada suatu daerah/negeri.
Perpaduan antara 2 masyarakat yang berlainan kebudayaan yang telah ada dan
lahirlah suatu kebudayaan komposisi baru. Perubahan ini berlaku dari masa ke
masa. Budaya yang
digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang
diyakini sebagai hasil budaya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan
oleh konteks hidup pelakunya, yaitu
faktor geografis, budaya dan berbagai kondisi yang objektif.[4]
2.3.
Pengantar Kitab Kisah Para Rasul
2.3.1.
Latar
Belakang Kitab Kisah Para Rasul
Dalam sebuah naskah dari bagian
terakhir abad ke-2 sesudah Kristus. Sudah terdapat nama “Kisah Para Rasul”
disebut demikian karena kisah ini hampir semuanya menceritakan para Rasul
setelah Tuhan Yesus naik ke Surga.[5]
Kisah Para Rasul merupakan satu-satunya penghubung antara pelayanan dan
pengajaran Kristus dengan agama Kristen yang telah mencapai kepenuhan bentuknya
dalam surat-surat Paulus dan para penulis perjanjian lainnya.[6]
Inti kitab ini terutama menekankan perbuatan dan pekerjaan pemberitaan Injil
oleh dua Rasul Tuhan, yaitu: Rasul Petrus (pasal 1:12) dan Rasul Paulus (pasal
13-28). Kitab ini sudah ada sejak semula disebut Kisah Para Rasul dan tercantum
di kanon Alkitab. Dalam kanon Muratorianus (±200 sesudah Kristus).[7]
2.3.2.
Penulisan,
Waktu, Tempat Penulisan Kitab
Kisah Para Rasul diselesaikan jauh
setelah Kitab Injil Lukas diselesaikan, yang menjadi patokan daripada kitab
Kisah Para Rasul kira-kira pada tahun 85. Namun disatu sisi umumnya, peganut
These ini menempatkan Injil Lukas
kira-kira pada tahun 85 dan Kisah Para Rasul pada tahun 95. Waktu penulisan
Kitab Kisah Para Rasul menyusul sesudah Kitab Injil Lukas.[8]
Mengenai tempat penulisannya sama sekali tidak ada ketentuan, Lukas seorang
Siria dari Anthiokhia, yang pekerjaannya adalah tabib menjadi murid dari Rasul,
dan kemudian letaknya di tanah Yunani, penuh dengan Roh Kudus pada umur 84
tahun tanpa seorang isteri dan anak, sesudah ia melayani Tuhan dengan tidak
menyimpang. Sesudah ada Injil, yakni Injil Matius yang ditulis di tanah Yudea
dan Injil Markus yang ditulis di Italia, ia pun mengarang Injil yang didorong
oleh Roh Kudus.[9]
Secara umum hampir semua umat Kristiani
mengakui penulisnya adalah Lukas.[10]
Meskipun dalam Kisah Para Rasul nama Lukas tidak disebutkan, namun ada nama
disebutkan “Ayat-ayat kami”, yakni ayat-ayat dimana Lukas memakai perkataan
“kami” dengan jelas menunjukkan kepada Lukas sebagai penulis. Dalam (Kol. 4:14,
Filemon 24:2, Timotius 4:11) Lukas
disebut sebagai teman sekerja Paulus.[11]
Ada beberapa alasan kuat sebagai indikasi untuk membuktikan bahwa Lukas penulis
kitab Kisah Para Rasul adalah sebagai
berikut:
1. Dari
Penerimaan
Penerimaan Surat ini
adalah Teofilus. Surat ini merupakan surat
kedua yang ditunjukkan kepada Teofilus. Dari keempat Kitab Injil, hanya
Injil Lukas yang ditujukan kepada Teofilus (Lukas 1:1-2 dengan Kis. 1:4-14 ).
2. Dari
Pembukaan Surat
Isi kitab Kisah Para
Rasulmerupakan sambungan atau kelanjutan kitab Injil Lukas ( Luk. 24:49-52 dengan Kis. 1:4-14 )
3. Bahasa
Surat
Kitab Injil Lukas dan
Kitab Kisah Para Rasul ditulis dengan
bahasa Yunani. Hal itu karena Lukas adalah seorang kafir (bukan orang Yahudi),
yang telah menerima pendidikan sastra Yunani kuno. Selain itu Lukas juga
seorang terpelajar yang menyebut bahwa Lukas sebagai teman sekerja Rasul Paulus
yang bersunat.
