Mengenali Teologi Paulus Tentang Konsep Manusia Khususnya (Tentang Tubuh, Jiwa dan Roh) dan Diperhadapkan dalam Pemahaman Budaya Batak (Karo).


Mengenali Teologi Paulus Tentang Konsep Manusia Khususnya (Tentang Tubuh,
Jiwa dan Roh) dan Diperhadapkan dalam Pemahaman Budaya Batak (Karo).
I.                   Pendahuluan
Manusia adalah ciptaan Allah yang ditempatkan dalam di tengah ciptaan lain sebagai pelayan pekerjaan Allah. Manusia diciptakan dalam gambar Allah dengan pengetahuan, kebenaran dan kekudusan.Sebagai gambar Allah manusia memiliki kehendak bebas yang memiliki kemampuan bebas untuk taat atau tidak pada hukum Allah.Manusia terdiri dari jiwa dan raga.Jiwa adalah suatu wujud yang abadi, tetapi yang diciptakan juga sebagai bagian manusia paling luhur. Meskipun manusia dalam rupa lahiriah mencerminkan kemuliaan Allah, tetapi gambar Allah sebenarnya terdapat dalam jiwa.llah membuat hubungan Perjanjian dengan manusia. Allah menjanjikan berkat dan rahmat-Nya sedangkan manusia harus menguasai alam dengan menyadari statusnya sebagai ciptaan di bawah kuasa kedaulatan Allah. Sajian ini bukan bertitik focus kepada pemahaman biblis saja tapi akan diperhadapkan dengan budaya,khususnya Batak. Semoga sajian ini dapat berguna bagi kita semua.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Manusia
Manusia dalam bahasa Inggris disebut man yang berarti “ada yang berpikir”.Demikian juga arti kata anthropos yang berarti “seseorang yang melihat ke atas” yang kemudian sekarang kata itu dipakai untuk mengartikan “wajah manusia”.[1]Manusia adalah salah satu spesies yang mempunyai ciri-ciri berotak besar, berjalan tegak, berbahasa, dan mempunyai organisasi sosial.Dan manusia yang dimaksudkan adalah manusia modern.[2] Dalam Theological Dictioonary Of The New Testament dikatakan bahwa manusia(ᾂνθρωπος)sebagai spesies yang sangat berbeda dengan hewan (Mat. 12:12), malaikat (1 Kor. 4:9), Yesus Kristus (Gal. 1:12), dan juga berbeda dengan Allah (Mrk. 11:30). Dengan penekanan khusus kepada kefanaan dan keberdosaan.Sifat manusia sebagai subjek adalah lemah fisik, dan kematian sebagai upah dosa, manusia penuh dengan kejahatan, mencintai dan tersanjung dan tunduk kepada kesalahan manusia. Kata ini jugadigunakan dengan gen dalam mode Semit untuk mengekspresikan hubungan dengan sesuatu yang abstrak atau hubungan kepemilikan.[3]
Manusia adalah makhluk ciptaan di atas bumi sebagaimana semua benda duniawi. Namun, di pihak lain dia muncul di atas bumi dan mengejar suatu dunia yang lebih tinggi. Hakikat manusia, yaitu bahwa manusia dalam eksistensi dan aktivitasnya dicirikan oleh sejumlah tingkat.Pertama, manusia merupakan makhluk jasmani yang tersusun dari bahan material dari dunia organik tetapi manusia tidak dapat dijelaskan secara tuntas hanya berdasarkan kehidupan jasmaninya saja.Karena, hal yang primer dalam manusia adalah rohnya yang membawahi segala sesuatu lainnya.[4]Hakikat manusia tak dapat dijabarkan kepada makhluk-makhluk lainnya, dikarenakan bahwa hakikat manusia itu diciptakan tersendiri oleh Tuhan.Menurut kesaksian Alkitab, umat manusia terjadi dari manusia berpadanan.Dalam pidato Paulus di Aeropagus (Kis. 17) dikatakannya dengan singkat “Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia (ayat 26).Kemudian selanjutnya timbullah perbedaan di antara manusia pengaruh iklim dan suasana.Akan tetapi dasar atau prinsip kesatuan umat manusia dari segala bangsa sangat ditegaskan oleh Alkitab.[5]
2.2. Pemahaman Manusia menurut Teologi Paulus
Dalam Perjanjian Baru, Paulus memberi penjelasan yang paling lengap mengenai manusia. Adapun istilah-istilah utama yang dipakai Paulus untuk menggambarkan berbagai segi manusia seperti soma, sarx, pneuma, kardia, nous, psukhe, dan ditambah pula dengan suneidesis.Dalam menyelidiki istilah ini Paulus memandang manusia dari segi pandangan Allah yang berarti bahwa penyataan-penyataannya sering melibakan keadaan manusia bukan Kristen dengan kemungkinan wujud keristenan yang ideal dan ajaran Paulus dipusatkan pada manusia baru dalam Kristus.[6]Paulus menggambarkan manusia dan dunia pada dasar pandangan eskhatologisnya.Paulus sering ditafsirkan menurut latarbelakang dulisme helenistik yait dualisme kosmologi dan dualisme anthropologi.Dimana dualisme osmologi mencakup keberadaan dunia sorga, sedangkan dulisme anthropologi mencakup dua bagian manusia yakni tubuh dan jiwa.Tubuh terhisap pada tingkat duniawi sedangkan jiwa terhisap pada tingkat sorgawi.[7]
