Kidung Agung
I.
Pendahuluan
Kitab Kidung Agung adalah jenis kitab puisi cinta. Kitab Kidung Agung
terkenal satu-satunya buku yang romantis dalam Alkitab. Kitab Kidung Agung
mencermikan kisah percintaan sebagai lambang hubungan anatara Allah dengan
umat-Nya. Kitab ini berisi sanjak percintaan dan nyanyian yang
bersahut-sahutan. Kidung Agung memberikan penghargaan yang tinggi terhadap
cinta yang merupakan satu wujud dari berkat Allah atas manusia.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Kitab Kidung Agung
Kitab Kidung Agung adalah salah satu kitab yang sering diperdebatkan
dalam pembacaan dan penafsirannya. Dalam bahasa Ibrani disebut syir hassyirim yang arti sebenarnya
melampaui arti lagu atau nyanyian. Istilah syir
hassayirim adalah nyanyian yang terindah (song of song) “lagu di atas segala lagu”.[1]
Kitab Kidung Agung berisi sanjak-sanjak percintaan. Sebagian besar berupa
nyanyian bersahut-sahutan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Nyanyian ini sering diartikan oleh orang Yahudi sebagai gambaran hubungan Allah
dengan umat-Nya, dan diartikan pula oleh orang Kristen sebagai lambang hubungan
antara Kristus dan jemaat.[2]
Kitab Kidung Agung (Syirul’Asyar, Song
of Song) termasuk dalam kumpulan Lima Megillot (lima kitab yang dibacakan
secara khusus pada lima hari besar keagamaan Israel). Kidung Agung dibaca pada
hari raya Paskah, hari besar agama Yahudi yang penting yaitu mengenang
peristiwa keluaran bangsa Israel dari perbudakan Mesir.[3]
2.2. Latar Belakang Kitab Kidung Agung
Kesejajaran atau kiasan sejarah yang jelas tidak dijumpai dalam Kidung
Agung. Dalam pemerintahan Salomo secara umum (sekitar tahun 970-930 SM), tidak
ada yang dapat dikemukakan tentang latar belakang sejarah kitab ini.
Kemungkinan besar syair cinta tersebut mencerminkan kejadian-kejadian nyata
yang berhubungan dengan pemerintahan Salomo dan mungkin juga kejadian-kejadian
yang ada di kitab Kidung Agung diringkas oleh para sejarahwan Perjanjian Lama
dalam I Raja-Raja 3-11 dan II Tawarikh 1-9. Keberadaan Salomo yang dikuasai
oleh sensualitas dan kemewahan yang berlebih-lebihan selama pemerintahannya
sebagai raja ternyata mengakibatkan kehancurannya (I Raj. 4:20-28; 10:14-29).
Ironisnya, orang bijaksana yang menasehati kaum muda untuk menjauhi tipu
muslihat perempuan “jalang” justru terjebak sendiri olehnya (Amsal 5:1-23).[4]
2.3. Penulis, Waktu dan Tempat Penulis Kitab Kidung Agung
2.3.1.
Penulis
Menurut tradisi Kidung Agung ditulis oleh Salomo. Kata lisylomo yang secara harfiah berarti
“untuk Salomo” atau dengan gaya Salomo. Keahlian Salomo sebagai penulis Kidung
Agung sudah dikenal dari I Raja-Raja 4:32 (bnd. Mazmur 72; 127), namun
hubungannya dengan kidung cinta ini tidak jelas.[5]
Tradisi Yahudi menyakini bahwa penulis kitab ini adalah raja Salomo dan
penerimaan kitab ini dalam kanon kitab suci besar kemungkinan karena
hubungannya dengan raja yang bijaksana ini. Ada beberapa alasan yang mendasari
pandangan ini :
1.
Ada beberapa kesaksian yang
menunjuk pada salomo, kemudian kata lisylomo
(untuk Salomo) sering diakui sebagai milik salomo.
2.
Pengalaman cinta kasih dalam
perkawinan, dia memiliki banya istri dan selir.
3.
Ada kesan bahwa Israel pada waktu
itu masih dalam satu kesatuan sebagai bangsa, dimana masih ada nama-nama kota
di wilayah Israel Utara/Palestina (Saron 2:1, Libanon 3:9, Amana, Hermon,
Damsyik 7:4, Karmel 7:4). Ini hanya mungkin jika ditulis zaman Salomo.[6]
Kesimpulannya, walaupun mungkin bukan Salomo penulisnya namun mencerminkan
pemikiran dan zaman Salomo.
2.3.2.