4. Dari
Kata “Kami”
Dalam Kitab Kisah Para
Rasul banyak menyebut kata ganti orang
pertama jamak “kami”.[12]
2.3.3.
Tujuan
Penulisan Kitab Injil Kisah Para Rasul
Lukas mengumpulkan keterangan dari saksi
mata tentang kehidupan Yesus dan pengikut-pengikutnya. Ia menulis keterangan
ini dalam dua naskah yang sekarang disebut kabar baik (Injil) yang disampaikan
oleh Lukas dan Kisah Para Rasul. Keduanya merupakan bagian dari Perjanjian
Baru. Bagian pendahuluan pada permulaan Injil Lukas adalah pendahuluan untuk
kedua tulisan tersebut. Ada kesinambungan antara dua tulisan ini yang memiliki
satu tujuan. Tujuan itu adalah untuk memberikan suatu laporan teratur tentang
segala sesuatu yang berlangsung di antar Yesus dan pengikut-pengikutnya.
Tulisan Lukas mencakup informasi geografis dan historis yang terperinci. Dia
mengaitkan peristiwa-peristiwa didalam kehidupan Yesus dan pengikutnya dengan
peristiwa-peristiwa politis pada waktu itu. Lukas menulis cerita-cerita ini
dalam bahasa Yunani untuk orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi.[13]
2.3.4.
Ciri-Ciri
Kitab
Ø Gereja:
kitab ini menyatakan sumber kuasa dri
sifat sejati dari misi Gereja bersama beberapa prinsip yang harus menguasai
gereja pada setiap angkatan.
Ø Roh
Kudus: oknum ketiga dari Trinitas diseut secara khusus lima puluh kali,
Baptisan dalam pelayanan Roh Kudus memberikan kuasa Ilahi (Kis. 1:8),
keberanian (Kis.4:31), ketakuan yang Kudus akan Allah (Kis.5:3), kebijaksanaan
(Kis.6:3) dan bimbingan (Kis.16:6-20).
Ø Amanat
Gereja Mula-mula: Lukas dengan cermat
mencatat khotbah-khotbah yang di Ilhamkan oleh Petrus, Stefanus, Paulus,
Yakobus, dan orang lain yang memberikan pengetahuan tentang Gereja mula-mula
yang tidak terdapat dalam kitab Perjanjian Bru lainnya.
Ø Doa:
Gereja mula-mula mengabdikan diri kepada doa yang tetap daan sungguh-sungguh;
kadang-kadang sepanjang malam sehingga hasilnya sempurna.
Ø Tanda-tanda,
keajaiban-keajaiban, dan mujizat-mujizat: pernyataan ini menyertai pekabaran Injil
di dalam kuasa Roh Kudus.
Ø Penganiayaan:
pekabaran Injil dengan kuasa terus-menerus membangkitkan pertentangan dengan
penganiayaan, baik dari pihak agama maupun sekuler.
Ø Wanita:
keterlibatan wanita disebutkan secara khusus dalam pelaksanaan pelayanan gerejawi.
Ø Kemenangan:
temok pemisah (nasional,agama,budaya,suku) dan pertentangan serta penganiayaan
tidak dapat menahan meluasnya Injil.[14]
2.3.5.
Struktur
Kitab
1. Roh
Kudus memberikan kuasa kepada Para Rasul Yesus (Kis.1:1-2: 47)


2. Jemaat
di Yerusalem (Kis.3:1-8: 3)



3. Injil
diberitakan di Yudea dan Samaria (Kis.8:4-9:31)


4. Injil
diberitakan di Dunua bukan Yahudi (Kis.9:32-15:35)




5. Injil
diberitakan di Asia kecil, Yunani dan Roma (Kis.15:36-18:23)





2.4.
Sitz Im Leben
Sitz Im Leben merupakan suatu upaya untuk mencari tahu
perihal bidang kehidupan sosial dalam konteks teks yang dapat memperlihatkan
dan mempengaruhi teks sebagai suatu pergumulan yang tepat untuk dibahas. [16]
Untuk itu, Penafsir akan menggali sejarah kehidupan yang terjadi pada masa
Kisah Para Rasul ini yang meliputi konteks keagamaan, Sosial, Budaya, Politik
dan Ekonomi.
2.4.1.
