Tafsiran
Kitab I Samuel 4:7-11
Dengan
Metode Naratif
I.
Pendahuluan
Pada pembahasan kali
ini kita akanmenafsirkan Kitab I Samuel 4:7-11, yaitu suatu Kitab Perjanjian
Lama yang menggunakan Metode Naratif. Didalam tafsiran kitab I Samuel ini judul
perikop nya adalah Tabut TUHAN di Rampas. Semoga dari pembahasan kali ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan kita bersama.
II.
Pembahasan
2.1
Pengertian
Naratif
Dalam KKBI kata Narasi
adalah suatu cerita atau kejadian, deskripsi dari tema atau suatu karya.[1]Naratif
adalah sebuah cerita yang berbentuk teks. Metode Naratif ini merupakan ilmu
tafsiran yang digunakan dengan menggali atau menyelidiki unsur-unsur yang
membangun dalam cerita teks di Alkitab sehingga penafsir dapat memahami pesan
dari naskah Alkitab. Penafsiran dengan menggunakan metode narasi adalah
pendekatan yang memperhatikan unsur-unsur suatu cerita dalam teks yang dipahami
sebagai suatu ajaran.[2]
Dalam konteks ini
metode narasi memperkenalkan suatu pendekatan baru terhadap Alkitab yang secara
sastra Alkitab sendiri terdiri dari cerita-cerita, sehingga metode ini mencoba
menyelidiki unsur-unsur yang membangun cerita tersebut, baik aspek wacana dan
strukturnya. Sehingga dalam suatu teks dalam metode ini adalah penting
mengetahui konteks cerita dalam teks.[3]Jadi
kesimpulannya metode naratif adalah suatu metode yang fokus penafsirannya
adalah teks itu sendiri dan bukan konteks historisnya, juga mengambil atau
menangkap pesan dari teks tersebut.
2.2
Kelebihan
dan Kekurangan Metode Naratif[4]
A. Kelebihan
Metode Naratif
·
Metode ini menggunakan bahasa
performati, sehingga pembaca merasa terlibat atas teks yang dibacanya. Sehingga
metode ini bukan hanya bersifat impormative seperti metode historis.
·
Metode ini
menggabungkan dan menghubungkan pokok cerita (Makro) dan cerita-cerita yang
membangunnya (Mikro). Sebab dalam narasi bisa saja makna cerita dalam teks
terdapat pada mikro sebaliknya,apabila itu berdiri sendiri.
B. Kekurangan
Metode naratif
·
Metode penafsiran
narasi dengan pendekatannya mirip dengan pendekatan metode kanonikal yang
kurang bersifat historis. Dimana peristiwa atau pengalaman yang berada dibalik
teks kurang diperhatikan, baik itu unsur-unsur sosiologis historis, konteks
psikologis, politik, ekonomi dan budaya.
·
Alkitab itu sendiri
dalam kesusastraan keagamaan memiliki perbedaan konteks yang besar dalam setiap
teks dengan yang lain secara historis. Sehingga metode narasi dapat terjebak
terhadap unsur subjektivitas dan relativitas.
2.3.
Latar
Belakang Kitab I Samuel
Sejarah Israel yang
digambarkan dalam Kitab I dan II Samuel memperlihatkan bahwa pada waktu itu
Israel mengalami sejumlah perubahan besar dalam kehidupan politik, sosial dan
agamanya. Dalam I Samuel tampak bahwa orang melakukan ziarah ke kemah suci yang
dikelola Eli di Silo; menurut I Raja-raja 11, Israel memiliki Rumah Allah yang
megah dimana pembangunan serta pemeliharaannya amat membebani penghasilan dan
maksud baik mereka. Kitab Samuel semula hanya merupakan satu kitab, namun
kemudian dibagi menjadi dua jilid, mungkin pada awal tarikh Masehi. Kematian
Saul yang tragis menandai pembagian antara Kitab I-II Samuel, tapi batasnya
kurang jelas karena peristiwa itu dicantumkan dalam akhir Kitab I Samuel,
sedangkan tanggapan Daud atas kematian itu terdapat dalam II Samuel.[5]
2.2.1
Penulis
dan Waktu Penulisan Kitab
Tradisi Yunani menyebut Samuel sebagai
pengarang kitab-kitab tersebut mungkin karena dia mempunyai peranan yang
dominan dalam I Samuel 1-25. Mungkin saja beberapa bahan dalam Kitab Samuel
dalam kitab I Samuel berasal dari dia, khususnya sejarah awal Daud (I Taw.