Paulus  juga menggunakan istilah roh dan daging dengan latar belakang pemikiran Perjanjian Lama. Istilah itu muncul dalampewartaan nabi untu membedakan perhitungan yang sangat manusiawi dan perhitungan berdasarkan iman aan penyelenggaraan Allah. Kalau raja hanya mempertimbangkan politik saja dang kurang memperhitungkaniman dan janji Allah, maka nbi menginat bahwa kekuatanpolitik adalah daging (Yes.31:3). Bila Yesaya 40:8 melukiskan kekuatan Babel yang hebat, maka nabi berbicara tentang kekuasaan yang akan seperti bungan yang layu. “ Rumput menjadi kering dan bunga menjadi layu, tetapi firman Allah ita tetap untuk selama-lamanya“. Rumput dan bunga adalah adalah daging, sedangkan firman Allah adalah Roh.Dengan demikian menjadi jels bahwa istilah daging menunjukkan segi kerapuhan dan kehidupan dunia, sedangkan Roh untu menyebut segi Ilahi atau kekuatan dari pihak Allah.Kerapuhan atau dagin kerap kali secara moral dikaitkan dengan kelemahan untuk setia kepada perintah Allah dan hubungan baik dengan sesama, atau berdosa.Manusia yang belum tersentuh oleh kekuatan Roh Yesus Kristus oleh Paulus disebut sebagai yang berasal dari daging, rapuh, tunduk kepada kematian dan dosa, jauh dari Allah bahkan memusuhi Allah.Dunia lalu digambarkan hitam putih, yang kelabu tidak ada. Situasi hidup manusia yang dikuasai oleh dosa  dan kekuatan daging itu juga tercermin dalam semesta alam yang membuat manusia takut dan tak berdaya. Manusia merasa dikuasai mencoba untu melepasan diri tetapi tidak mampu  dan tidak terbuka kepada Allah. Paulus menyebutkan kejahatan adalah perbuatan daging dan kebajika adalah buah-buah Roh (Gal.5:19-22).[8]
2.3. Konsep Tubuh, jiwa dan Roh menurut Paulus
Dalam pengertiannya Paulus ungkapkan bahwa tubuh terhisap pada tingkat duniawi  sedangkan jiwa terhisab pada tingkat surgai atau rohani. JIwa itu bersifat kekal, dan pada hakikatnya tak adapt musnah atau pun kekal. [9]
2.4.1         Soma (Tubuh)
Untuk pemahaman akan tubuh , Paulus mengungkapkan hal ini dengan menyatakan tubuh di dalam Alkitab bukan hanya di pandang sebagai bentuk, lawan dari isi, akan tetapi tubuh juga di pandang sebagai cara berada manusia yang secara asasi dan konstitutip. Manusia tidak dapat dipisahkan daripada tubuhnya. Menyebut ‘tubuh’ manusia , berarti menyebut ‘manusia ’ itu sendiri (1 Kor 15:35). Tabiat atau kodrat insane manusia  dinyatakan atau diungkapkan dengan jelas di dalam tubuhnya yang jasmani itu, yangmewujudkan satu kesatuan yang harmonis dengan segala bagian-bagiannya. (1 Kor 12 : 12-20). Rasul Paulus juga menyebut tubuhnya sebagai mausia lahiriah , sebagai lawan dari manusia  batiniah (2 Kor 4 :16). Pada zaman pembaharuan di akhir zaman, tubuh kita (artinya kita) akan dimuliakan. Rupa tubuh kita yang hina ini akan menjadi serupa dengan tubuh Kristus yang mulia, artinya : kita akan dberi kemulaan yang sama degan kemuliaan Kristus (1 Kor 15 : 35-41). [10]
Soma (tubuh) adalah salah satu yang penting dari tulisan Paulus dan pemakainannya pada tulisannya lebih dari 50 kali. Pada penggunaan bahasa Inggris kata “tubuh” adalah yang biasanya pada individual  “organisme  jasmani” atau “mayat/bangkai”. Jadi dalam bahasa Inggris identifikasi tubuh adalah yang menyangkut tubuh fisik.[11]  Kata σϖμα digunakan pada tubuh Yesus dan pada seekor hewan. Seorang yang sudah mati σϖμα  dapat dibangkitkan kembali.  Faktanya tubuh mengalami penyakit dan penyembuhan atau  tubuh membutuhkan makanan dan baju, dan tubuh juga perlu dibersihkan.[12]
Istilah σϖμα  muncul dalam Paulus pada tiga konteks:[13]
1.     Paulus menggunakan σϖμα seperti penandaan netral pada keadaan fisik manusia. Ketika persoalan Paulus pada penghukumannya kepada orang yang tidak bermoral di Korintus, dia tidak hadir dalam tubuh tetapi hadir dalam roh. Paulus memikul  tanda-tanda Yesus pada tubuhnya, seperti dari luka-luka bahwa dia telah menerima  pukulan-pukulan selama pekerjaan misinya.  Seperti tempat keinginan dan hasrat manusia, tubuh harus dijinakkan (1 Kor.9:27). Paulus meninggikan keadaan σϖμα  untuk menjadi yang mendasar pada semua keadaan, Tuhan memberikan pada setiap ciptaan sebuah tubuh yang pantas yang bersifat     istimewa.
2.    Paulus juga menggunakan σϖμα dalam pengertian negatif. Dalam Roma 6:6 Rasul berbicara tentang kebinasaan  tubuh yang berdosa dalam baptisan. Paulus berata bahwa tubuh berdosa maksudnya tidak berbeda dari tubuh  pada kematian dalam Roma 7:24 :  manusia menjadi total tersembunyi dari kekuatan dosa dan kematian. Meskipun mereka telah dibebaskan dari kekuatannya karena peristiwa Kristus, Paulus dapat menantang pembacanya tidak untuk membiarkan dosa berkuasa dalam diri mereka (tubuh). Di dalam Roma 8:10 tubuh itu adalah mati. Dan dosa tidak mati. Dosa tinggal di dunia dan terus mencobai dan menguji tubuh.  
3.   Paulus  mengggunakan istilah σϖμα  pada pengertian positif  seperti luasnya pernyataan untuk diri manusia itu. Tubuh perlu banyak  lebih dari pada makanan dan minuman. Itu tidak menegaskan dengan fungsi biologis tetapi, lebih baik   kepunyaan Tuhan.  (Tubuh dimaksudkan bukan untuk berzina tetapi untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh).  Tubuh adalah tempat dimana dia harus memuliaan Allah (1 Kor.6:20). Penegasan Allah dan tuntutan Allah pada kita disatukan dalam sebuah kesatuan karena itu adalah tempat dimana kehidupan baru yang disebut dalam ketaatan orang-orang percaya.
