Lirik Lagu Pelukku Untuk Pelikmu (Cipt: Fiersa Besari)


 PELUKKU UNTUK PELIKMU 

_____________________________________________________________________________________________________

Sandarkan lelahmu, dan ceritakan
Tentang apa pun, aku mendengarkan
Jangan pernah kau merasa sendiri
Tengoklah aku yang tak pernah pergi

Bagiku, kau tetap yang terbaik
Entah beratmu turun atau naik

Kadang kala tak mengapa
Untuk tak baik-baik saja
Kita hanyalah manusia
Wajar jika tak sempurna

Saat kau merasa gundah
Lihat hatimu, percayalah
Segala sesuatu yang pelik
Bisa diringankan dengan peluk

Kau berkata dunia sedang tak ramah
Ya, bukan berarti kau mesti berubah
Jadi seseorang yang tak kau ingin
Yang menatapmu asing dari cermin, oh-oh

Bagiku, kau tetap yang terbaik
Entah beratmu turun atau naik

Kadang kala tak mengapa
Untuk tak baik-baik saja
Kita hanyalah manusia
Wajar jika tak sempurna

Saat kau merasa gundah
Lihat hatimu, percayalah
Segala sesuatu yang pelik
Bisa diringankan dengan peluk


Uh-uh, kita perlu kecewa
Untuk tahu bahagia
Bukankah luka menjadikan
Kita saling menguatkan?

Kadang kala tak mengapa
Untuk tak baik-baik saja
Kita hanyalah manusia
Wajar jika tak sempurna

Saat kau merasa gundah
Lihat hatimu, percayalah
Segala sesuatu yang pelik
Bisa diringankan dengan peluk

Segala sesuatu yang pelik
Bisa diringankan dengan peluk
Share:

BAGINDA SOALOON DAN BORU PANJAITAN (Sejarah Hutabarat Parbaju Bosi)

BAGINDA SOALOON DAN BORU PANJAITAN

(Sejarah Hutabarat Parbaju Bosi – sekarang dikenal Parbaju Tonga)

       Menurut buku silsilah marga-marga Batak, tulisan Richard Sinaga bahwa Baginda Soaloon ini beristri dua, istri pertama boru baringbing dan istri kedua boru Panjaitan. Istri kedua ini sangat cantik dan terkenal di samping itu dia juga keturunan dukun besar.

         Dalam buku Pustaka Batak, tulisan W.M Hutagalung bahwa pada suatu hari boru Panjaitan pulang dari ladang dan dia melihat dari kejauhan bahwa ada seekor ular masuk yang ingin masuk kerumahnya dan segeralah dia berlari dari kejauhan menuju kerumahnya melalui pintu belakang rumahnya berhubung ular tersebut masih di depan pintu rumah. Boru Panjaitan menceritakan tentang ular tersebut setelah suaminya tiba di rumah. Bersama suaminya Baginda Soaloon menyerahkan bertih yang diucapkan bunyinya “inilah Ompung pemberian kami kepadamu, Ompung telah datang mengunjungi kami, semogalah selalu selamat dan mendapat peruntungan”.

    Sebulan setelah kedatangan ular itu, ketika Baginda Soaloon tidak dirumah, datang seorang lelaki tampan. Lalu boru Panjaitan melempangkan lage tiar (tikar pandan) dan dipersilahkan duduk dan menyajikan makanan berbentuk ayam bakar karena tadinya mau dipersiapkan daging babi tetapi tamunya tidak memakan daging babi, tapi anehnya sang tamu hanya menghirup uap makanan, tidak  makan seperti biasa. Setelah itu sitamu langsung pulang dan berpesan agar tikar pandan yang diduduki tadi disimpan baik-baik dan terhormat. Setelah 7 malam, barulah bisa dibuka gulungan tikar tersebut. 

    Setelah tiba waktu yang telah ditentukan, tikar pandan itupun dibuka, ternyata mereka menemukan sebungkah emas dan sebilah pisau bergagang emas. Mereka bergembira mendapatkan benda-benda yang berharga tersebut. Malam harinya silelaki tampan datang dan menanyakan apa yang ditemukan setelah membuka gulungan tikar itu. Baginda Soaloon dan isterinya boru Panjaitan menceritakan hal yang sebenarnya terjadi dan apa yang mereka dapati. Lalu silelaki tampan itu berpesan agar pisau itu tidak digunakan dengan sembarang. Apabila pisau itu hendak dihunus atau dibuka dari sarungnya, hendaknya dimandikan terlebih dahulu dengan air jeruk purut. Penggunaannya pun untuk menyembelih kerbau sebagai persembahan kepadaku, kata silelaki tampan tersebut kepada Baginda Soaloon dan Boru Panjaitan.

        Sekitar 3 bulan kemudian, silelaki tampan datang lagi memberi baju besi, kalung emas dan tas tangan bertali rantai emas. Semuanya itu menjadi harta berharga pada keluarga Baginda Soaloon dan keturunannya. Keturunan Baginda Soaloon pun dikenal menjadi HUTABARAT PARBAJU BOSI, yang kemudian hanya HUTABARAT PARBAJU. Ketika Tuanku Rao dari Sumatera Barat (Bonjol) datang ke Tapanuli, Baju Besi itu hilang tidak tahu kemana rimbanya. Ada sebagian masyarakat Hutabarat Parbaju Bosi mengatakan bahwa Baju Besi tersebut dibawa oleh Belanda dan yang tinggal hanya Pisau dari Baginda Soaloon. Pisau sampai sekarang masih berada di HUTABARAT PARBAJU. 

        Dalam keterlibatan keturunan Baginda Soaloon terkait Pisau yang masih ada sampai saat ini, selalu dilaksanakan upacara khusus siapa yang akan menjadi Ketua Baginda Soaloon. Masyarakat Hutabarat Parbaju akan berjalan dari tempat pemegang asal pisau sampai ke makam Ompu Baginda Soaloon. Sembari berjalan dari rumah ketua sebelumnya, pisau tersebut akan di gendong oleh seorang wanita yang sudah tua dan tidak bisa berketurunan (sining ; bhs Batak Toba). Upacara tersebut baru dilaksanakan pada tahun 2018 kemarin di Hutabarat Parbaju – Makam Ompu Baginda Soaloon.

*Jika ada kekurangan dan kesalahan dalam penyampaian keterangan mohon dimaklumi. Karena hal ini bersumber dari beberapa buku dan cerita orangtua Marga Hutabarat Parbaju.


Share:

PEMUDA (KRISTEN) YANG BERTANGGUNG JAWAB

 PEMUDA YANG BERTANGGUNG JAWAB

(Telah di publish oleh BKS PP GKPI Perlombaan Lomba Menulis Artikel Anniversary PP GKPI ke-3)

Palayan Pemuda | obajahutabarat

Sumber Foto https://obajahutabarat.wordpress.com/2014/01/30/misi/

Manusia adalah makhluk yang unik, Beragam sifat dan kebiasannya bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Seperti generasi Milenial yang pastinya sudah begitu akrab kita dengar dalam telinga kita. Bukan karena gaya hidup mereka yang lekat dengan modernitas saja, istilah tersebut sebenarnya lebih menggambarkan pengelompokan manusia berdasarkan tahun kelahiran. Tiap Generasi juga memiliki karteristik tersendiri. Hal ini umumnya dipengaruhi oleh lingkungan yang dihadapi semasa hidup mereka. Menurut Graeme Codrington & Sue Grant Marshall generasi itu dapat dikelompokkan sebagai berikut : Generasi Baby Boomers (1946-1964), Generasi X (1965-1980), Generasi Y (1981-1994), Generasi  Z (1995-2010), Generasi Alpha (2011-2025).  Di dalam kalangan Gereja sekarang “terkhusus kategorial Pemuda/I” kebanyakan Pemuda/i masuk dalam kategori Generasi Z, yang dimana merupakan generasi yang tidak bisa lepas dari gadget dan akivitas social media. Menurut lansiran socialmediaweek.org, “44% dari Generasi Z memeriksa social media mereka setidaknya setiap jam sekali”. Teknologi bagi mereka dapat melakukan apa saja termasuk bersenang-senang.  Generasi tiap generasi merupakan sebuah sosok yang penting bagi keberlangsungan suatu hidup (baik Negara, Gereja dll..). Karena hidup mempunyai sebuah siklus kehidupan, setiap orang menjadi akan Tua bahkan meninggal dunia, sehingga generasi penerus (Pemuda/i) akan menggantikan (melanjutkan) kehidupan yang telah diberikan oleh pendahulu-pendahulu mereka.