29:29-30).[6]
Persetujuan bahwa Samuel yang menulis kitab ini merupakan yang menulis kitab
ini merupakan tradisi rabi, dan didukung oleh Perjanjian Lama oleh Yesus
Kristus. Yesus menerima pemuatan kitab ini dalam kanon dan keaslian kitab ini
sewaktu Ia menggunakannya untuk membela tindakan para murid-Nya ketika memetik
mayang gandum pada hari Sabat (Mat. 12:3).[7]
2.2.2
Tujuan
Penulisan Kitab
Tujuan kitab Samuel ialah untuk
memusatkan perhatian pada permulaan kerajaan Israel, dengan segala cita-cita
dan kemampuannya. Fakta-fakta sejarah yang dikemukakan bukan hanya untuk
menambah pengetahuan para pembaca sejarah bangsa Israel, tapi juga untuk
mengungkapkan peristiwa-peristiwa tersebut dari segi keagamaan yang sebenarnya.
Dengan jalan ini para pembaca baik pada zaman dahulu maupun pada masa sekarang
tahu mengapa terjadi perubahan bentuk pemerintahan, dan apa yang menyebabkan
kegagalan Saul dalam hal mencapai kebesaran yang sesungguhnya.[8]
2.2.3
Ciri-ciri
Kitab I Samuel
1. Kitab
ini dengan jelas menyajikan standar-standar kudus Allah bagi kerajaan Israel.
Para Raja harus menjadi pemimpin yang tunduk kepada Allah selaku Raja
sesungguhnya atas bangsa itu, menaati hukum-Nya dan membiarkan dirinya
dibimbing dan ditegur oleh penyataan-Nya melalui para Nabi.
2. Kitab
ini mencatat dasar bagi permulaan pentingnya jabatan Nabi di Israel sebagai
sederajat secara rohani dengan jabatan Imam.
3. Pertama
Samuel menekankan pentingnya Doa dan kuasanya.
4. Kitab
ini berisi informasi biografis yang kaya dan wawasan mengenai tiga pemimpin
Israel.
5. Kitab
ini perlu dengan kisah-kisah Alkitab yang terkenal, misalkan Allah berbicara
kepada Samuel, Daud, Goliath, dan lainnya.
6.
Kitab ini merupakan
2.4.
Sitz
Im Leben
2.4.1.
Konteks
Politik
Pada permulaannya, Samuel tidak hanya
berfungsi sebagai Nabi dan Imam, tetapi juga sebagai Hakim. Walaupun semua
kekuasaan politik diberikan kepada Samuel, dia tetap bukan seorang Raja.
Keadaan ini menyebabkan bangsa itu mengajukan permohonan agar Samuel memimpin
perubahan dalam bentuk pemerintah, dari Hakim kepada Raja. Perubahan ini
seharusnya tidak sebesar yang dibayangkan oleh rakyat. Kedua sistem seharusnya
bersifat teokratis. Bahkan pada waktu seorang manusia menjadi Raja, ia
seharusnya bertindak sebagai wakil dari Raja yang ilahi. Kenyataan bahwa umat
itu tidak mengerti hal ini tercermin dalam analisis Tuhan bahwa umat Israel
sudah menolak Dia, bukan menolak Samuel. Jika Tuhan bukan Raja, maka Raja
manusia tidak akan dapat memenuhi harapan mereka. Dari sejarah ini ternyata,
bahwa dikalangan orang Filistin dan orang Israel sendiri hidup, beranggapan
bahwa tabut perjanjian itu mempunyai kekuatan ajaib, sehingga dapat di
pergunakan sebagai jimat atau sebagai penawar bahaya.[9]
2.4.2.