Waktu Penulis
Sulit memastikan soal waktu penulisannya tetapi penyuntingan dapat dipastikan
sesudah Salomo yaitu zaman Nehemia (± 350 sM) sebab ada pengaruh bahasa
Aram.[7]
Menurut pendapat Schonfield, kitab ini ditulis pada masa Persia, atau lebih
tepat antara masa Nehemia dan tahun 350 sM.[8]
2.3.3.
Tempat Penulis
Latar kisah ini terletak di kerajaan utara pada masa awal perpecahan
kerajaan. Seorang sarjana yang menggunakan pendekatan yang berhubungan dengan
tipologi atau kultus akan menekankan ciri-cri linguistik (seperti pengaruh
bahasa Aram, Persia dan Yunani) dan sarana “fiksi sastra” dalamsyairnya, yang
menggambarkan Salomo sebagai “kekasih yang agung”, dan menyimpulkan bahwa kitab
ini seharusnya ditarikhkan pada periode Persia. Bukti sastra, sejarah, dan linguistik
menunjuk bahwa tempat penulisan kitab di kerajaan Utara.[9]
2.4. Tujuan Penulisan Kitab Agung
Kitab ini diilhamkan oleh Roh Kudus dan dimasukkan ke dalam Alkitab
untuk menggarisbawahi asal-usul ilahi dari sukacita dan martabat kasih manusia
di dalam pernikahan. Kitab kejadian menyatakan bahwa seksualitas manusia dan
pernikahan mendahului kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kej 2:18-25). Walaupun
dosa telah menodai bidang pengalaman manusia yang paling penting ini, Allah
ingin kita tahu bahwa pernikahan itu bisa murni, sehat, dan indah. Karena itu
Kidung Agung, memberikan model yang bersifat memperbaiki di antara dua ekstrem
dalam sejarah :
1.
Peninggalan kasih pernikahan untuk
perilaku seksual yang tidak wajar (yaitu hubungan homoseksual atau lesbian) dan
hubungan heteroseksual sepintas di luar pernikahan.
2.
Pertapaan yang sering kali secara
keliru di anggap pandangan Kristen terhadap seks, yang menyangkal kasih
jasmaniah di dalam hubungan pernikahan.[10]
2.5. Struktur Kitab Kidung Agung[11]
a.
Dua kekasih yang saling merindukan
(ps 1)
b.
Mempelai Perempuan Menanti
pasangannya (ps 2-3)
c.
Mempelai laki-laki memuji
pasangannya (ps 4-5)
d.
Kegelisahan tanpa kehadiran
pasangan (ps 6)
e.
Kenikmatan cinta (ps 7)
f.
Cinta kuat seperti maut (ps 8)
2.6. Ciri-ciri Khas Kitab Kidung Agung
Empat ciri utama
menandai kitab ini :
1.
Inilah satu-satunya kitab Alkitab
yang khususnya membahas kasih unik di antara dua orang mempelai. Seluruh kitab
ini melukiskan masa bercumbu-cumbuan dan kasih pernikahan, khususnya
kebahagiaan orang yang baru menikah.
2.
Kitab ini merupakan karya satra
akbar yang penuh dengan kiasan sensual yang sopan, terutama diambil dari alam.
Aneka metafora dan bahasa deskriptif melukiskan perasaan, kuasa, dan keindahan
dari kasih pernikahan yang romantis, yang dipandang murni dan suci pada zaman
Alkitab.
3.
Kitab ini termasuk salah satu dari
sejumlah kecil kitab PL yang tidak dikutip atau disinggung dalam PB.
4.
Merupakan satu dari dua kitab PL
yang tidak secara jelas menyebutkan Allah (sekalipun beberapa naskah berisi
petunjuk kepada “Tuhan” dalam 8:6).[12]
2.7. Tema-tema Teologi Kitab Kidung Agung[13]
1.
Kidung Agung adalah kitab yang
menceritakan hubungan cinta kasih dengan sangat terbuka dan dalam (erotis) antara mempelai laki-laki dan
mempelai perempuan. Hubungan Erotis adalah
simbol hubungan antara Allah dengan umatNya.
2.
Cinta kasih dalam kitab ini adalah
cinta kasih antara pasangan laki-laki dengan perempuan yang mendorong
keharmonisan dalam sebuah keluarga melalui pertumbuhan cinta kasih antara suami
dan istri.
3.
Ada yang menentang dua hal yang
berhubungan dengan cinta yaitu perbuatan seksual yang berlebihan dan menyangkal
kebaikan cinta jasmani.
4.
Kidung agung bukan hanya
menggambarkan tentang cinta kasih manusia tetapi mengingatkan kita akan adanya
cinta yang lebih murni yaitu cinta kasih Allah.