 Istilah pemuda adalah (istilah dari ahli sosiologi) Kenneth Kenniston untuk merujuk pada periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan pribadi. Pemuda tidak hanya sekedar dapat menimbang sesuatu, namun mereka juga telah dapat untuk mengambil keputusan dan langkah nyata sesuai dengan perjalanan hidupnya. Usia muda merupakan usia dimana seseorang perlu diperlengkapi dengan berbagai pengajaran yang baik agar mereka siap memasuki realitas dunia dengan bijak dan pantas. Dengan demikian  Pemuda/I siap untuk mengarungi dunia kehidupan dan memiliki karakteristik khas yang membuatnya perlu dengan ketat mendapatkan bekal atau pengajarannya yang menjadikannya BIJAK dalam menilai dan berlaku dalam dunia. Kebanyakan Pemuda/i saat sudah kehilangan identitas dan jati diri sebagai Anak Allah. Melakukan pesta pora, memakai Narkoba, dijajah oleh Digitalisasi (Revolusi 4.0), terkhususnya materialistis dan hedonis berkembang bahkan berada dalam gaya hidup Pemuda/I. Mereka tidak lagi peduli akan tindakan yang dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Yang penting bagi Pemuda/i ialah bisa bersenang-senang dalam kekayaan yang mereka miliki.

Hal inilah yang kemudian menjadikan banyak pemuda/i yang terjebak dalam “dosa”, dikarenakan tidak sanggup menjaga hati, pikiran dan jiwanya. Masa muda merupakan modal yang sangat berharga bagi setiap manusia dalam mengarungi kehidupan dimasa yang akan datang. Inilah seharusnya yang diperhatikan oleh setiap kaum muda/I. Jika kita melihat beberapa orang muda yang sanggup berkakir dalam masa mudanya seperti Larry Page dan Sergen Brin, ketika berusia 24 tahun menemukan Google, Mark Zuckerbeg menemukan Facebook pada usianya 19 tahun, bahkan sampai pada saat ini karya mereka tersebut dipakai oleh kaum-kaum anak muda/I maupun kalangan orang tua. Jika kita menelusuri berdasarkan Alkitab, ada beberapa yang dipakai Allah pada masa mudanya seperti Musa, yang merupakan seorang pemimpin ulung, pemberi hokum dan perantara Allah membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, seorang pemuda Dewasa yang pada saat itu ia belum menikah, pemuda yang bertanggung jawab dan melibatkan dirinya pada permasalahan yang sedang dihadapi bangsa Israel pada saat itu, yang mampu berkorban demi bangsa Israel.  Daud, yang diurapi menjadi raja ketika usianya masih belia dan  visinya mengantarnya ke singgasana Raja Israel yang berkenan di hadapan Tuhan (1 Sam. 16:12), seorang pemuda yang berparas tampan dan elok (1. Sam 16:8). Yusuf, pada saat muda mendapatkan visi dari Allah (Kej. 37:1-11) dan Visi itu membawanya ke kursi Perdana Menteri Mesir, untuk mengatasi kelaparan melanda bangsa itu pada zamannya (Kej. 41:45-46) dan tidak dipungkiri juga, Allah memakai Kaum Perempuan muda , yaitu Ester sang Pemberani yang mencegah bangsanya agar dibantai secara menyeluruh, ia mempertaruhkan nyawanya demi keselamatan bangsanya. Dan masih banyak tokoh-tokoh orang muda/i yang dipakai Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya. Bagaimana dengan Pemuda-Pemudi Gereja saat ini, apakah menghidupi masa mudanya untuk Allah dan dapat bertanggung jawab dalam kehidupan sendiri dan masyarakat?

Dalam kitab Pengkhotbah dapat kita lihat bagaimana Raja Salomo memberikan Pedoman – pedoman hikmat (Psl. 11) dan Nasihat bagi pemuda-pemudi (Psl. 12). Ungkapan “kesia-siaan” bukan berarti harus menjauhkan diri (skeptis) dan acuh-tak acuh (pesimis) dalam hidup ini, tetapi justru sebaliknya harus aktif, kreatif dan superaktif menjaga hidup. Hanya orang yang menghargai hal-hal kecil dapat menerima tanggungjawab yang lebih besar. Tuhan Yesus pernah berkata “hanya orang yang setia dalam perkara kecil akan diberikan perkara yang besar. Pengkhotbah menasehati para kaum muda untuk menikmati masa muda apabila itu masih kepunyaan mereka. Ia tidak bermaksud untuk meletakkan kepala-kepala tua ke atas bahu-bahu muda dan ia juga tidak mencoba memperpanjang masa muda itu bersama dengan berkat-berkatnya dan kesempatan-kesempatan dalam pengakuan yang bulat bahwa masa muda dan cukup umur adalah sama-sama pemberiaan Allah. Namun yang harus diingat Pengkhotbah tidak mengajak pemuda/i untuk berfoya-foya. Manusia terikat pada waktu. Pengkhotbah memuji pengakuan jujur mengenai sifat manusia dalam masa muda. Jika kita mengizinkan hidup kita merosot menjadi kesembronoan dangkal dan menikmati hal-hal yang berdosa, akhirnya akan timbul kesulitan dan penderitaan di dalam hidup ini. Masa muda adalah masa saat orang merasakan berbagai potensinya bertumbuh sangat pesat dan kuat. Potensi dan kesukaan masa muda itu hanya akan bermakna dan bertumbuh benar bila masa itu mengalami pembentukan tangan Tuhan. Kebanyakan Pemuda saat ini mengalami perubahan mental, oleh karena dipengaruhi lingkungan sekitarnya, bahkan apa yang dilakukan oleh kaum muda tidak dikontrol dan tidak diperhatikan, sehingga banyak pemuda/i yang melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Firman Tuhan. Hal lain yang dialami oleh kaum muda/i yaitu menyangkal jati dirinya, dengan mengatakan “nikmatilah selagi masih muda, lakukan saja apa yang kita suka”. Masa muda penuh dengan peluang-peluang besar. Segala sesuatu bisa dikatakan “mungkin”, karena masih memiliki kekuatan penuh dan kejernihan pikiran.  Sehingga apa yang harus dilakukan Pemuda/I dalam masa mudanya dan tanggung jawab seperti apa yang harus dilakukan manusia terkhusus Pemuda/I saat ini?

 

Tanggung Jawab Kepada Diri Sendiri

Menurut Jost Kokoh pada “hakikatnya hanya masing-masing individu yang dapat bertanggung jawab”. Hanya mereka yang memikul akibat dari perbuatan mereka. Suatu masyarakat yang tidak mengakui bahwa setiap individu mempunyai nilainya sendiri yang berhak diikutinya kebebasan. Manusia adalah mahkluk bermoral, akan tetapi manusia juga seorang pribadi dan sebagai mahkluk pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, angan-angan untuk berbuat atau bertindak, sudah barang tentu apabila perbuatan dan tindakan tersebut dihadapan orang banyak, bisa jadi mengundang kekeliruan dan juga kesalahan. Untuk itulah agar manusia itu dalam mengisi kehidupannya memperoleh makna, maka atas diri manusia perlu diberi tanggup jawab. Tanggung jawab diri sendiri menentukan kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajiban sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.