Konteks
Kebudayaan
Tradisi-tradisi Silo memperkenalkan kita
kepada Samuel dan memberikan kita informasi bahkan dari kelahirannya, ada
sesuatu yang unik tentang dia.[10]
Tidak disebutkan dengan jelas hari raya mana yang dihadiri Elkana dan kedua
istrinya. Dalam kurun waktu ini hari raya tampaknya tidak terlalu formal bahkan
sebenarnya nuansa kesederhanaan mengikuti cerita tersebut tempatnya bukan rumah
Allah yang ramai, melainkan tempat ibadat yang sederhana yang dikelola oleh
seorang Imam, Eli dan kedua anak laki-lakinya.[11]
2.4.3.
Konteks
Ekonomi
Kebencian Daud terhadap orang Yebus dan
dorongan semangat yang di gunakannya untuk mencambuk anak buahnya untuk maju
berperang, ditunjukkan dengan menyebut musuhnya si timpang dan si buta.
Tampaknya Daud mengingat kembali cemooh orang Yebus terhadapnya. Ejekan-ejekan
semacam itu adalah siasat yang umum dipakai dalam peperangan kuno. Daud segera
membentengi dan memperindah kotanya. Meskipun tidak semegah dan semewah
pembangunan yang dilakukan oleh Salomo, namun proyek-proyek pembangunan Daud
ini menampilkan kesan mewah yang belum pernah dialami sebelumnya, bahkan pada
zaman keemasan Saul. Besarnya keluarga Daud sendiri tampaknya mencerminkan
betapa luasnya istana Daud. Pola hidup bangsa Israel mulai berubah dan Daud lah
yang memeloporinya.[12]
2.4.4.
Konteks
Agama
Tabut perjanjian merupakan peralatan
keagamaan yang paling penting di Israel. Dibuat di Sinai dibawah penguasaan
Musa, Tabut itu mawakili kehadiran Yahwah di tengah-tengah mereka.
Berhala-berhala ditempatkan dalam Kuil yang diberikan kepada Dewa yang banyak
agama-agama di Timur Kuno, tabut itu hanya dianggap sebagai penunjang tumpuan
kaki dari tahta Yahwe. Salah satu alasan mengapa berhala-berhala dilarang dalam
praktik keagamaan Israel adalah karena berhala-berhala biasanya dipergunakan
dalam upacara-upacara untuk mengharuskan atau memaksa Dewa bertindak sesuai
keinginan pemuja.[13]
2.5.
Struktur
Kitab I Samuel
a.
Menurut
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini[14]
·
Tahun-tahun Pertama
Samuel (I Samuel 1:17-7:14)
I.
Samuel dan Eli
(1:1-3:21)
II.
Perang dengan Filistin
(4:1-7:14)
·
Samuel dan Saul (I
Samuel 7:15-15:35)
I.
Saul menjadi Raja
(7:15-12:25)
II.
Perang dengan Filistin
(13:1-14:52)
III.
Amalek Kalah (15:1-35)
·
Saul dan Daud (I Samuel
16:1-17:58)
I.
Daud tiba di Istana
Raja (16:1-17:58)
II.
Daud dan Yonatan
(18:1-20:42)
III.
Daud sabagai Pelarian (21:1-26:25)
IV.
Daud di Negeri Filistin
(27:1-30:31)
V.
Saul Kalah dan Mati,
beserta Yonatan (31:1-13)
b.