Konteks
Keagamaan
Sistem
kepercayaan masyarakat pada peradaban Yunani kuno adalah menuju banyak dewa atau
politeisme. Agama Yunani Kuno melihat ilah-ilah atau dewa-dewi sebagai kekuatan
penyeimbang dan yang mengarahkan. Zeus adalah pembalas kejahatan dan
pasangannya Themis adalah ratu yang memberikan hukum. Apollo adalah dewa
keteraturan dan keseimbangan. Athena adalah dewi kecerdikan. Hermes adalah dewa
yang melindungi saat-saat yang baik. Dionisius adalah dewa kelimpahan dan
kesuburan. Namun sudah lama sesudah munculnya Alexander Agung, cirri sakral
Yunani kuno makin melemah akibat pengaruh rasionalisme filsafat. Oleh karena
itu banyak orang yang akhirnya mencari suatu kepercayaan yang bersifat pribadi
sehingga mereka dapat berhubungan langsung dengan dewa. Kebanyakan agama-agama
misteri ini berasal dari daerah timur. Aliran ini menganut Deisme artinya percaya kepada suatu keallahan tanpa ada suatu
kepribadian dan tanpa adanya penyataan khusus tentangnya. Menurut filsafat ini
satu Allah tidak ada hubungannya dan minta terhadap persoalan manusia. Kedua:
Stoa, aliran Stoa didirikan oleh Zeno (336-246 SM). Aliran Stoa memandang dunia
sebagai suatu sistem yang teratur dan tertutup. Detengah-tengahnya ada prinsip
kekal yang disebut Logos. Aliran Stoa ini
berpendapat bahwa Allah bukanlah suatu pribadi, oleh karena itu, Filsafat Stoa
juga menolak konsep Injil Kristen yang menyatakan bahwa Allah memerangi
kejahatan dan mengirim putra-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa. Selain itu
filsafat Stoa ini juga berpendapat bahwa untuk dapat memerdekakan pemikiran
kita, kita harus dapat menyangkal bahkan melupakan jasmani kita. Ajaran seperti
ini tentu tidak sesuai dengan ajaran Kristen.[17]
2.4.2.
Konteks
Sosial-Politik
Sistem yang
paling mirip dengan kasta terdapat di lingkungan kekaisaran dan senatorial atau
golongan pejabat tinggi di pemerintahan.[18]
Masyarakat pada umumnya terbagi atas tiga golongan yaitu golongan atas (Para
Bangsawan), golongan menengah (yaitu para imam dan rabi) dan golongan bawah
(para budak dan rakyat biasa). Golongan atas ini biasanya adalah para pejabat
romawi dan pedagang-pedagang yang berkembang di kota-kota besar seperti
Antiokhia, Efesus, Korintus, Delos (pusat perdagangan budak). Kaum budak
merupakan jumlah terbesar dalam Negara Romawi, banyaknya orang menjadi budak
dikarenakan adanya peperangan, utang piutang dan kelahirann[19] Namun
demikian, situasi seperti ini juga mendukung usaha pekabaran injil karena tidak
jarang diantara para budak yang ikut menyebarkan agama mereka kepada tuannya
walau tidak tertutup kemungkinan budak ini yang mengikuti agama tuannya. Kegemaran
manusia untuk menjalin hubungan sosial juga terdapat dalam kehidupan abad
pertama. Banyak ikatan persahabatan yang hangat dan tulus dan mereka saling
menunjukkan simpati yang lemah lembut kepada teman-teman yang sedih ataupun
menghadapi pencobaan. Orang-orang berbaur satu sama lain dalam jalinan
kehifdupan sehari-hari. Kehidupan sosial yang berkembang pesat dengan
sendirinya membuat masyarakat abad pertama memperhatikan persoalan sandang.
Pada umumnya pakaian orang biasa adalah jubah terusan dari bahu sampai ke
lutut, yang diikat di pinggang.[20]
2.4.3.
Konteks
Kebudayaan
Gaya hidup yang
menonjol adalah munculnya kota-kota atau polis, hal ini membuat orang berusaha
untuk meninggalkan gaya hidup suku atau desa dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan kehidupan kota. Berkembangnya kota mengakibatkan berkembangnya sarana
komunikasi yang belum pernah ada sebelumya. Bahasa Yunani sedikit demi sedikit
menjadi bahasa pengantar. Hal ini dilihat dari penulisan kitab-kitab Perjanjian
Baru yang ditulis dalam bahasa Yunani. Adanya penterjemah Alkitab ini juga
berperan dalam pertumbuhan jemaat, karena dapat membantu orang non-Yahudi yang
tidak mengerti bahasa Ibrani menjadi dapat membaca Alkitab dalam bahasa Yunani.