 

Tanggung Jawab Kepada Bangsa dan Masyarakat

Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahkluk social. Karena membutuhkan manusia lain, maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut. Wajarlah apabila semua tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Suatu kenyataan lagi bahwa setiap manusia, setiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak, bertingkahlaku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh Negara. Manusia tidak bisa berbuat semaunya sendiri, bila perbuatan itu salah maka ia harus bertanggung jawabkan kepada Negara. Oleh karena itu, manusia dalam berfikir, bertindak dan berbicara terikat kepada masyarakat dan Negara. Maka dari itu segala perbuatannya harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Tanggung jawab kepada bangsa dan masyarakat dapat menanggung tuntutan- tuntutan berupa sanksi dan norma-norma social.

 

Tanggung Jawab Kepada Tuhan

Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab melainkan mengisi kehidupannya. Manusia mempunyai tanggung jawab langsung kepada Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hokum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kita suci melalui berbagai macam Agama. Pelanggaran dari hukum-hukum  tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan, maka Tuhan akan melakukan seharusnya yang didapatkan manusia. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai Penciptanya. Pelayanan kaum muda/I sangat penting karena kaum muda berharga di mata Allah.

 

 Kaum muda/I ialah mahkluk ciptaan Allah yang mulia yang dimahkotai dengan kemuliaan dari Allah. Kehidupan manusia tidak hanya berlangsung di dunia saja, tetapi ada kehidupan baru setelah kematian. Jadi hidup manusia ada dua tahap : hidup sementara di dalam dunia dan hidup dalam kekekalan di akhirat nanti seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus, “jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia” (2 Korintus 5:1), suatu kesalahan yang besar jika orang berkata bahwa hidup hanya sekali saja saat di bumi ini. Dalam Yesaya 22:13 dikatakan, “Tetapi lihat, di tengah-tengah mereka ada kegirangan dan sukacita, membantai lembu dan menyembelih domba, makan daging dan minum anggur, sambil berseru: `Marilah kira makan dan minum, sebab besok kita mati!” , Seorang kaya yang bodoh juga berkata kepada dirinya sendiri, “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah” (Lukas 12:19). Pengkhotbah mengingatkan selagi masih muda (dengan kata lain: selagi masih ada kesempatan) biarlah kira gunakan waktu yang ada untuk mengejar perkara-perkara yang menuju kekekalan. Biarlah waktu-waktu yang kita lewati ini adalah kesempatan bagi Tuhan untuk mengurapi orang-orang muda dan memakai mereka sebagai alat kemuliaan-Nya. Masa muda merupakan masa emas berbuat sesuatu untuk Tuhan dan juga sesama. Mungkin sering kali Pemuda/I juga bersikap demikian untuk menolak tanggung jawab yang harus dikerjakan, secara tidak sadar manusia hanya memusatkan seluruh perhatian kita kepada kemampuan diri dan lupa bahwa Tuhan yang memanggil juga adalah Tuhan yang berjanji, menyertai, menopang, dan menguatkan. Maka dengan tegas Rasul Paulus juga menasihatkan Timotius agar jangan ada yang memandangnya rendah karena ia masih muda. Ketika masih muda dan kurang pengalaman / pengetahuan, bukan berarti kita tidak bisa menjadi teladan dan membangun orang lain. Justru orang muda seharusnya bisa menjadi teladan dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesuciaan. Terlebih lagi, Allah yang kita percaya adalah Allah yang pernah mengutus dan menaruh Firman-Nya dalam hati dan mulut orang-orang muda.

Semua tahu usia muda adalah masa yang rawan bagi seseorang karena kebodohan melekat pada hati anak muda : “Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya” (Amsal 22:15). Kebodohan membuat mereka gampang jatuh dalam dosa. Maka sebagai anak-anak Tuhan di tuntut tidak menyia-nyiakan masa muda yang telah di berikan Tuhan. Potensi-potensi yang ada dalam diri adalah harta termahal. Maka sewajibnya mempersembahkan itu kepada Tuhan sebagai alat kebenaranNya sehingga masa muda mempunyai tanggung jawab dan menjadi teladan bagi banyak orang serta nama Tuhan dipermuliakan melalui masa muda kita. Seperti kata orang bijak, Ada dua bentuk pemuda, yakni “Pemuda Pintar” dan “Pemuda Bijaksana” dalam memandang dunia. Pemuda Pintar, selalu  ingin merubah dunia sedangkan Pemuda Bijak, mengubah dunia dengan mengubah dirinya sendiri. Jadilah Pemuda yang bertanggung jawab bagi diri sendiri, lingkungan, dan kepada Tuhan kita.

 

 

 

 

 

 

 

Share:

LIRIK MARS IKATAN MAHASISWA TEOLOGI (IMT) GKPI ABDI SABDA MEDAN

 LIRIK MARS 

IKATAN MAHASISWA TEOLOGI 

GKPI ABDI SABDA MEDAN



Ikatan Mahasiswa Teologi GKPI Abdi Sabda


Wadah bersama Mahasiswa Anak-anak GKPI


Agar kita bekerjasama dan saling peduli


Dalam Persekutuan dan Persaudaraan


Dalam Perkuliahan , Demi Panggilan Tuhan


Alkitab dan Salib Kristus, Menjadi Dasarnya


Melayani di Kampus, Gereja dan Masyarakat


IMT GKPI Abdi Sabda , IMT GKPI Abdi Sabda


Majulah kita semua Tekun dan Setia


IMT GKPI Abdi Sabda , IMT GKPI Abdi Sabda


Majulah dan Lestarilah




Share:

TAPASADA MA ROHANTA

TAPASADA MA ROHANTA




Judul Lagu     : Tapasada Ma Rohanta
Cipt.               : Iran Ambarita



Hamu amang, hamu inang.
denggan bege hamu, denggan peop hamu.
angka poda ni ompunta, sijolo jolo tubu.
asa unang gabe lilu rohamu.
sian dalan na sintong.
sian dalan na tigor.
mancai godang di tano on.
namasa da amang, namasa da inang.
ima angka parungkilon, nang dohot parmaraan.
asa tung marmanat.
hita on sude, tu joloan on.


                         Tonton Juga Videonya... 

Reff:
nunga lam matua be portibion.
ai nunga lam manjonok be ajal ni jolama.
ganup tongkin do sai ro pangunjunan.
tu angka jolma na di tano on.
dohot do muse na parporangan.
na mambahen hapir hapir rohani jolma.
ro muse ma angka sahit patimbohon hadabuan.
pabagashon sitaonon naso tarhatahon i.
sai nadenggan i ma ta ulahon.
asa sahat na sinakkap ni rohanta.
tapasada ma rohanta, tapa unduk ma dirinta.
asa dapot hita hasonangan i.
tapasada ma rohanta, tapa unduk ma dirinta.
asa dapot hita hasonangan i.