2.4.2.         Psukhe (Jiwa/Nyawa)
Paulus menggunakan kata psukhe sebanyak 13 kali, 4 diantaranya ada pada Roma.[14] Psukhe muncul menjadi fokus utama dari penebusan adalah jiwa (walau tubuh juga mengalami dampak penebusan) (Yak. 1:21;1 Ptr.1:9,22;2:11,25). Jiwa dapat diartikan sebagai keseluruhan dari manusia.[15] Istilahpsukhe  ini digunakan khususnya untu menunjukkan hidup manusia (Rom.11:3,16:4;Fil.3:20). Dalam 1 Tesalonika 2:8, istilah ini lebih luas digunakan karena disitu ditekankan tentang hidup karena Paulus menggunakan kata sifat apsupkhos, tak berjiwa sebagai istilah untuk menunjukkan benda mati, maka istilah psukhe dalam arti kehidupan menjadi jelas. Menurut filsafat Yunani jiwa dipandang sebagai sesuatu yang tinggi dan mulia dimana hal ini bertentangan dengan pandangan Paulus yang selalu menghubungkan psukhe dengan kedudukan manusia yang rendah.Manusia sebagai makhluk hidup sangat terikat pada psukhenya. Dalam Kolose 3: 23 dan efesus 6:6 kata psukhe ini diterjemahkan “dengan segenap hati”..[16]
2.4.3.         Pneuma (Roh)
Paulus mengungkapkan kata tubuh ini dalam bahasa Yunani kita kenal dengan sebutan penuma (πνεῦμα) .di sini kita tidak membicarakan pengertian pneuma sebagai gambaran tentag pengaruh dalam kehidupa orang-orang percaya. Dalam arti demikian penuma menggambarkan suatu keadaan khas Kristen yang memisahkan orang Kristen dari orang yang bukan Kristen yang tidak memilikinya.Dalam pengertian ini bertentangan lagsung dengan sarx (daging).[17]Istilah pneuma  banyak digunkan oleh Paulus dalam hubungannya dengan Roh Kudus, namun istilah ini dipergunakan dalam berbagai arti lain yang beberapa di antaranya penting untuk tujuan kita.  Pneuma berasal dari dorongan kuatnya Roh Allah pada saat pertobatan dalam hidup eristenan. Hal ini membawa dimensi baru  dalam kehidupan manusia. Bagi orang percaya pneuma  tampaknya manusia terikat dengan pada Allah, yakni manusia yang didorong  dan digerakkan oleh Allah, manusia bersekutu dengan Allah. Orang-orang yang buan Kristen tidak bersekutu dengan Allah, karena manusia duniawi tidak dapat menerima apa yang berasal dari Roh Allah (1 Kor.2:14). Istilah pneuma  dapat dipahami dengan dua hal yaitu pneuma alamimanusia dan pneuma  Kristen. Jika Paulus berbicara mengenai rohnya yang disegarkan, ia sedang menggunakan istilah secara umum, yang juga berlaku untuk orang-orang bukan Kristen.(2 Kor2:13,7:13) Dalam 1 Kor. 16:18 , Paulus mengungkapkan roh itu sebagai alat untuk menhayati dunia luar serta menyambutnya.[18]
Dalam arti ini pneuma sebenarnya sepadan dengan diri sendiri. Paulus tidak menggunakan istilahpneuma dalam arti angin atau nafas, juga tidak memakainya untuk binatang. Pneuma  berarti keadaan manusia yang lebih tinggi,yang tidak semata-mata baik dan tidak pula jahat. Pneuma dapat dicemarkan (2Kor3:1), dan dapat dikuduskan (1Kor 7:34). Menurut Paulus pneuma orang Kristen harus dikuasai oleh Roh Allah.[19]Tidak diragukan bahwa pengaruh yang paling penting atas pemakaian istilah itu berasal dari dorongan kuatnya Roh Allah pada saat pertobatan dan hidup dalam kekristenan. Akibatnya, manusia menjadi ciptaan  baru (2 Kor 5 :17). Tetapi Roh Allah bekerja di dalam dan melalui pribadi manusia yang mampu menanggapi pengaruh ilahi (Roma 8 : 16).
2.4. Konsep Manusia (tubuh, jiwa dan roh ) dalam Pemahaman budaya Batak Karo
2.4.1.       Jiwa (Tendi atau Upa)[20]
Upa secara bahasa diartikan pemberian sedangkan secara istilah adalah suatu ritual yang dilakukan oleh orang yang berhajat dengan mendoakan orang yang di upa agar memperoleh kebaikan. Kata Upa ini senada dengan kata Upah-upah, Mangupa dan Pangupa yang arti dan maksudnya juga sama yaitu berhajat dan mendoakan orang yang di upa-upakan.
Sedangkan Tendi adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia.Tendi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tendi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tendi yang menawannya. Tendi (roh, nyawa) berada dalam tubuh manusia dan merupakan satu kesatuan.Manusia menjadi makhluk yang hidup karena memiliki tendi.Tendi memiliki zat kehidupan yang berlangsung selama- lamanya dan tidak dapat rusak oleh apapun. Orang Karo zaman dahulu mengenal ada dua jenis tendi, yaitu:
a.       Pertama, tendi yang terdapat dalam tubuh manusia dan berhubungan dengannya pada masa kehidupan manusia saja.
b.      Kedua, tendi yang merupakan bayangan yang melanjutkan aktivitas manusia. Artinya, secara biologis manusia telah mati, tapi aktivitasnya masih dilanjutkan oleh tendinya.
Kehadiran tendi dalam tubuh manusia merupakan faktor penentu bagi kesehatan manusia. Timbulnya suatu penyakit, kegelisahan atau kemalangan diyakini sebagai akibat dari lemahnya tendi atau kepergian tendi  dari tubuh manusia. Bila kepergian tendi berlangsung lama dan tidak datang lagi ke dalam tubuh dikhawatirkan bisa menyebabkan kematian bagi manusia.Konon ada empat penyebab tendi meninggalkan tubuh manusia yaitu saat tidur, terkejut, mimpi dan kematian.Jadi upa tendi adalah suatu ritual yang dilakukan oleh orang yang berhajat dengan mendoakan orang yang di upa agar tondinya dapat kembali kedalam tubuhnya.