2.8. Ayat Menarik Kitab Kidung Agung
Taruhlah aku seperti materai pada hatimu, seperti materai pada
lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang
mati, nyalanya adalah nyala api TUHAN! Air yang banyak tak dapat memadamkan
cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala
harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina (Kidung Agung
8:6-7). Di dalamnya ada garis lembut cerita, yang membangun klimaks yang
diungkapkan dengan kata-kata hikmat dalam 8:6, karena cinta kuat seperti maut.
III.
Refleksi Teologis
Kidung Agung 2:16, “Kekasihku
kepunyaanku, dan aku kepunyaaku”. Yang artinya bahwa cinta kedua orang
kekasih itu satu sama lain adalah sejati dan bersifat monogami. Tidak ada
kerinduan atau tempat untuk orang lain. Di dalam pernikahan juga haruslah
demikian, harus ada kasih dan komitmen sedemikian rupa kepada satu sama lain
sehingga kesetiaan kepada pasangan menjadi yang terpenting di dalam hidup kita.
Dalam Ibrani 13:4 “Hendaklah kamu semua
penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur,
sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah” yang artinya kita
harus mengendalikan diri dan menjauhi segala tindakan dan ransangan seksual
yang dapat menajiskan kemurnian seseorang di hadapan Allah. Kata ini juga
menekankan agar menahan diri dari segala tindakan dan pikiran yang merangsang
keinginan yang tidak selaras dengan keperawanan ataupun janji nikah janji nikah
seseorang. Hal itu termasuk menguasai tubuh kita sendiri dan “hidup dalam
pengudusan dan penghormatan” (1 Tes 4:4), dan bukan “di dalam keinginan hawa
nafsu” (1 Tesalonika 4:5).
IV.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan, bahwa kitab Kidung Agung
merupakan suatu pelajaran, suatu perumpamaan luas yang menggambarkan keajaiban
dan kekayaan cinta manusia yang merupakan pemberian kasih Allah, meskipun
bahasanya terang-terang. Kidung agung bukan hanya menggambarkan tentang cinta
kasih manusia tetapi mengingatkan kita akan adanya cinta yang lebih murni yaitu
cinta kasih Allah. Kitab Kidung Agung banyak menceritakan tentang cinta seorang
laki-laki dan seorang perempuan, yang dimana cinta seorang laki-laki dan
seorang perempuan itu menggambarkan cinta kasih Allah kepada umatNya. Walaupun
dosa telah menodai pengalaman manusia yang paling penting Allah ingin kita tahu
bahwa pernikahan itu bisa murni, sehat, dan indah.
V.
Daftar Pustaka
Saragih,
Agus Jetron, Kitab Ilahi, Medan :
Bina Media Perintis, 2016.
Baker,
David L., Mari Mengenal Perjanjian Lama,Jakarta
: BPK Gunung Mulia, 2015.
Blommendaal,J.,
Pengantar Perjanjian Lama,Jakarta :
BPK Gunung Mulia, 2016.
Hill,
Andrew E., Jhon H. Walton, Survei
Perjanjian Lama, Jawa Timur : Gandum Mas, 2008.
Lasor,
W.S., D.A. Hubbard & F.W. Bush, Pengantar
Perjanjian Lama II,Jakarta : Gunung Mulia, 2012.
tnp,
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang
: Gandum Mas, 2008.
[1] Agus
Jetron Saragih, Kitab Ilahi, (Medan :
Bina Media Perintis, 2016), 149
[2] David
L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama,
(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015), 86
[3] Agus
Jetron Saragih, Kitab Ilahi, 149
[4]
Andrew E. Hill & Jhon H. Walton, Survei
Perjanjian Lama, (Jawa Timur : Gandum Mas, 2008), 491
[5] W.S.
Lasor, D.A. Hubbard & F.W. Bush, Pengantar
Perjanjian Lama II, (Jakarta : Gunung Mulia, 2012), 167
[6] Agus
Jetron Saragih, Kitab Ilahi, 150
[7] Agus
Jetron Saragih, Kitab Ilahi, 151
[8] W.S.
Lasor, D.A. Hubbard & F.W. Bush, Pengantar
Perjanjian Lama II, 168
[9]
Andrew E. Hill & Jhon H. Walton, Survei
Perjanjian Lama, 491
[10] tnp,
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang
: Gandum Mas, 2008), 1026
[11] Agus
Jetron Saragih, Kitab Ilahi, 154
[12] tnp,
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, 1026
[13]Agus
Jetron Saragih, Kitab Ilahi, 154
No comments:
Post a Comment