Share:

Lirik Lagu `TAK SATUPUN`


Judul       : Tak Satupun
Pencipta  : Herlin Pirena

Apa yang dapat memisahkanku?
Dari kasih-Mu, Tuhan, sahabatku
Kelaparankah? Ketelanjangankah?
Tak satupun, tak satupun
Apa yang dapat memisahkanku?
Dari kasih-Mu, Tuhan, sahabatku
Aniayakah? Penderitaankah?
Tak satupun, tak satupun
Tiada satupun seperti kau, Yesus
Kau sahabat yang sejati
Dalam bahaya Kau menggendongku
Engkau Yesus, sahabatku
 
                                                                                             Tonton juga videonya

Apa yang dapat memisahkanku?
Dari kasih-Mu, Tuhan, sahabatku
Sakit, penyakit, pencobaankah?
Tak satupun, tak satupun
Tiada satupun seperti kau, Yesus
Kau sahabat yang sejati
Dalam bahaya Kau menggendongku
Engkau Yesus, sahabatku
Tiada satupun seperti kau, Yesus
Kau sahabat yang sejati
Dalam bahaya Kau menggendongku
Engkau Yesus, sahabatku
Tak satupun yang dapat pisahkan dari kasih-Mu, Yesus



Share:

Hamba Yang Menderita (Menurut Kitab Nabi Yesaya)

Hasil gambar untuk image nabi Yesaya keren

HAMBA YANG MENDERITA

I.                   PENDAHULUAN
Pengutusan Yesaya sebagai nabi di mulai dengan perjumpaannya dengan Tuhan. Bercermin kepada panggilan nabi Yesaya, mungkin ada di antara para hamba Tuhan yang dipanggil oleh Allah dengan karakter pelayanan seperti yang dimiliki oleh Yesaya. Hal yang harus dipercaya adalah ia dipanggil dengan jaminan penyertaan. Pembelanya adalah Tuhan balatentara. Penjaminnya adalah Raja yang bertahta. Penyedianya adalah Tuhan yang memiliki segalanya. Allah yang menyatakan diri kepada hamba-Nya dan umat-nya adalah Allah yang maha kudus. 
Kitab Yesaya merupakan sebuah kitab yang istimewa. Yesaya sebagai penulis seluruh isi kitab ini menubuatkan begitu banyak hal penting dan itu semua digenapi walaupun diucapkan beberapa abad sebelumnya. Dalam menjalankan tugas kenabiannya ini, Yesaya menubuatkan bahwa akan ada penebus yang akan datang untuk menggenapi tugas dan rencana Allah atas Israel. Hamba dalam kitab ini digambarkan Yesaya yaitu sebagai pelayan Tuhan yang nantinya akan mengalami penderitaan untuk menggenapi tugas hamba Tuhan tersebut yakni sebagai penebus.

II.                PEMBAHASAN
2.1. Kitab Yesaya
Yesaya adalah seorang pribadi yang sangat menonjol, terutama dalam hal mengemukakan secara jelas tentang pribadi, sifat dan pekerjaan mesias.[1] Dalam buku Benson juga menambahkan bahwa Yesaya adalah seorang “nabi Penginjil” dan kitabnya kadang-kadang disebut Injil yang kelima. Cara Yesaya yang terus terang dan rinci dalam menjelaskan penderitaan dan Kerajaan Mesias, telah secara mutlak bahwa Tuhan Yesus itulah yang dimaksudkan dalam nubuat-nubuat para nabi dalam kitab-kitab lainnya.[2] Bagi Yesaya Allah adalah pribadi yang berkuasa dan berdaulat serta memiliki otoritas yang tertinggi dan mutlak atas umat perjanjiannya dan atas bangsa-bangsa di bumi, yang pada saat bersamaan ikut campur tangan secara pribadi dalam sejarah untuk melaksanakan maksud-maksudNya.[3] Dalam tulisan Bob Utley menyatakan bahwa :
1.      Kitab Yesaya dianggap yang terbesar dari semua nubuatan perjanjian lama.
2.      Dari semua nabi-nabi Israel, Yesayalah yang paling memahami pikiran Allah dan rencana-Nya pada masanya.
3.      Dalam pengertian Rohani ia tidak tertandingi di seluruh Perjanjian Lama.[4]
Kemungkinan yang masuk akal, pemberitaan Yesaya dikumpulkan dan dipelihara oleh murid-muridnya kemudian disunting dan dibuat dalam bentuk tulisan. Hal ini cukup menjelaskan mengapa sering terdapat sudut pandang dari waktu yang lebih kemudian. Apa yang dikatakan Yesaya dengan kaitan langsung pada zamannya dan apa yang dikatakannya mengenai masa yang akan datang, diungkapkan dalam bahasa yang relevan pada waktu penulisan. Murid-murid Yesaya (yang lahir pada abad ke-8 sM) tentu tidak hidup terus sampai penyerangan terhadap Yerusalem (597 sM), apalagi sampai bangsa Yehuda kembali dari pembuangan (537 sM atau sesudahnya). Karena itu, pandangan kita harus terbuka soal ini.[5]

2.2. Latar Belakang Kitab Yesaya
Sebagai Pendukung Yesaya sebagai penulis kitab Yesaya, Denis Green memberikan penjelasan bahwa Tuhan Yesus dan para penulis Perjanjian Baru mengutip sebanyak 21 kali dari berbagai bagian  kitab Yesaya dengan selalu menganggap bahwa Yesaya adalah penulis kitab tersebut. Beberapa kutipan yang diambil para penulis Perjanjian Baru yang diakui sebagai tulisan Yesaya sendiri, namun seringkali tidak dianggap sebagai tulisan Yesaya oleh para pengkritiknya. Diantaranya adalah Mat. 3:3 (Yes. 40:3); Mat. 12:17-21 (Yes.42:1-4); Yoh. 12:38 dan Roma 10:16 (Yes. 53:1); Mat. 8:17 (Yes. 53:4); Roma 10:20-21 (Yes. 65:1-2).[6]
Keyakinan diatas tersebut semakin dikuatkan pula oleh pernyataan Gleason L. Archer,Jr.. Gelar “Yang Mahakudus, Allah Israel”, yang dipakai secara dominan oleh Yesaya untuk menyebut Allah menguatkan kesatuan penulisan dari keenam puluh enam pasal kitab Yesaya. Gelar atau sebutan tersebut hanya muncul lima kali pada bagian selebihnya dari Perjanjian Lama, tetapi muncul dua belas kali dalam tiga puluh Sembilan pasal pertama Kitab Yesaya dan dua puluh empat kali dalam dua puluh tujuh pasal terakhir. Banyak frasa dan gaya bahasa kiasan yang unik yang dipakai di bagian pertama kitab tersebut muncul kembali di bagian kedua (bdg. 35:10 dan 51:11; 11:9 dan 65:25; 1:11, 14 dan 43:24). Kesatuan ini juga dikuatkan oleh keterangan-keterangan dalam Perjanjian Baru, khususnya dalam Yohannes 12:38-41, di mana Yohannes mengutip mula-mula dari Yesaya 53:1 dan kemudian dari Yesaya 6:9 lalu disusul dengan komentarnya, “Hal ini dikatakan Yesaya, karena ia telah melihat kemuliaan-Nya dan telah berkata-kata tentang Dia.” Seandainya yang menulis dua bagian Kitab Yesaya ini bukan pengarang yang sama maka pasti Rasul yang diilhami ini keliru dan seluruh catatan Injilnya terbuka untuk dicurigai sebagai tidak dapat dipercaya.[7]
Bob Utley juga memberikan ketegasan yang sama mengenai kesatuan penulisan   kitab Yesaya dan Yesaya sebagai penulis dari  kitab   tersebut       , seperti disebutkan  berikut: Dua puluh lima istilah yang ditemukan dalam kedua bagian Yesaya yang tidak ditemukan di tempat lain dalam PL. Sebutan “Yang Mahakudus, Allah Israel” muncul 13 kali dalam bab 1-39 dan 14 kali dalam bab 40-66 dan hanya enam kali di semua buku Perjanjian Lama lainnya. Yesus, dalam Yohannes 12:38,40, dikutip dari Yesaya 40-66 diberikan ke Yesaya dalam Mat. 3:3; 8:17; 12:17; 3:4; Lukas 4:17, Yohannes 1:23, Kis 8:28; dan Roma 10:16-20.[8]
Nabi Yesaya adalah nabi yang hidup pada abad ke-8 sM dan melayani pada masa pemerintahan Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia, raja-raja Yehuda, yang mendapatkan penglihatan tentang Yehuda dan Yerusalem dalam masa pemerintahan raja-raja tersebut (Yes. 1:1). Nama Yesaya memiliki arti “Yahweh adalah Keselamatan.”[9] Keselamatan yang dibicarakan dalam Kitab Yesaya meliputi 4 hal, Pertama, tentang keselamatan bangsa Yehuda dari serangan bangsa-bangsa lain; Kedua, keselamatan Yehuda dari pembuangan ke Babel; Ketiga, keselamatan bangsa Yahudi di masa mendatang ketika kerajaan mereka ditegakkan; Keempat, keselamatan pribadi orang berdosa yang percaya kepada Kristus, Sang Penebus.[10]
Kitab Yesaya tidak memberikan penjelasan yang lengkap mengenai identitas serta asal-usul Yesaya. Dalam Pasal 1:1 penulis Kitab hanya disebut sebagai “Yesaya bin Amos” atau “Yesaya anak Amos”. Yesaya (Ibrani yesya’yahu), yang memiliki arti “Yahweh adalah Keselamatan”, putra Amos (Ibrani ‘amots / harus dibedakan dari nabi Amos, Ibrani ‘amos), yang tinggal di Yerusalem (Yes. 7:1-3, 37:2). Menurut tradisi Yahudi, dia berasal dari keluarga raja. Meskipun tidak ada kepastian dan dukungan yang kuat mengenai keberadaan keluarganya, namun berdasarkan cerita-cerita dan ucapan-ucapan Ilahi dalam kitabnya, mungkin dapat dikatakan bahwa Yesaya merupakan keturunan bangsawan.[11] Widyapranawa juga berpendapat bahwa Nabi Yesaya kemungkinan besar dari keluarga terhormat dan mempunyai hubungan dengan keluarga istana. Hal tersebut dapat disaksikan melalui tindakan-tindakan Yesaya yang dengan berani menegor dan menasehati raja Yehuda. Keterlibatan Yesaya dalam masalah-masalah social-politik dan ia bertempat tinggal di kota Yerusalem sehingga ia mudah menghubungi raja, serta pengaruh Yesaya terhadap Raja Hizkia pada masa krisis perang Syiro-Efraimi menghadapi serangan Asyur yang menjadi bukti yang tidak langsung dari keberadaan keluarga Yesaya.[12] Di antara kitab nabi-nabi, kitab Yesaya tidak hanya merupakan kitab yang terpanjang, tetapi juga mempunyai tempat dan beritanya khusus. Betapa pentingnya kitab ini dapat kita lihat dari latar belakang sejarah dan zaman yang bersifat menentukan dalam sejarah Israel kuno, yaitu abad ke-8 sM, sampai zaman pembuangan pada abad ke-6 sM. Zaman-zaman tersebut           penuh dengan gejolak dan ketegangan social-politik yang menentukan bagi Israel maupun Yehuda. Di dalamnya kita membaca berita kenabian, tindakan-tindakan di tengah ketegangan dan krisis dunia kuno, kita juga membaca respons dan reaksi Israel, kuasa iman dan firman Allah, interprestasi tentang sejarah dan berita-berita yang bersifat mesianis.[13]