2.4.2.       Tubuh (Kula)
Pandangan konsepsi tubuh (kula) dalam budaya Karo dimana, daya pikiran manusia dianggap bertanggung jawab ke luar guna menjaga keseimbangan dalam dengan keseimbangan luar sebagai suatu “makro-kosmos” (semesta besar) yang meliputi dunia gaib, kesatuan sosial dan lingkungan alam sekitar. Tercapainya suatu “keseimbangan dalam” akan memperlihatkan berbagai keadaan menyenangkan, seperti; malem (sejuk/tenang), ukur malem  (pikiran tenang), malem ate (hati sejuk/tenang), malem pusuh (perasaan sejuk/tenang). Oleh karena itu kata malem digunakan juga sebagai arti sehat atau kesembuhan dalam bahasa Karo.Kesejukan badan dan pikiran merupakan dasar dari keadaan sehat, yaitu keadaan sejuk dan seimbang antara “makro-kosmos”. Prinsip ini pula yang menyebabkan mengapa seorang guru melakukan beberapa upacara ritual  dengan tujuan untuk mendapatkan keadaan yang serba malem (sejuk/tenang). Menurut para guru, terganggunnya hubungan-hubungan dalam “mikro-kosmos” seseorang berarti adanya keadaan tidak seimbang dalam tubuhnya, yaitu ketidakseimbangan antara tubuh, jiwa, perasaan, nafas dan pikiran.[21]

2.5.Konsep Teologi Paulus diperhadapkan dengan Konsep budaya Batak
Dalam banyak agama tubuh manusia dianggap lebih rendah daripada roh, tetapi Alkitab menolak pandangan itu.Tubuh manusia diciptakan oleh Allah dan karena itu tubuh adalah baik.Dari cerita penciptaan, tidak menggambarkan manusia sebagai roh yang memiliki keberadaan terlepas dari tubuh.Dalam Alkitab tubuh manusia dibentuk dari debu tanah dan dihirupkan oleh nafas Tuhan sehingga manusia bukan jiwa yang dikurung dalam tubuh melainkan tubuh yang dijiwai oleh Allah.[22] Paulus tidak memupuk cita-cita tertentu mengenai manusia yang ideal. Pengaruh Perjanjian Lama yang nampak dalam surat-surat Paulus sebenarnya juga tidak mengizinkan pendekatan yang bersifat perseorangan itu, karena justru pemahaman persekutuan dan solidaritas yang menonjol.  Rasul Paulus sangat menentang pendapat yang mengatakan bahwa roh itu penting tetapi tubuh tidak karena dianggap bahwa manusia berhubungan dengan Allah melalui rohnya, bukan tubuhnya. Sehingga Paulus menentangnya dan melihat manusia sebagai kesatuan tubuh dan roh.  Pandangan Paulus tentang umat manusia dan dunia ini mengilustrasikannya pandangan eskatologinya yang mendasar. 
III.             Refleksi Teologis
Manusia terdiri dari tiga bagian karena dia diciptakan dalam gambar dan rupa Tuhan. “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1 :26). Kita tahu bahwa Tuhan adalah Tritunggal. Roh Kudus jelas dinyatakan dalam salam penutup surat kedua kepada Jemaat Korintus: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Korintus13:14). Tuhan sendiri berkata, dalam “Perintah Agung”: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:19). Diciptakan dalam gambar dan rupa Tuhan. Dua bagian Alkitab berikut ini jelas meneguhkan fakta manusia terdiri dari tiga bagian yaitu roh, jiwa, dan tubuh:
-          Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita (1 Tesalonika 5:23).
-          Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum (tubuh); ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita (Ibrani 4:12).
IV.             Kesimpulan
Manusia adalah makhluk ciptaan di atas bumi sebagaimana semua benda duniawi. Dalam pengertiannya Paulus ungkapkan bahwa tubuh terhisap pada tingkat duniawi  sedangkan jiwa terhisab pada tingkat surgai atau rohani. Jiwa itu bersifat kekal, dan pada hakikatnya tak dapat musnah atau pun dia bersifat  kekal. Adapun pandangan Paulus akan konsep manusia yakni Paulus mengungkapkan hal ini dengan menyatakan tubuh di dalam Alkitab bukan hanya di pandang sebagai bentuk, lawan dari isi, akan tetapi tubuh juga di pandang sebagai cara berada manusia yang secara asasi dan konstitutip. Manusia tidak dapat dipisahkan daripada tubuhnya. Menyebut ‘tubuh’ manusia , berarti menyebut ‘manusia ’ itu sendiri (1 Kor 15:35). Manusia sebagai makhluk hidup sangat terikat pada psukhenya. Dalam Kolose 3: 23 dan efesus 6:6 kata psukhe (jiwa) ini diterjemahkan “dengan segenap hati” dan pemahaman akan roh (pneuma). Sedangkat budaya Karo mengungkapkan tendi dan kula. Dimana terlihat perbedaan yang signifikan antar kedua pandangan ini. Dimana bagi budaya Karo , tubuh hanya hal biasa saja. Tapi bagi Paulus itu hal yang sangat penting.