Dari segi bangunan juga terlihat pengaruh Yunani. Misalmya kota Kaesarea yang
menjadi ibu kota Palestina pada saat itu dibawah penguasa wilayah (procurator)
memiliki bangunan-bangunan yang memiliki ciri-ciri sebuah kota Yunani, ada
gedung pertunjukan, amfiteater dan kuil dan lain-lain. Sukar sekali untuk
mengenali seni asli Ibrani karena telah dipengaruhi budaya Helenisme.
2.4.4.
Konteks Ekonomi
Pedalaman dan
tanah di luar kota dasarnya milik Negara tetapi dikelola oleh tuan tanah yang
memegang salah satu jabatan Negara. Tanahnya dikerjakan oleh budak dan biasanya
diawasi oleh seorang pengurus yang ditugaskan oleh tuan tanah, sementara ia
tinggal di kota.[21]
Kegiatan meminjamkan uang merupakan suatu cara yang lazim untuk mencari
keuntungan.[22]
Dalam dunia Yudaisme kelompok ningrat adalah
kelompok ulama-ulama yang sangat besar terdiri dari keluarga para imam dan
tokoh para rabi. Mungkin mereka adalah para tuan tanah yang menyewakan tanah
pertanian dengan dasar bagi hasil. Mayoritas penduduk Palestina hidup dalam kemiskinan,
pekerjaan mereka adalah bertani, seniman, dan juga pedagang. Mayoritas penduduk
pada masa itu hidup dalam kemiskinan, mereka adalah petani dan sebagian kecil
pedagang.[23]
Mata uang logam standart di Negara Roma
2.5.
Analisa
Teks
2.5.1.
Kritik Aparatus
Ayat 22: kritik Aparatus mengusulkan (o) yang artinya dengan satu kata membaca yang didukung oleh Nestle Injil-injil dan surat-surat Katholik, surat-surat Pauline, dan Wahyu (kiamat) yang ke IV, V pada kalimat
Ayat 23: Kritik Aparatus mengusulkan (┌ ) yang artinya dengan satu kata, sebuah bacaan alternatif yaitu δυστορων yang artinya maju atau berjalanlah yang didukung oleh injil-injil Kisah Para Rasul V secara konsisten mengutip saksi dari ordo kedua; ( Injil-injil, Kisah Para Rasul dan Surat-surat Katholik, Surat-surat Pauline, Wahyu (kiamat) ) sebagian, tradisi terbagi pada kata αναθεωρών yang artinya pengulas.
Kesimpulan: Penafsir menolak usulan kritik Aparatus karena usulan ini dianggap mengganti arti dari nats yang sudah ada atau memperkabur kejelasan teks.
Ayat 24: Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayata 25: kritik Aparatus mengusulkan untuk melampirkan kata-kata bacaan alternative yaitu οτι ουτος ο δους yang artinya itu terjadi yang didukung oleh Injil-injil, Kisah Para Rasul yang beda pada kalimat τίνος yang artinya kecil
Kesimpulan: penafsir meolak usulan dari Kritik Aparatus karena dianggap memperkabur makna teks
2.5.2.
Perbandingan
Bahasa
Penafsir
menggunakan 4 bahasa yang akan diperbandingkan, yaitu Lembaga Alkitab Indonesia
(LAI), New Internasional Version (NIV), Bibel Pakon Haleluya (BPH), dan New
Testemant Greek (NTG)
Ayat
22
LAI : Dalam
Segala hal
NIV : In
Every Way (dalam segala hal)
BPH : Bani
Haganup (pada semua)
NTG : παντα (dalam segala hal)
Kesimpulan:
yang mendekati NTG ialah LAI dan NIV
Ayat
23
LAI : Berjalan-jalan
NIV : Walked
(berjalan)
BPH : Mardalani
(Jalan-jalan)
NTG : διερχομενος
(melewati)
Kesimpulan:
tidak ada yang mendekati NTG
Ayat
24
LAI :
Buatan tangan
NIV : By
Human (oleh manusia)
BPH : pinauli
ni tangan (yang dibuat oleh tangan)
NTG : χειροποίητους (buatan tangan)
Kesimpulan:
yang mendekati NTG
ialah LAI
2.5.2.1.
Terjemahan
Akhir
Ayat 22:Paulus
pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: “Hai orang-orang Atena, aku lihat,
bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa.
Ayat 23: Sebab
ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu,
aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak
dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada
kamu.
Ayat 24:Allah
yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit
dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia.