Menurut
Tafsiran Alkitab Masa Kini
·
1:1-7:14 Masa muda
Samuel
1:1-3:21 Samuel dan Eli
4:1-7:14 Perang dengan
bangsa Filistin
·
7:15-15:35 Samuel dan
Saul
7:15-12:25 Saul menjadi
Raja
13:1-14:52 Perang
dengan bangsa Filistin
15:1-35 Kekalahan
bangsa Amalek
·
16:1-31:13 Saul dan
Daud
16:1-17:58 Daud
memasuki Istana Raja
18:1-20:42 Daud dan
Yonatan
21:1-26:25 Masa Daud
dalam pengejaran
27:1-30:31 Daud di
daerah Filistin
31:1-13 Kekalahan dan
Kematian Saul dan Yonatan
Keputusan:
Dari kedua struktur Kitab I Samuel tersebut, penyaji memilih struktur Kitab
yang pertama dari buku Ensiklopedia Masa Kini dengan alasan lebih lengkap,
terperinci dan jelas.
2.6.
Langkah-langkah
Penafsiran Naratif
2.6.1.
Relasi
Intertekstual
1.
Konteks
Mikro
Konteks mikro adalah
hubungan yang terbentuk antara cerita sebelum dan sesudah teks yang akan
ditafsir.[15]
Sebelum masuk kedalam I Samuel 4:7-11, sebelumnya diceritakan orang Filistin
yang ingin merebut tanah orang Israel dan kekuasaan bangsa Israel. Lalu bangsa
Filistin yang ingin meruntuhkan kekuasaan bangsa Israel dengan merebut Tabut
perjanjian yang dianggap bangsa Filistin sebagai relasi antara bangsa Israel
dan Allah Israel yang selama ini membantu bangsa Israel dari peperangan suku
lainnya.
Dan setelah nats I
Samuel 4:7-11, menggambarkan bangsa Israel yang telah mengalami kekacauan dan
kebingungan karena tabut Tuhan yang telah dirampas bangsa Filistin, serta yang
menjadi tempat Israel memuji dan memuliakan Tuhan tidak ada lagi. Hubungan
antara sebelum dan sesudah ayat I Samuel 4:7-11, menjalin relasi teks yang
sesuai dan berurutan, karena menggambarkan situasi latar belakang peperangan,
masa peperangan hingga akhirnya kekalahan Israel dan dampak dari kekalahan
Israel.
2.
Konteks
Makro
Nats ini menceritakan
mengenai kisah perebutan tabut Tuhan yang menjadi sarana hubungan bangsa Israel
dan Allah. Juga menggambarkan bagaimana kudusnya tabut tersebut dan menjadi
pertentangan kedua belah pihak. Sama halnya dengan kisah dalam Yeremia 39:1-10,
dimana menggambarkan kejatuhan kota Yerusalem sebagai kota kudus yang
dikalahkan oleh raja Babel akibat dari ketidaklayakan Allah terhadap bangsa
Yerusalem yang tidak taat akan perintah Allah dan menjadi pembela atas kehendak
Allah. Sehingga menggambarkan kota Yerusalem menjadi kejatuhan akan lambang
kekudusan Allah layaknya tabut Tuhan yang dirampas bangsa Filistin.
2.6.2.
Latar
atau Setting
LatarTempat :
PerkemahanFilistin di Afek
Waktu :Waktu dalam
perikop ini tidak
bias dipastikan. Namun yang jelas pada
saat bangsa Filistin
berperang melawan bangsa Israel.
Suasana (Keadaan) :Ketakutan adalah
suasana di dalam perikop ini, sebab
bangsa Filistin telah
mengetahui bahwa tabut
Tuhan telah sampai
keperkemahan bangsa Israel.
Dan bangsa
Filistin khawatir akan Allah yang maha dahsyat yang telah datang di perkemahan bangsa Israel.
2.6.3.