2.3. Pembagian Kitab Yesaya Pada Era Modern
Karena adanya polemic mengenai kepenulisan ganda (deutro-Isaiah) seperti yang diungkapkan oleh para pengkritik modern, yang menjelaskan bahwa telah berabad-abad lamanya diskusi mengenai perbedaan antara pasal 1-39 dan pasal 40-66, menyebabkan para pakar Alkitab memperdebatkan kemungkinan adanya lebih dari satu penulis, atau lebih (Trito-Isaiah).[14] Denis Green dalam bukunya Pengenalan Perjanjian Lama, menegaskan pandangan atau teori para pengkritik tersebut. Pada Pasal 40-66 biasanya dibagi menjadi dua bagian besar: pasal 40-55, yang disebut “Yesaya kedua” (Deutro-Isaiah), yang merupakan tulisan dari seorang murid Yesaya yang menulis pada masa pembuangan di Babel, kira-kira 545 sM. Sementara pasal 56-66 dikenal dengan sebutan “Yesaya Ketiga” (Trito-Isaiah) dan yang biasanya dikatakan berupa karangan-karangan yang ditulis oleh beberapa murid dari penulis “Yesaya Kedua”, yang menuliskannya pada zaman sesudah pembuangan, kira-kira 520 sM.[15]
2.3.1.      Proto Yesaya
Yesaya memahami Allah sebagai “Allah Yang Maha Kudus”, Allah Israel (Yes. 1:4; 5:19-24; 30:15; 31:1). Sifat kekudusan Allah telah berakar dalam tradisi Yerusalem. C. Barth menyebutkan Yesaya menempa istilah “Kekudusan Allah” menjadi sebuah nada  yang luhur sekaligus menantang, di mana unsur kemuliaan Tuhan yang penuh kejutan dan rahasia terdengar bersama-sama dengan denyut hati-Nya yang tidak dapat melepas umat-Nya.[16] Kitab ini ada pada masa pertengahan abad ke-8 sM yaitu tahun 740 sM. Pada masa ini kerajaan Israel maupun Yehuda mengalami masa kemakmuran dan kesejahteraan. Sebenarnya masa pemerintahan raja Uzia adalah masa yang paling makmur dalam bidang social dan ekonomi sampai pada masa pemerintahan Yotam (bnd. Yes. 2-4).[17]
Tetapi dengan kemakmuran yang mereka alami juga disertai dengan kemerosotan moral, ketidakadilan dari pihak kalangan atas terhadap rakyat kecil. Pada masa itu yang menguasai perpolitikan adalah bangsa Asyur dengan ibukora Niniwe yang berada di daerah Mespotamia yang sedang sedang giat-giatnya memperluas daerah kekuasaan. Dengan fenomena tersebutlah untuk pertama kali nabi Yesaya mengecam kemerosotan moral seperti ibadah yang pura-pura, sikap hati yang munafik kepada Yahweh (Yes. 1:11-13), penyembahan berhala dan kemurtadan yang terdapat dalam hidup beriman.[18]
2.3.2.      Deutro Yesaya
Deutro Yesaya hidup pada masa pembuangan di Babylon, kira-kira tahun 540 sM. Masa pembuangan di Babylon (597-538 sM), adalah periode yang penting sekali bagi Yehuda, baik di bidang kemasyarakatan maupun keagamaan.[19] Dalam masa pembuangan di Babylon itu Deutro Yesaya dipanggil untuk menghiburkan bangsa Israel dan untuk memberitakan bahwa Yahweh akan menyelamatkan umat-Nya (lih. Yes. 49:13; 51:3; 51:12; 51:19; 52:9). Allah adalah Yang Maha Kuasa, Khalik langit dan bumi dan Allah seluruh bumi. Karena itu Dia berkuasa untuk memakai bangsa-bangsa lain sebagai alat-Nya untuk menghukum bangsa Israel. Tetapi Dia juga berkuasa untuk melepaskan bangsa-Nya dari pembuangan itu. Deutro Yesaya telah melihat dengan jelas sekali, bahwa Kerajaan Babylon makin hari makin lemah, dan kerajaan Persia, di bawah pemerintahan raja Cyrus, tumbuh menjadi satu kekuatan baru di dunia timur tengah dan merupakan suatu ancaman yang besar bagi Babylon. Oleh sebab itu, Deutro Yesaya menubuatkan jatuhnya Babylon dan kelepasan bagi bangsa Israel oleh raja Cyrus. Dan memang hal ini ternyata benar, sebab sesudah jatuhnya Babylon ke tangan Persia, Cyrus mengizinkan bangsa Israel pulang kembali ke Yehuda. Tetapi orang Israel sendiri tidak mau mempercayai nubuat nabi Deutro Yesaya, sehingga dia terpaksa berdebat dengan mereka.[20]
2.3.3.      Trito Yesaya
Pokok inti nubuat-nubuat ini bukanlah kelepasan dari Babylon, tetapi keadaan yang kurang baik pada masa sesudah pembuangan di Babylon, tetapi keadaan yang kurang baik pada masa sesudah pembuangan di Babylon, misalnya kesalahan para pemimpin bangsa itu (56:9 .dst), sinkritisme (57:3 dst.; 65:1 dst.; 66:3 dst.), alasan-alasan terhadap pembuangan bait Allah (66:1 dst.). Kepercayaan yang optimis seperti yang terdapat dalam Deutro Yesaya tidak ditemukan di Trito Yesaya. Pentingnya hari Sabat dititikberatkan.[21]
Banyak orang Yehuda yang menderita kekurangan dan sejumlah kecil warga kota bertambah kaya. Sebahagian rajin beragama tetapi tidak menghiraukan sesama, ada yang mencari jaminan kepada Tuhan da nada juga kepada dewa-dewa. Nabi menyerukan kehendak Allah yang menginginkan keadilan dan bukan puasa, kesetiaan kepada perjanjian bukan kekerasan, penyerahan dan semangat rendah hati. Jika umat mau berbalik dari kesalahannya, maka Allah akan membangun kembali Yerusalem dan orang-orang benar akan hidup dalam damai sejahtera bersama-sama dengan ALLAH.[22]