V.                Daftar Pustaka
Bagus, Lorens, Kamus FIlsafat, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2000
Darmawijaya, Sekilas bersama Paulus,Yogyakarta:Kanisius,1992
Dun,James D. G., The Theology of Paul the Apostle, USA:Library of Congress Catalog in Publication,1989
Guthrie ,Donald, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta:BPK-GM,2012
Hadiwijono,Harun, Iman Kristen , Jakarta : BPK-GM, 2015
Jacob, Teuku, “Manusia” dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta : PT Delta Pamungkas, 1997
Jeremia,J., ᾂνθρωπος dalam Theological Dictioonary Of The New Testament Volume I, Michigan : Grand Rapids, 1964
Ladd, George Eldon,Teologi Perjanjian Baru II,Bandung:Yayasan Kalam Hidup,2002
  Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2004
Ryrie,Carles C., Teologi Dasar I,Yogyaarta:ANDI,1991
Schewizer,Edward, “σϖμα”, Theological Dictionary of the New Testament Theology (TDNT), Vol VII. Gerhard Friedrich (ed)  (Mic: Grand Rapids, WM.B. Eerdmans Publishing Company,1993
Schnelle,Udo,  Apostle Paul His Life and Theology, Grand Rapids, Mic: Baker Academic,  English translation,  2003
Verkuyl, J.,Aku Percaya, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2001
Yunus,Ahmad, Makna Pemakaian Rebu dalam Kehidupan Kekerabatan Batak Karo, California : ISB, 1994



[1] Lorens Bagus, Kamus FIlsafat, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), 565
[2] Teuku Jacob, “Manusia” dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta : PT Delta Pamungkas, 1997), 152
[3] J. Jeremia, ᾂνθρωπος dalam Theological Dictioonary Of The New Testament Volume I, (Michigan : Grand Rapids, 1964), 364
[4] Lorens Bagus, Kamus FIlsafat, 566-567
[5] J. Verkuyl, Aku Percaya, (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2001), 69
[6] Donald Guthrie,Teologi Perjanjian Baru 1,(Jakarta:BPK-GM,2012),167
[7] George Eldon Ladd,Teologi Perjanjian Baru II,(Bandung:Yayasan Kalam Hidup,2002) ,129
[8]Darmawijaya,Sekilas bersama Paulus,(Yogyakarta:Kanisius,1992),88-90
[9] George eldon Ladd , Teologi Perjanjian Baru Jilid 2, 130
[10] Harun Hadiwijono, Iman Kristen , ( Jakarta : BPK-GM, 2015), 174-175
[11]James D. G. Dun, The Theology of Paul the Apostle, (USA:Library of Congress Catalog in Publication,1989), 55
[12] Edward Schewizer, “σϖμα”, Theological Dictionary of the New Testament Theology (TDNT), Vol VII. Gerhard Friedrich (ed)  (Mic: Grand Rapids, WM.B. Eerdmans Publishing Company,1993), 1057-1058
[13] Udo  Schnelle, Apostle Paul His Life and Theology (Grand Rapids, Mic: Baker Academic,  English translation,  2003), 495-497
[14]James D. G. Dun, The Theology of Paul the Apostle,76
[15]Carles C. Ryrie,Teologi Dasar I,(Yogyaarta:ANDI,1991), 288
[16]Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I,167-169
[17]  Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I, (Jakarta : BPK-GM, 2012), 171-172
[18]  Harun Hadiwijono, Iman Kristen , ( Jakarta : BPK-GM, 2015), 176
[19]Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I,169-170
[20] Ahmad Yunus, Makna Pemakaian Rebu dalam Kehidupan Kekerabatan Batak Karo, (California : ISB, 1994), 48
[21]Mengenai jiwa dapat dibaca dalam tulisan Van Peursen (1983). Kekekalan jiwa menurut Plotinus, jiwa itu ada sebab tubuh sendiri tidak berjiwa, jiwa adalah suatu kehadiran yang membuat tubuh menjadi seperti apa adanya, jiwa meresapi tubuh, kehadiran jiwa seolah-olah terpencar dari tubuh. Maka karena itu walaupun seseorang telah meninggal jiwanya tetap hidup, Van Peursen, Tubuh, Jiwa dan Roh : Sebuah Pengantar dalam Filsafat Manusia, (Jakarta : BPK-GM, 1983), 58

[22] Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2004), 6
Share:

Mengenali dan Belajar dari Identitas, Karakter dan Pelayanan Petrus dalam Kaitan Pelayanan di Gereja dan Masyarakat


Mengenali dan Belajar dari Identitas, Karakter dan Pelayanan Petrus dalam Kaitan Pelayanan di Gereja dan Masyarakat

  I.            Pendahuluan
Petrus adalah salah satu rasul dari dua belas rasul Kristus, Ia juga di kenal sebagai Simon, ia dipilih Yesus menjadi murid-Nya dan menjadikan dia sebagai penjala manusia. Didalam perjalan kehidupannya Petrus melakukan pelayanan di tengah-tengah masyarakat. Dan di dalam pelayanannya Petrus juga menuliskan surat-surat kepada jemaat Tuhan. Yang dimana surat itu ditulisnya kepada orang Kristen yang mendapat penganiayaan. Dan juga mendorong orang percaya agar mempertahankan kehidupan dan kesalehan melalui pengenalan yang benar akan Kristus. Maka dari itu pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang  Identitas, Karakter dan Pelayanan Petrus dalam Kaitan Pelayanan di Gereja dan Masyarakat. Semoga sajian kali ini dapat menambah wawasan kita bersama.