2.6.
Cerita dari Simalungun
Pada dahulunya, orang
Simalungun menciptakan sendiri mitos asal-mula dan berbagai cerita untuk
menjelaskan penciptaan alam semesta dan kehadirannya di muka bumi ini. Dalam
salah satu pustaha Simalungun yang
dikenal dengan nama Pustaha Akar Mula
Jadi, dikisahkan bahwa, pada mulanya ada 3 dewa yang bertakhta di langit
(nagori atas), yakni tuan Sahine-hine,
tuan Tobal Dunia, dan Tuan Naga Padokah Ni Aji.
Dalam
berbagai ritual keagamaan, nama ke-3 ilah tersebut hampir tidak pernah disebut
atau bahkan hampir tidak dikenal oleh masyarakat umum. Nama itu hanya dikenal oleh
kalangan datu bolon atau malim, dan merekalah yang berhak
menyebut ke-3 nama tersebut. Meski demikian, mereka sendiri tidak sembarangan
menyebut. Sebagai gantinya, mereka memakai kata Naibata. Demikianlah, untuk ilah tertinggi disebut Naibata nagori atas (atas), Naibata nagori tongah (tengah), dan Naibata nagori toruh (bawah).[24] Secara tegas, pemujaan dan hubungan dengan ilah
tertinggi terbatas hanya di kalangan para datu
bolon, sedangkan masyarakat umum hanya mengenal ritual pemujaan terhadap simagod, tonduy jabu, sinumbah, dan roh-roh
lainnya. Namun dengan demikian meskipun mereka tidak mengenal siapa Naibata yang mereka sembah itu, namun mereka
tetap menyembahnya dan itu terlihat dari wujud penyembahan mereka yang
memberikan sesajen pada para datu, atau melakukan hal-hal yang selalu diktakan
oleh para datu, yang mereka yakinin sebagai perantara komunikasi mereka.
2.7.
Tafsiran
a.
Penafsiran
Teks Kisah Para Rasul 17:22-24 Diperhadapkan Dengan Kebudayaan Simalungun
“Naibata”
Teks dalam Kisah Para Rasul ini memiliki kesamaan dengan budaya yang ada
di Simalungun mengenai ilah yang mereka sembah. Seperti Naibata yang disembah orang Simalungun namun tidak dikenal, dan Allah yang disembah oleh orang Atena dan
juga tidak dikenal. Orang Simalungun tidak mengenal siapa Naibata yang mereka
sembah. Hal inilah yag terlihat dalam kehidupan Simalungun dulunya, namun
menjadi suatu keterbiasaan sehingga
menjadi budaya di tengah-tengah kehidupan mereka. Sehingga banyak orang-orang
yang melakukan hal-hal keterbiasaan ini dikarenakan sudah menjadi budaya.
Namun, setelah Injil masuk ke tengah-tengah masyarakat, belum semua dapat
menerimanya dengan baik, masih banyak orang yang minim pengetahuannya tentang Allah yang tidak dikenal itu. Pada
dasarnya, budaya dan pemahaman budaya itu memang sulit untuk dilepaskan dari
pemikiran manusia sendiri. Namun pemahaman yang bisa diluruskan atau dibenarkan
yaitu konteks penyembahan dan keyakinan.
Seperti Paulus yang berupaya untuk menyatakan pemahaman yang benar di kota Atena
dengan memberi pemahaman yang benar siapa
yang layak disembah dan diyakini. Pada Kisah Para Rasul 17:22-24 ini Paulus
mencoba memberikan penjelasan mengenai Allah yang menjadi pencipta yang sejati.
Allah yang menciptakan manusia, dan manusia tinggal di dalam Allah, bukannya
Allah yang tinggal di tempat patung atau kuil yang mereka bangun itu. seperti kesamaan untuk mengubah pemahaman
Simalungun mengenai “Naibata” yang ada dalam Yesus Kristus atau dengan kata
lain, yang menjadi penekanan dalam penafsiran ini bukanlah untuk menghilangkan
budaya dan pemahaman Simalungun, tetapi melalui teks Kisah Para Rasul 17:22-24
ini menjelaskan bahwa yang menjadi penekannya dan tolak ukurnya ialah bahwa
Tuhan Yesuslah yang layak untuk disembah dan layak untuk dipercayai.
III.