2.4. Tujuan Kitab Yesaya
Tujuan lipat tiga jelas kelihatan dalam tulisan Yesaya.
1.      Sang Nabi pertama-tama menghadapi bangsanya sendiri dan bangsa lain yang sezaman dengan Firman Tuhan mengenai dosa mereka dan hukuman Allah yang akan datang.
2.      Lalu, melalui berbagai penglihatan yang mengandung wahyu dan Roh Nubuat, Yesaya menubuatkan pengharapan bagi angkatan masa depan orang Yahudi buangan. Mereka akan dikembalikan dari pembuangan dan akan ditebus Allah untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi.
3.      Akhirnya, Yesaya bernubuat bahwa Allah akan mengirim Mesias dari keturunan Daud, yang keselamatan-Nya pada akhirnya akan meliputi semua bangsa di bumi ini, sehingga memberikan pengharapan bagi umat Allah di bawah perjanjian yang lama dan yang baru.[23]
2.5. Pengertian Penderitaan
Menderita, penderitaan berasal dari kata derita, bahasa inggris; Suffer berarti menderita, bahasa ibrani; tsarah artinya kesesakan, kesusahan, kesukaran, bahasa Yunani; thlipsis arti umum “tekanan” beban yang berat bagi hati orang atau mengenai siksaan besar. Dalam PL tak ada kata yang artinya pederitaan secara umum. Tapi penderitaan dipakai dalam bentuk TBI untuk menterjemahkan banyak kata yang artinya sakit, dukacita, malang, siksaan dll.[24] Menderita berarti menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan.[25] Secara umum ada dua macam penderitaan yang dikenal dalam Alkitab; penderitaan yang kita alami karena kemanusiaan kita dan yang didatangkan atas umat Allah, karena iman dan Kristen.[26]
Penderitaan kadang-kadang dapat dipandang sebagai hukuman yang dijatuhkan Allah atau hajaran guna cara memperbaiki cara hidup umat-Nya atau untuk memurnikan manusia dan mendekatkannya kepada Allah dalam rangka ketaatan dan persekutuan yang baru. Namun penderitaan bisa dikatakan suatu pengalaman bersama, karena penderitaan mengungkapkan Allah kepada manusia dan membawa mereka semakin dekat kepada Allah. Dalam penderitaan manusia juga bisa menemukan dirinya, menemukan dunia sekitarnya dan terutama sekali menemukan Allah.[27]

2.6.Pengertian Hamba Tuhan
Secara umum dalam KBBI, pengertian istilah “Hamba” adalah budak belian, abdi.[28] Dalam terminology Teologis, istilah “Hamba” dijelaskan sebagai berikut, “Kata Ibrani ‘Eved, budak, hamba, pelayan”. Artinya seseorang bekerja untuk keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain, juga dapat memiliki arti sebagai pekerja yang menjadi milik tuannya. Diluar Alkitab kata itu berarti budak; hamba bawahan politik; keterangan tentang diri sendiri untuk menunjukkan kerendahan hati. Dalam hidup keagamaan Israel kata itu dipakai untuk menunjukkan kerendahan hati seseorang di hadapan Allah. Pemakaian demikian menyatakan rendahnya kedudukan pembicara, juga menyatakan tuntuntan ilahi yang mutlak terhadap seorang anggota dari umat yang di pilih-Nya dan kepercayaan yang bersesuaian dengan itu dalam menyerahkan diri kepada Allah, yang akan membela hamba-Nya[29]
Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan pengertian      “HambaTuhan” yaitu seseorang yang bukan hanya menjadi milik Tuhan tetapi juga bekerja khusus untuk Tuhan, tetapi jika pengartian budak terlepas daripada pemaknaan Alkitabiah, hamba itu ialah budak.