    II.            Pembahasan
                 2.1            Identitas Petrus
Nama asli Pertus ialah nama Ibrani ‘Simeon’ nama bapaknya ialah Yunus (Mat 16:17; ) Petrus berkeluarga (Mrk 1:30), dalam perjalanan misinya ia disertai istrinya (1Kor 9:5). Menurut injil Yohanes, Petrus berasal dari Betsaida, suatu kota di daerah Golan (atau Gaulanitis), yang penduduknya kebanyakan orang Yunani (Yoh 1:44). Bahasa sehari-hari Petrus adalah bahasa Aram dengan logat khas utara (Mrk 14:70). Ia menerapkan kesalehan dan memegang teguh pengharapan umatnya (bnd Kis 10:14) kendati tidak belajar hukum taurat (Kis 4:13).[1] Simon Petrus adalah salah satu rasul Kristus yang terkenal. Dia adalah orang Galilea, seorang nelayan, yang dibawa kepada Yesus pada awal pelayanan-Nya (Yoh. 1:41-42.[2]
Petrus anak Yona dari Betsaida di Galilea, adalah seorang Rasul pertama yang dipanggil Yesus untuk mengikutiNya. Ia tinggal bersama isterinya di Kapernaum dan bersama adiknya , Andreas bekerja sebagai nelayan di Tasik Galilea. Yesus berjanji menjadikannya penjala manusia (Mat. 4:20) dan mengganti namanya Simon menjadi Kefas atau Petrus, artinya ‘batu wadas’ (Mrk 3, 16; Gal 2,11) untuk menandakan, bahwa Petruslah ketua para Rasul dan landasan gereja yang akan didirikan Kristus (Mat. 16, 18-19). Petrus memiliki bakat alamiah seorang pemimpin. Di keempat Injil maupun di Kisah para Rasul (bagian pertama) ia tampil sebagai pemimpin Keduabelas Rasul. Ia digambarkan sebagai seorang yang perasaannya mudah meluap dalam arti positif maupun negative. Tiga peristiwa menampilkan Petrus secara mencolok selama ia mengikut Yesus: Dialah yang pertama kali memberikan pengakuan iman akan Yesus sebagai Kristus (dan Allah-Putra) di Kaisarea (Mat 16, 13-20). Tak lama sesudahnya, bersama dua rasul lain ia menyaksikan transfigurasi atau pemuliaan Yesus di atas gunung dan ingin mempertahankan pengalaman itu dengan mendirikan tiga kemah (Mat 17,4) namun demikian Petruslah yang menyangkal gurunya tiga kali waktu Yesus diadili; suatu perbuatan yang menimbulkan penyesalan yang amat pahit (Luk. 22, 54-62 dan Yoh. 21,17). Kebangkitan, Yesus menmapakkan diri pertama kali pada Petrus (Mrk. 16:7; Luk 24: 34; 1Kor15:5). Ia direhabilitasi waktu sedang menjala ikan (Yoh. 21), persis seperti ketika ia dipanggil pertama kali. Perintah supaya ia menjadi penggembala Umat Allah diucapkan Yesus sampai tiga kali. Pelaksanaan tugas ini didukung oleh peranan Petrus di Gereja Perdana. Di umat Yerusalem maupun di Gereja perdana seluruhnya, Petrus bertindak sebagai seorang pemimpin, yaitu di pemilihan pengganti Yudas. [3]  
                 2.2            Karakter Petrus
Banyak sekali sifat-sifat atau karakter-karakter dari Rasul Petrus yang bisa kita temui. Rasul Petrus bersifat sanguinis yang memiliki ciri utama ekstover, suka bicara, optimis, cepat, lemah dan kurang praktis. Berikut adalah beberapa karakter Rasul Petrus beserta implikasinya.
1.      Seorang Pemimpin alamiah[4]  
Petrus adalah seorang pemimpin alamiah hal ini terbukti dari kemampuan dan sikap Petrus dalam memimpin sebelas rasul Tuhan.
2.      Suka menurutkan kata hati
Rasul Petrus memulai kerasulannya sebagai seorang yang suka menurutkan kata hatinya serta berbicara apa adanya. Ia suka meminta Yesus untuk bertindak sesuai dengan keinginan hatinya. Hal ini pun tidak jauh beda dengan karakter rasul Yakobus
3.      Mudah bimbang, cepat bertindak tapi juga cepat surut, gampang berubah pendirian (Mat. 14:26-32)
Ini kesaksian hidup Petrus dan para murid Yesus yang tidak asing lagi bagi kita. Lihatlah bahwa apa yang dialami Petrus pada mulanya luar biasa. Petrus sudah mengalami keajaiban dengan berjalan di atas air. Tapi ketika rasa bimbang mulai timbul disertai rasa takut, maka ia pun mulai tenggelam. Ini sebuah gambaran jelas bagaimana kebimbangan bisa menghancurkan hidup kita.  
4.      Emosional
Ketika Yesus hendak membasuh kaki Petrus di ruang atas, murid yang emosional ini berseru, “Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Namun, ketika Yesus bersikeras, Petrus berkata “Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!” (Yoh. 13:8-9)
5.      Suka bertindak ekstrem
Di Kaisarea Filipi, Yesus bertanya, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Segera Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias Anak Allah yang hidup!” (Mat.16:15-16). Tetapi tujuh ayat kemudian, kita membaca “Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping, dan menegur Dia….” Beralih dari satu tindakan ekstrem kepada tindakan ektrem yang lain merupakan sifat khas Petrus
6.      Terbawa perasaan dan mudah bimbang
Yesus sudah mengetahui sebelumnya bahwa sifat Petrus yang mudah terbawa perasaan dan mudah bimbang akan menjadi teguh dan dapat diandalkan seperti sebuah batu karang. Sehingga Yesus memberikan julukan “Petrus”
7.      Implusif
Watak Petrus yang Implusif terlihat jelas dari tindakannya memotong telinga hamba imam agung waktu Yesus ditangkap (Yo 18,10), sebenarnya Petrus bukan pengecut; penyangkalannya bukan karena ia takut, tetapi karena terpojok akibat terlalu percaya pada dirinya.[5]
8.      Sifat gampang berubah pendirian dan susah diduga
Sifat ini dapat dilihat ketika pada malam terakhir mereka bersama, Petrus mengatakan pada Yesus, “biarpun mereka semua terguncang imannya, aku tidak” (Mrk 14:29). Namun dalam beberapa jam saja, Petrus tidak saja menyangkal Yesus, tetapi juga mengutuki-Nya (Markus 14:71).[6]
Meskipun kita ketahui bahwa Petrus memiliki karakter yang buruk, tetapi ada sesuatu yang  istimewa yaitu kita telah tahu bahwa dia adalah rasul yang menempati urutan teratas dalam daftar para rasul. Hal ini dapat diartikan bahwa Petrus adalah rasul yang terpenting di antara kedua belas.