KESIMPULAN
Berdasarkan penafsiran secara kontekstual maka
penafsiran dengan pendekatan budaya ini membantu kita untuk memahami budaya
yang diangkat dengan teks Alkitab secara kontekstual. Yaitu pada konteks budaya
Simalungun yang tidak mengenal siapa yang disembah, dan konteks Alkitab yang
mengambarkan orang-orang Atena yang menyembah ilah yang tidak dikenal juga.
Oleh karena itu, penafsiran ini juga menyatakan bahwasanya dengan budaya pun
kita dapat mengetahui apa yang dimaksud di dalam Alkitab.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
.....
Alkitab Edisi Studi, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012
B .A Samuel
Century With Sitz Im Leben. Dalam
International Refiew Studies Vol 53,
Leidem Kninklijke Brill NV.2008
Brink
H.V.D., Tafsiran Alkitab Kisah Para
Rasul, Jakarta:Gunung Mulia, 2003
Damanik
Jan Jahaman, Dari Ilah Menuju ALLAH,
Yogyakarta: ANDI, 2012
Dana H.E., The
New Testament World: A Brief Sketch
of the History and Condition which
Compased
the Background of the New Testament, Malang:
Gandum Mas, 2000
Duyverman
M.E., PembimbingDala Perjanjian Baru,
Jakarta:Gunung-Mulia,2008
Duyverman
M.F., Pembimbing ke Dalam Perjanjian
Baru, Jakarta:BPK-GM, 2003
Jumawan
Nathan, 52 Ikhtisar Khotbah Kisah Para
Rasul Yogyakarta. Yayasan Andi,2003
Lembaga
Alkitab Indonesia Kitab Suci Injili dengan
catatan studi Jakarta LAI 2004
Marpaung
H., Penuntun Memahami Alkitab
Medan:Aston Sinaga, 2014
Packer J.L ., Merril C . Tenney, William With. Dunia Perjanjian Baru, Malang: Gandum
Emas, 1995
Purnom
Budi, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Ranaka, 2003
Stambaugh John dan David Baleh, Dunia Sosial Kristen Mula-mula.Jakarta BPK-
GM.2004
Suharso,
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
semarang: Widia Karya, 2005
Tenney
Meril C., Survei Perjanjian Lama Malang:
Gandum Mas, 2006
Sumber internet:
http://kbbi.web.id/kontekstual,
diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul 19:09
http://metodekontekstual.wordprase.com/29/penafsiran-alkitab,
diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul 19:15
[2]http://metodekontekstual.wordprase.com/29/penafsiran-alkitab, diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul
19:15
[3]Suharso, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (semarang: Widia Karya, 2005), 95
[4]Budi Purnom, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Ranaka, 2003), 49
[5] Nathan Jumawan, 52 Ikhtisar
Khotbah Kisah Para Rasul (Yogyakarta. Yayasan Andi,2003), 2
[6] Meril C.Tenney, Survei
Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2006), 283.
[7] Nathan Jurnawan, 52 Ikhtisa, 2
[8] M.E. Duyverman, PembimbingDala
Perjanjian Baru, (Jakarta:Gunung-Mulia,2008), 73.
[9] M.E.Duyverman, 75.
[10] Nathan Jumawan, 3
[11] H.V.D. Brink, Tafsiran Alkitab
Kisah Para Rasul, ( Jakarta:Gunung Mulia, 2003), 9
[12] M.F.Duyverman, Pembimbing ke
Dalam Perjanjian Baru, (Jakarta:BPK-GM, 2003), 86.
[13] Lembaga Alkitab Indonesia Kitab
Suci Injili dengan catatan studi (Jakarta LAI 2004 ), 505.
[14]H.Marpaung, Penuntun Memahami
Alkitab (Medan:Aston Sinaga, 2014)
[15] ..... Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012),
1775
[16] Samuel B .A
Century With Sitz Im Leben. Dalam International Refiew Studies Vol 53,
(Leidem Kninklijke Brill NV.2008), 165
[17] J.L . Packer, Merril C .
Tenney, William With. Dunia Perjanjian
Baru, (Malang: Gandum Emas, 1995).65
[18] H.E. Dana, The New Testament World: A Brief Sketch of the History and Condition
which Compased the Background of the New Testament, (Malang: Gandum Mas,
2000) , 174
[20] H.E Dana, The New Testament World. A Brief Sketch of
the History and Condition which Composed the Background of the New Testament ,
(Malang: Gandum Mas, 2000), 177-178
[24] Jan Jahaman Damanik, Dari Ilah Menuju ALLAH, (Yogyakarta: ANDI, 2012), 52-60
No comments:
Post a Comment