2.7.Pribadi sebagai Hamba Tuhan
2.7.1.      Identitas Sang Hamba yang Menderita
Dalam Yesaya 40 dan pasal-pasal berikutnya ada bagian-bagian tertentu yang menerangkan tentang hamba Tuhan. Terkenal sebagai nyanyian tentang Hamba Tuhan, bagian-bagian itu dibagankan sebagai berikut: Yesaya 42:1-4; 49:1-6; 50:4-9; 52:13-53:12. Makna dan tafsirannya sudah banyak diperdebatkan , mereka yang mempercayai bahwa nubuat-nubuat ini tanpa ditawar-tawar menunjuk kepada Yesus Kristus.[30] Gambaran seorang yang tak berdosa, tetapi disiksa (Yes. 53) dan mati untuk orang lain selalu menjadi salah satu focus khusus dari penafsiran, tetapi bersama dengan Nyanyian Hamba Tuhan yang lain, yang tampil adalah satu tokoh yang adalah wujud dari pengharapan nabi pengharapan nabi akan penebusan bangsa di masa datang.[31]
Ada banyak usulan-usulan spekulatif yang bermunculan, baik dari pasca sarjana konservatif maupun para sarjana modern, mengenai tokoh-tokoh yang layak menjadi figur dari “sang hamba yang menderita.” John A. Martin menjelaskan bahwa : “Beberapa pelajar Alkitab mengatakan hamba-Ku di dalam 42:1-4 yang merupakan nyanyian bagian pertama dari empat bagian nyanyian tersebut, mengacu kepada Israel, yang dengan jelas terjadi dalam ayat 19.[32] Pendapat tersebut dipertegas oleh pandangan Marie-ClaireBarth-Frommel, yang tidak menolak paham kepenulisan ganda atau lebih (trito Yesaya), dengan memberikan pernyataan bahwa murid-murid dari Yesaya II, yang menempatkan ke empat syair tersebut dalam kitab Yesaya II, maka hamba itu tak bukan dan tak lain dari pada Israel sendiri, sebagaimana terbukti dari kata “Israel” yang ditambahkan pada 49:3 dan dari pergeseran dalam 49:7.[33]
 J.Sidlow Baxter juga memberikan pendapatnya bahwa pasal 40-50, menjelaskan “hamba” yang dimaksud mengacu kepada Israel, bangsa pilihan Tuhan. Meskipun demikian, dalam pasal tersebut juga terdapat maksud terpendam yang menyatakan bahwa hamba itu adalah Yesus Kristus, seperti yang dituliskan dalam 52:13-53:12 dengan pernyataan yang terang dan lengkap bahwa yang dimaksud hamba itu adalah Sang Juruselamat yang akan datang kelak.[34]
Dalam C. Hassell Bullock juga menyebutkan mengenai adanya lima teori utama dalam pencarian identitas Sang Hamba, sebagai berikut:
1.      Teori Individu yang tak bernama pada masa Yesaya.
2.      Teori nabi itu sendiri, yaitu Yesaya sendiri.
3.      Teori Kolektif, bisa menunjuk kepada seorang nabi sebagai wakil bangsa itu dan bangsa itu dalam peran kenabiannya atau menunjuk kepada sisa orang benar dan Israel yang diwujudkan.
4.      Teori Mitologi, yang menunjuk kepada “kepribadian yang ideal”
5.      Teori mesianik yaitu Yesus.[35]
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut yang di atas, semakin membuat keberadaan Identitas sang “Hamba Yang Menderita” menjadi sangat menarik untuk dibahas serta sekaligus juga membingungkan. Untuk memperoleh jalan keluar atau jawaban atas polemic mengenai “Identitas Hamba”, perlu adanya pemahaman mengenai keberadaan hamba tersebut berdasarkan konteks , khususnya yang terdapat dalam pasal 52:13-53:12, sebagai acuan atau ayat referensi untuk tema teologi “Hamba Yang Menderita”, yang tentunya tidak mengabaikan bagian lainnya,
Istilah “hamba” dalam Perjanjian Lama, memiliki pengertian yang lebih dari satu. Dalam Bil. 12:7 “hamba” dapat menunjuk pada seorang individu seperti raja atau seorang nabi. Dapat berarti untuk bangsa Israel (Yes. 42:19; 44:21). Istilah tersebut juga bisa mengacu kepada Mesias (Yes. 52:13-53:12).[36] Oleh karena itu, untuk menentukan “Identitas Hamba”, hanya konteks, serta dekskripsi mengenai tugas atau tindakan hamba tersebut yang akan menjelaskan secara tepat identitasnya. Sementara Baxter dalam penjelasannya menjawab kebingungan mengenai “Identitas Sang Hamba” yang mengacu kepada “bangsa Israel” atau “Mesias”, dengan pemaparannya: Sebutan “hamba” Tuhan dalam Yesaya kadang-kadang berarti bangsa Israel, ternyata dari 49:3. Tapi Nabi Yesaya pada 4 tempat memakai perkataan “Hamba” Tuhan dalam arti “Seorang Oknum”, sehingga setiap pembaca tidak akan mengartikannya selaku bangsa Israel, yaitu pada 42:1-7; 49:5-6; 50:4-10; 52;13-52:12.. maka Yesaya pun mengoknumkan Israel sejati itu dalam Pribadi dan “Hamba” Tuhan itu pun beroleh arti satu orang dan satu oknum yang sempurna, yaitu penjelmaan Allah yang akan memerintah atas bangsa pilihan itu pada akhir zaman. Itulah sebabnya, maka sebutan ‘hamba’ Tuhan mempunyai dua arti, di situlah letak peralihan yang makin lama makin Nampak jelas dari bangsa Israel kepada Kristus.[37]
John A. Martin, dalam tulisannya mengenai Yesaya 52:13-53:12 yang dikutip dalam Alkitab Perjanjian Baru, yang menunjuk kepada pribadi Kristus Yesus. Dalam tulisannya John A. Martin menjelaskan bahwa Yesaya 52:13-53:12  merupakan bagian yang paling terkenal dalam kitab Yesaya mengigat bahwa beberapa bagian dari ayat ini dikutip dalam Perjanjian Baru, di antaranya adalah Yesaya 52:15 yang dikutip dalam Roma 15:21; Yesaya 53:1 dalam Yohannes 12:38 dan Roma 10:16; Yesaya 53:4 dalam Matius 8:17; Yesaya 53:7-8 dalam Kisah Para Rasul 8:32-33; Yesaya 53:9 dalam 1 Petrus 2:22 dan Yesaya 53:12 dalam Lukas 22:37.[38]
Dari argumentasi-argumentasi yang dipaparkan, baik dari bukti internal yaitu konteks dekat dalam kitab Yesaya sendiri dan konteks jauh yang ditemukan di dalam Kitab-Kitab Perjanjian Baru serta pembuktian yang diberikan oleh pakar-pakar teologi telah menguraikan kebingungan identitas sang hamba yang menderita, sehingga yang dimaksudkan sebagai “Hamba yang menderita adalah Yesus Kristus, sang Penebus Sejati.

2.7.2.      Misi Hamba Yang Menderita
Uraian nubuatan ayat tersebut (52:13-52-12) tersebut 700 tahun kemudian direalisasikan dan dipahami sebagai peristiwa penderitaan dan penolakan Yesus Kristus, Sang Mesias oleh orang Yahudi. Puncak dari penderitaan dan penolakan “Hamba” tersebut adalah penyaliban Kristus, seperti yang digambarkan oleh beberapa bagian dalam Alkitab Perjanjian Baru. Ayat 4-6 pasal 53 menjelaskan penderitaan Sang Hamba dilakukan untuk menjadi penebus bagi banyak orang. Nyanyian terakhir melukiskan penderitaan sekaligus pemuliaan seorang nabi yang tidak menyatakan kehendak Allah melalui kata-kata (bnd 42:2a tidak menyaringkan suaranya) atau melalui tindakan-tindakan tertentu (Yer. 28; Yeh. 24:15; Yes.20), melainkan dengan cara mempertaruhkan hidupnya untuk membawa keselamatan yang daripada Tuhan kepada banyak orang, serta untuk pertama kali di dunia ini ada seseorang yang mengambil tempat orang-orang dihukum dan yang menderita menggantikan mereka.[39]
Bullock menjelaskan mengenai misi “Hamba Yang Menderita”, sebagai mesias yang mengisi posisi yang paling mencolok dalam penebusan. Misi Hamba ini seperti digambarkan dalam pasal 11, adalah penetapan keadilan. Tambahan pula, bangsa-bangsa yang telah mengambil jalan ke “pangkal Isai” (11:10) sekarang menunggu dengan penuh harapan akan hukum Hamba tersebut (42:4) dan menerima terang yang disinarkan oleh Israel yang telah ditebus (49:6). Tuhan telah membentuk Dia dalam Rahim untuk membawa Israel kembali kepadaNya dan memberikan keselamatanNya sampai ke ujung – ujung bumi.. baru di nyanyian ke empat Hamba itu kita tahu bahwa penderitaanNya bukan karena dosa-Nya tetapi karena dosa Israel (53:5-6;9).[40]
Clarence H.Benson juga menambahkan dengan penjelasan bahwa uraian dalam Yesaya 53 merupakan bagian yang terindah di Alkitab yang mengungkapkan secara panjang lebar tulisan dalam Yohannes 3:16 yaitu Injil yang singkat. Meskipun demikian nubuat itu tidak berhenti hanya pada Mesias di kayu salib saja, melainkan juga menyatakan kubur-Nya dan melihat-Nya bangkit, dimuliakan, menjadi pengantara dan membenarkan orang banyak.[41] Berdasarkan kedua ayat tersebut, hanya Yesus Kristuslah dengan penderitaan dan kematian-Nya yang menjadikan Kristus sebagai Pribadi yang layak, yang tepat, Pribadi yang tidak perlu diasingkan lagi, yang sesuai dan menggenapi deskripsi yang dinubuatkan oleh Yesaya. Sementara kata “kita” dalam implikasinya di masa kini bukan hanya menunjuk kepada orang Israel saja, tetapi kepada semua umat manusia di dunia.
Seperti yang dikatakan Donald dalam Teologi Perjanjian Baru 1, Misi-Nya itu universal yaitu untuk menyatakan keadilan-Nya di antara bangsa-bangsa, namun untuk mencapai tujuannya ia harus menghadapi penderitaan, yang sifatnya demi orang lain.[42]

III.             Refleksi Teologi
Menjadi hamba Allah berarti bersedia memberi diri scara total untuk diperbarui senantiasa oleh Allah, dan bersedia menghadapi tantangan. Kesidiaan memberi diri total dan sedia menghadapi tantangan adalah kunci keabsahan pelayanan seorang hamba sebagai mulut Allah. Hamba Allah tidak berhak menyuarakan suara lain, selain suara Allah sendiri. Bila tidak, ia bukan lagi hamba Allah sejati, tetapi hamba palsu. Hamba Allah yang sejati taat kepada Firman dan yang tabah menanggung derita itu memiliki wewenang Ilahi. Dia kini memanggil orang yang merindukan kebebasan dan mendambakan kehidupan yang berbahagia. Profil hamba Tuhan yang digambarkan dalam dalam kitab Yesaya dan juga telah melihat penggenapan nubuat nabi Yesaya yang dipenuhi dalam diri Yesus Kristus, Hamba Tuhan yang sejati itu. Memang sekarang sulit membedakan hamba dalam artian hamba Tuhan dan yang bukan. Maka masing-masing orang hendaknya berefleksi apakah benar saya hamba Tuhan atau bukan?.