Struktur
dan Alur Cerita
Dalam
perikop ini menceritakan bagaimana
kekalahan bangsa Israel yang berperang
melawan bangsa Filistin. Didalam
cerita ini bangsa
Israel kalah berperang
melawan bangsa Filistin dan
bangsa Filistin merampas
tabut Tuhan dari
tangan bangsa Israel. Alur cerita ini juga menggunakan
alur maju karena dalam cerita tersebut menceritakan bagaimana bangsa filistin
berperang melawan bangsa israel yang akhirnya menang dan merampas tabut Tuhan
dari tangan bangsa Israel serta menggambarkan kehidupan setelah bangsa Israel
kalah dan tidak disertai Tuhan dalam peperangan tersebut.
2.6.4.
Sudut
Pandang Narator
Penulis
menggunakan sudut pandang orang ketiga jamak. Karena ayat tersebut penulis
hanya menjadi pengurai bagaimana peristiwa tersebut, namun penulis tidak
langsung ikut atau berada didalam peristiwa peperangan bangsa Israel dan
Filistin didalam ayat tersebut.
2.6.5.
Gaya
Bahasa /Narasi
Gaya bahasa/narasi didalam ayat ini
menggunakan gaya bahasa memaparkan atau menjelaskan serta dengan beberapa
dialog. Karena dalam beberapa ayat terdapat penjelasan-penjelasan tambahan
serta juga terdapat beberapa dialog antara orang filistin dalam ayat tersebut.
2.6.6.
Tokoh
1.
Orang
Filistin
Karakter tokoh orang filistin
diayat ini ialah ragu karena mereka takut Allah Israel yang akan datang dan
menyerang mereka. Mereka juga tidak mengenal kata menyerah sehingga meskipun
mereka menganggap bangsa Israel besar karena Allahnya namun mereka tetap
mempunyai semangat juang yang tinggi untuk berperang.
2.
Orang
Israel
Karakter orang Israel berani,
karena mereka yang mencoba mempertahankan tabut Tuhan meskipun pada akhirnya
tabut Tuhan dirampas oleh orang filistin.
2.6.7.
Tafsiran
Implisit
Melalui tafsiran implisit narator
berusaha untuk membawa pembaca untuk menerima pesan apa yang terkandung dalam
cerita. Dalam analisa narasi perlu juga mengeksplisitkan maksud implisit
pengarang melalui dialog dan gambaran cerita. Setiap dialog pasti ditampilkan pengarang
dengan maksud tertentu. Demikian gambaran atau sikap dalam cerita dipakai
pengarang untuk menyampaikan tujuan tertentu. Untuk menyelami maksud dan tujuan
itulah diperlukan tafsir implisit.[16]Di
dalam ayat I Samuel 4:7-11 terdapat makna tersembunyi dalam nats tersebut yang
menunjukkan bahwa hendaknya dalam mempertahankan sesuatu harus dengan tekad
berani dan kekuatan hati. Sehingga seberat apapun tantangan mampu diatasi
dengan keberanian yang digambarkan orang Filistin dalam teks tersebut.
2.7.
Analisa
Teks
2.7.1.
Perbandingan
Bahasa
Ayat
7
LAI :Sebab seperti itu belum pernah terjadi
dahulu.
PSB :Nainari la enggo pernah jadi bagenda
man banta (Dahulu tidak pernah terjadi seperti ini kepada kita)
NIV : Nothing like this has happened
before (Tidak ada yang seperti ini terjadisebelumnya)
TM :כּׅ׳
לא הׇיְתׇהכׇּז אתאֶתְמול שֹׅלְשֹם (karena
disana belum seperti ini sebelumnya)
Keputusan :Yang mendekati TM ialah NIV
Ayat 8
LAI :Siapakah yang menolong kita dari tangan
Allah yang Maha dasyat ini.
PSB :Ise kin ngasupng kelini kita ibas dibata-dibata simegegeh ah (siapakah
yang sanggup merangkul kita di dalam dewa-dewa perkasa)
NIV : Who will deliver us from the hand
of these mighty gods (yang akan membebaskan kita dari tangandewa-dewa perkasa)
TM :מׅייַצׅילׅנוּמׅיַדהָאֱלהׅיםׂ (siapa yang dapat membebaskan kita dari kuasa dewa-dewa)
Keputusan :Yang mendekati TM ialah PSB,
NIV
Ayat 9
Keputusan :Tidakada yang significant
Ayat 10
LAI :Amatlah besar kekalahan itu.