                 2.3            Pelayanan Petrus
Petrus adalah murid Yesus yang pertama dipanggil; ia selalu disebut yang pertama dalam urutan murid-murid; ia juga seorang dari ketiga murid yang merupakan kelompok akrab dengan guru mereka (Mrk 5::37; 9:2 14:33; bnd. 13:3). Tindak pelayanannya yang didorong gelora hatinya, sering dilukiskan dalam Alkitab (bnd Mat 14:28; Mrk 14:29; Luk 5:8; Yoh 21:7), dan dia bertindak sebagai juru bicara dari ke-12 murid itu (Mat 15:15; 18:21; Mrk 1:36). Dalam, saat penentuan dekat Kaisarea Filipi dialah juru bicara dari kelompok ke-12 murid: sebab pertanyaan itu ditunjukkan kepada mereka semua (Mrk 8:27, 29) dan semua mereka tergenggam satu dalam pandangan mata Yesus, yang menyertai tempelakan-Nya yang menyusul kemudian (8:33). Pemuliaan Yesus di atas gunung (Mrk 9:1) sangat erat hubungannya dengan pengakuan rasul-rasul yang mendahuluinya. Penagaman itu berkesan sekali dalam diri Petrus: 1 Ptr 5:1; 2 Ptr 1:16 ditafsirkan berdasarkan pemulihan Yesus itu. Diantara para rasul, Petrus adalah rasul yang pertama dihubungkan dengan penginjilan kepada bangsa-bangsa non-Yahudi. Hal ini terjadi tentu dengan kehendak Allah, tapi langsung mengundang kencaman terhadap dirinya sendiri; dan itu bukan yang terakhir kali. Dalam Gal 2: 11 diceritakan Petrus di Anthiokia, yakni gereja pertama yang anggotanya sebagian besar non-Yahudi. Ia turut bersekutu pada meja perjamuan bersama non-Yahudi yang sudah bertobat.[7]
Simon Petrus yang selalu menempati urutan pertama dalam daftar para rasul yang disebutkan oleh keempat penulis Injil. Hal ini menunjukkan bahwa para penulis Perjanjian Baru memandangnya sebagai orang yang terpenting diantara kedua belas rasul. Ia tidak menulis sebanyak Yohanes atau Matius, tetapi ia muncul sebagai pemimpin yang paling berpengaruh di gereja mula-mula. Sekalipun sebanyak 120 orang pengikut Yesus menerima curahan Roh Kudus pada hari pentakosta, Alkitab hanya mencatat ucapan-ucapan Petrus ( Kis. 2:14-40). Petruslah yang menyarankan agar para rasul segera mencari penggati Yudas Iskariot (Kis 1:22). Dan ia bersama Yohanes merupakan rasul-rasul pertama yang mengadakan mukjizat setelah pentakosta, dengan menyembuhkan orang lumpuh di Gerbang Indah Yerusalem (Kis 3:1-11). Petrus merasa bebas untuk melayani orang-orang bukan Yahudi (bnd. Kis 10”), namun ia paling dikenal sebagai rasul bagi orang Yahudi (Bnd.Galatia 2:8). Kalau kita membaca kitab-kitab injil dan bagian-bagian awal dari kitab Kisah Para Rasul secara teliti, Nampak kecenderungan untuk mendukung tradisi yang mengatakan bahwa Petrus adalah tokoh pemimpin gereja mula-mula. Sumber tradisi bahwa Petrus merupakan figur pemimpin gereja apostolik (rasuli) mendapat dukungan kuat.[8] Didalam mengadakan perjalanan-perjalanannya, Petrus menjadi yakin akan pentingnya keikutsertaan orang-orang bukan Yahudi demi masa depan jemaat Kristen. Petrus tidak pernah menampakkan keyahudiannya yang begitu konservatif dan tradisional seperti beberapa anggota jemaat yang tinggal di Yerusalem. Kenyataanya dia bersedia menyampaikan pemberitaannya ke bagian-bagian Palestina yang lebih Helenis sudah merupakan bukti hal itu.[9] 
Selain itu dalam pelayanannya Petrus menuliskan surat kepada Jemaat-jemaat, surat itu dimulai (1:3-12) dengan suatu ungkapan pujian kepada Allah. Melalui Dia para pembaca telah dilahirkan kembali dalam suatu harapan yang hidup dan tak dapat dipadamkan oleh penderitaan, juga dalam pengharapan akan keselamatan mulia yang didasarkan pada kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Gereja-gereja harus bertahan dalam penganiayaan dahsyat yang terjadi saat ini, karena penderitaan adalah kehormatan sejauh orang menanggungnya sebagai orang Kristen dan bukan sebagai penjahat (4:12-19). Dalam penulisan suratnya Petrus adalah untuk mendorong orang-orang Kristen agar teguh dalam pencobaan-pencobaan mereka dengan mengingatkan saat baptisan mereka.[10] Petrus menulis surat pengharapan yang penuh dengan sukacita ini untuk memberikan kepada orang percaya pandangan yang ilahi dan abadi bagi kehidupan di bumi dan untuk memberikan bimbingan praktis kepada mereka yang mulai mengalami penderitaan yang berat sebagai orang Kristen di dalam masyarakat kafir. Petrus khawatir kalau orang percaya membangkitkan ketidaksenangan pemerintah dan menasihatkan mereka untuk mengikuti teladan Yesus dalam menderita dengan tidak bersalah.[11]
Pada waktu Petrus menulis kepada orang-orang Kristen yang diancaman penganiayaan, ia berkata dengan penuh arti bahwa mereka mendapat bagian dalam penderitaan Kristus (1 Ptr. 4:13). Apa yang diderita-Nya adalah penderitaan sebagai seorang manusia, sehingga teladan-Nya dapat membangkitkan semangat manusia lain, walaupun kematian-Nya mempunyai akibat yang jauh lebih dalam daripada hal itu. Petrus menyatakan bahwa ia sudah menjadi saksi dari penderitaan Kristus (1 Ptr. 5:1).[12] Gagasan lain yang menonjol dalam surat Petrus ialah gagasan umat Allah. Mereka yang dahulu “bukan uamat Allah” sekarang telah menjadi umat Allah (1 Ptr. 2:10). Disamping itu, mereka ditunjuk sebagai “bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” (atau umat Allah yang khusus, 1 Ptr. 2:9).[13] Sedangkan dalam surat Petrus yang kedua memusatkan perhatiannya kepada beberapa topik. Ia mulai dengan keselamatan yang dianugerahkan Allah dalam Kristus dan cara hidup yang seharusnya mewarnai kehidupan orang yang telah mengalami keselamatan. Petrus menyebut Yesus sebagai “Allah dan Jurus’lamat kita, Yesus Kristus (1:1). Dengan pernyataan ini hampir pasti ia menyebut Yesus “Allah”. Petrus memberi Kristus kedudukan yang setinggi mungkin.[14] Dalam II Petrus ini, ia bicara dengan penuh semangat mengenai dosa-dosa lama yang telah dihapuskan ( 1:9). Ia menyiratkan dengan jelas mengenai hari kematiannya yang hampir tiba (1:3), sebagaimana yang telah diramalkan oleh Yesus sendiri (1:4; bnd Yoh. 21:18-19).[15]   
                 2.4            Implementasi yang didapat dari  Identitas, Karakter dan Pelayanan Petrus dalam Kaitan Pelayanan di Gereja dan Masyarakat
Adapun implementasi yang dapat diambil dari identitas, karakter dan pelayanan Petrus dalam kaitan pelayanan di Gereja dan masyarakat ialah bahwasanya Petrus dapat menjadi panutan bagi masyarakat dan gereja di mana dalam masa pelayanannya Petrus dapat menyebabkan sekitar tiga ribu orang bertobat. Petrus menerima orang bukan Yahudi pertama yang masuk Gereja, yaitu Kornelius (Kis 10). Suatu penampakan khusus meyakinkannya untuk melakukan misi ini di rumah orang bukan Yahudi. Petrus menjadi printis pewarta injil di Yerusalem dan gembala pertama umat Kristen.[16] Sebelum Pentakosta Petrus memegang pimpinan dalam persekutuan rasuli (Kis 1:15) sesudah Pentakosta dialah pengkhotbah utama (2:14 dab; 3:12 dab), juru bicara dihadapan penguasa Yahudi (4:8), dan pimpinan dalam pelaksanaan tata tertib (5:3). Dia menjadi rasul pertama yang dihubungkan dengan penginjilan kepada bangsa-bangsa non-Yahudi.[17] Paus pertama Katolik Roma, dan penulis kitab 1 dan 2 Petrus.   