IV.             KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan Hamba Yang Menderita menurut Kitab Amsal, maka terlihat bahwa penggunaan Hamba yang Menderita oleh Yesaya bukanlah menunjuk kepada dirinya melainkan kepada Yesus Kristus. Pengidentifikasian Hamba itu kepada Yesus Kritus sangatlah jelas terlihat di dalam tugasNya untuk menebus dosa semua manusia. Dengan pengorbanan dan kematianNya, rencana Allah menjadi sempurna. Ia menjadi penebus sejati bagi semua orang yang berdosa, menjadi juruselamat bagi orang-orang yang percaya kepada karya-Nya di kayu Salib.
Dari pasal 42 kita menemukan banyak uraian tantang hama Tuhan yang diutus untuk pemulihan bangsa Israel. Gambaran bangsa Israel tentang Mesias yang gagah perkasa dan penuh kemenangan digantikan dengan hamba Tuhan yang menderita. Berbeda dengan harapan Sion yang gagah perkasa dan memberikan kemenangan, hamba disini ialah hamba yang merendahkan diri. Ini bukan kristologi dari atas tetapi dari bawah artinya Allah merendahkan diri. Namun jalan masuk terhadap keselamatan melalui kehambaan tidak berarti bahwa hamba tidak berdaya. Hamba Tuhan diberi lidah untuk memberikan semangat baru. Artinya ia tahu bahwa ia harus terus mendengar dan belajar. Spiritualitas ditujukan dengan kesediaan hati untuk terus menjadi murid kehidupan dan belajar dari bahan tertulis, pergaulan dan semesta. Seorang hamba Tuhan mesti membuka diri untuk terus menerus belajar. Untuk itu kita mesti belajar dari hamba Tuhan yang Menderita untuk terus menerus membuka diri untuk belajar dan terus belajar dalam merendahkan hati sebagai Hamba.

V.                DAFTAR PUSTAKA
Benson Clarence H., Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, Malang: Gandum Mas, 1997
Chisholm Robert B., Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2005
Utley Bob, Anda  Dapat  Memahami  Alkitab! Yesaya: Sang Nabi dan Masa Depan Pasal 40-66, Texas, Bible Lesson Internasional, 2010
LaSor, W.S. D.A.Hubbard, dkk.., PENGANTAR PERJANJIAN LAMA 2: Sastra dan Nubuat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015
Harrison Everett F., Tafsiran Alkitab Wycliffe, Malang: Gandum Mas, 2005
Douglas J.D., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 1997
Wiersbe Warren W., Hidup Bersama Firman; Pasal demi Pasal seluruh Alkitab Yesaya-Maleakhi, Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2012   
Widyapranawa S.H., Kitab Yesaya Pasal 1-39, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Fong Yap Wei, Agnes Maria Layantara, dkk.., Handbook to the Bible: Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab, Bandung: Kalam Hidup, 2004   
Green Denis, Pengenalan Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2004
Barth C., Teologi Perjanjian Lama Vol. IV, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
Ackroyd Peter R., Exile and Restoration, A Study of Hebrew Though of the Sixth Century Before Christ, Philadelphia: The Westministeer Press, 1968  
Blommendal J., Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993
…..,Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandung Mas, 2000
Douglas J.D., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, Jakarta: YKBK/OMF, 1997
….. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990   
Browning W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
…., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2015
Browning W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016  
Martin John A., The Bible Knowledge Commentary, Dallas: Victor Books, 1992  
Frommel Marie Claire Barth, Kitab Yesaya Pasal 40-55, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007  
Baxter J. Sidlow, Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi, Jakarta: YKBK/OMF, 2002
Bullock C. Hassell, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2002
Frommel Marie Claire Barth, Kitab Yesaya Pasal 40-55, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Guthrie Donal, TEOLOGI PERJANJIAN BARU 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001



[1] Clarence H.Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, (Malang: Gandum Mas, 1997), 39
[2] Clarence H.Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, 39
[3] Robert B. Chisholm, Teologi Alkitabiah Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2005), 547
[4] Bob Utley, Anda  Dapat  Memahami  Alkitab! Yesaya: Sang Nabi dan Masa Depan Pasal 40-66,(Texas, Bible Lesson Internasional, 2010), 1
[5] W.S.LaSor, D.A.Hubbard, dkk.., PENGANTAR PERJANJIAN LAMA 2: Sastra dan Nubuat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 268-269
[6] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, 156
[7] Everett F.Harrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe, (Malang: Gandum Mas, 2005), 431
[8] Bob Utley, Anda  Dapat  Memahami  Alkitab! Yesaya: Sang Nabi dan Masa Depan Pasal 40-66, 3
[9] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, (Jakarta: YKBK/OMF, 1997), 576
[10] Warren W.Wiersbe, Hidup Bersama Firman; Pasal demi Pasal seluruh Alkitab Yesaya-Maleakhi, (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2012), 11
[11] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, 576
[12] S.H. Widyapranawa, Kitab Yesaya Pasal 1-39, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 11
[13] Ibid.., 1
[14] Yap Wei Fong, Agnes Maria Layantara, dkk.., Handbook to the Bible: Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab, (Bandung: Kalam Hidup, 2004), 422
[15] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2004), 154
[16] C. Barth, Teologi Perjanjian Lama Vol. IV, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 57
[17] Peter R. Ackroyd, Exile and Restoration, A Study of Hebrew Though of the Sixth Century Before Christ, (Philadelphia: The Westministeer Press, 1968), 118
[18] Denis Green, Pengenalan Perjanjian Lama, 153
[19] J.Blommendal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 112
[20] J.Blommendal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama,112-113
[21] Ibid, 115-116
[22] Darmawijaya, Warta Nabi Abad VIII, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 111
[23] …..,Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandung Mas, 2000), 1037-1038
[24] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, (Jakarta: YKBK/OMF, 1997), 244-245
[25] ….. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 226
[26] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 79
[27] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z, 215
[28]…., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2015), 447
[29] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, 360
[30] J.D.Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid 1 A-L, 360
[31] W.R.F.Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 130
[32] John A. Martin, The Bible Knowledge Commentary, (Dallas: Victor Books, 1992), 1995
[33] Marie Claire Barth Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 34
[34] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi, (Jakarta: YKBK/OMF, 2002), 232
[35] C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2002), 208-209
[36] Bob Utley, Anda  Dapat  Memahami  Alkitab! Yesaya, 45
[37] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab: Ayub – Maleakhi, 234-235
[38] John A. Martin, The Bible Knowledge Commentary, 1106
[39] Marie Claire Barth Frommel, Kitab Yesaya Pasal 40-55, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),37-38
[40] C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-Nabi Perjanjian Lama, 213-214
[41] Clarence H.Benson, Pengantar Perjanjian Lama: Puisi dan Nubuat, 45
[42] Donal Guthrie, TEOLOGI PERJANJIAN BARU 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),293
Share:

POSTINGAN POPULER

Total Pageviews

FOLLOWERS