                 2.5            Refleksi Teologis
Refleksi teologis yang dapat kita ambil dari catatan tentang kehidupan Petrus ialah bahwasanya meskipun seseorang itu memiliki banyak kekurangan namun Tuhan tidak memandangnya rendah, Tuhan menginginkan orang-orang yang mau melayani-Nya dengan sepenuh hati, meskipun orang berkata buruk tentang kita, tetapi Tuhan tidak. Ia melihat hati, bukan melihat rupa dan harta. Sebab dalam Ulangan 10:17 dikatakan “sebab TUHAN, Allahmu Allah segala Allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap”. Diayat ini dikatakan dengan jelas bahwa Tuhan tidak memandang bulu. Ketika Tuhan Yesus memilih Petrus, pasti  banyak pertanyaan di benak kita “Apakah tidak ada orang lain yang lebih pantas?” dengan menimbang karakter Petrus yang ada. Tapi kita bisa melihat dibalik itu semua ternyata kuasa Tuhan paling banyak terjadi di murid-Nya yang satu ini. Banyak dampak yang terjadi ketika Petrus setia melayani Tuhan. Meskipun Petrus memiliki karakter buruk namun itu bukan penghambat baginya ia tetap memberitakan injil. Sebab Firman Tuhan  dalam Matius 28: 19-20 mengatakan “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku senantiasa meyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir Zaman. Disini Allah memerintahkan kita untuk mengabarkan firman Tuhan agar setiap orang memproleh keselamatan. Demikianlah yang telah dilakukan Petrus meskipun dia memiliki karakter buruk tetapi Tuhan tidak memandangnya rendah malah Tuhan memakainya menjadi penjala manusia untuk memberitakan injil.
 III.            Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Petrus adalah salah satu murid Yesus yang dipanggil menjadi penjala manusia, yang pada awalnya ia adalah seorang nelayan, tetapi setelah Yesus menjumpainya dia menjadi penjala manusia. Petrus merupakan rasul yang memiliki urutan teratas diantara para kedua belas murid Yesus, Petrus memiliki beberapa karakter yang dimana antara lain; Seorang Pemimpin alamiah, Suka menurutkan kata hati, Mudah bimbang, cepat bertindak tapi juga cepat surut, gampang berubah pendirian (Mat. 14:26-32), Emosional, Suka bertindak ekstrem, Terbawa perasaan dan mudah bimbang, Implusif, Sifat gampang berubah pendirian dan susah diduga. Namun demikian kita dapat melihat bahwa Petrus dapat menyebabkan sekitar tiga ribu orang bertobat. Petrus menerima orang bukan Yahudi pertama yang masuk Gereja, yaitu Kornelius ( Kis 10). Petrus menjadi printis pewarta injil di Yerusalem dan gembala pertama umat Kristen. Petrus memegang pimpinan dalam persekutuan rasuli (Kis 1:15) Dialah pengkhotbah utama (2:14 dab; 3:12 dab), juru bicara dihadapan penguasa Yahudi (4:8), dan pimpinan dalam pelaksanaan tata tertib (5:3). Dia menjadi rasul pertama yang dihubungkan dengan penginjilan kepada bangsa-bangsa non-Yahudi,  Paus pertama Katolik Roma, dan penulis kitab 1 dan 2 Petrus.  
 IV.            Daftar Pustaka
Drane, John, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1996
Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 1992
Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 1992
Heuken, Adolf, Ensiklopedi Gereja, Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1993
Marxsen, Willi, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2009
Morris, Leon, Teologi Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2004
Packer, J.I dkk, Dunia Perjanjian Baru, Penerbit Yakin, 1993        
Tenney, Merrill C, Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2009
Tim Penyusun,  Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas
Tim Penyusun, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid II M-Z, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000
Sumber Lain:



[1]Tim Penyusun, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid II M-Z, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000), 255
                [2] http://paperalvinbkristian.blogspot.co.id/2015/01/karakter-rasul-petrus.html, diakses pada  tanggal 19 September 2017
[3] Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1993),  397-398
[5] Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja, 397
[6] J.I Packer dkk, Dunia Perjanjian Baru, (Penerbit Yakin, 1993), 162
[7] Tim Penyusun, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid II M-Z, 256         
[8] J.I Packer dkk, Dunia Perjanjian Baru, 163
[9] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 1996), 265-266
[10] Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 288-293
[11] Tim Penyusun, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandum Mas), 2095
[12] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, (Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 1992), 254
[13] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3 (Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 1992). 117
[14] Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2004), 447-448
[15] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2009),  453
[16] Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja, 397                                                                                                    
[17] Tim Penyusun, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid II M-Z, 257
Share:

POSTINGAN POPULER

Total Pageviews

FOLLOWERS