PSB :Nterem kal kalak siibunuh (banyak
orang yang dibunuh)
NIV : The slaughter was very great (Pembantaian
itu sangat besar)
TM : And was the slaughter very great (dan
pembantaian itu sangat besar)
Keputusan :Yang mendekati TM ialah NIV
Ayat 11
Keputusan :Tidakada yang sicnificant.
2.7.2.
Kritik
Aparatus
Ayat7a :Didalam
Teks Masora terdapat Terjemahan YunaniSeptuaginta yaitu yang artinya “” (TeksYunani LXX hasil penelitian
ulang Lukianos yaitu yang artinya “”
bandingkanlah Terjemahan Latin Kuno 115.
Keputusan :Penafsir
menolak Apparatus karena memperkabur makna.
Ayat7b :Didalam
Teks Masora terdapat Terjemahan Yunani Septuaginta menambahkan kata Yunani yang artinya “” bandingkanlahTerjemahan Latin
Kuno 115 dari 8.
Keputusan :Penafsir
menolak Apparatus karena membuat teks menjadi beda makna.
Ayat8a :Didalam
TeksMasora terdapat Terjemahan Yunani Septuaginta mendahulukan kata kerja penghubung.
Keputusan :Penafsir
menolak Apparatus karena menjadi tidak mudah dipahami.
Ayat10a : Didalam
Teks Masora sedikit jumlah naskah Perjanjian Lama Ibrani Abad Pertengahan yaituלאהל ו yang
artinya “rumahnya” bandingkanlah dengan
Terjemahan Yunani Septuaginta danTerjemahan Latin Kuno 115 Perjanjian Lama
SiriaVulgata.
Keputusan :Penafsir
menolak Apparatus karena memperkabur makna teks.
Ayat 10b : Didalam
Teks Masora terdapat kodeks-kodeks tulisan tangan berbahasa Ibrani yaituויפלו yang
artinya “karena disana jatuh” bandingkanlah
dengan kodeks-kodeks Terjemahan Yunani dan Terjemahan Latin Kuno 115 Perjanjian
Lama Siriakodeks-kodeks tulisan tangan atau terbitan menurut perangkat penelitian
teks SperberVulgata.
Keputusan :Penafsir
menolak Apparatus karena membuat teks menjadi tidak jelas maknanya.
2.7.3.
Terjemahan
Akhir
Ayat
7
Orang Filistin
takut,”Allah telah datang ke perkemahan,” kata mereka. Kita berada dalam
kesulitan! Tidak seperti ini yang terjadi sebelumnya.
Ayat
8
Celakalah kita! Siapa
yang akan membebaskan kita dari tangan dewa-dewa yang perkasa ini? Mereka
adalah para dewa yang melanda orang Mesir dengan semua jenis tulah di padang
gurun.
Ayat
9
Tetap kuat, orang
Filistin! Menjadi laki-laki, atau anda akan dikalahkan orang Ibrani, karena
mereka telah kepada anda. Mari menjadi manusia dan melawan!”
Ayat
10
Jadi orang Filistin
berperang, dan Israel dikalahkan dan masing-masing lari ke kemahnya.
Pembantaian yang sangat besar. Israel kehilangan tiga puluh ribu prajurit.
Ayat
11
Tabut Allah telah
ditangkap, dan dua anak Eli, Hofni dan Phinenas, mati.
2.7.4.
Tafsiran
Ayat
7.Bangsa Filistin ketakutan menghadapi Israeln dikarenakan
Allah Israel yang mereka hadapi adalah Allah yang besar dan mempunyai kekuasaan
ataupun kekuatan maha dahsyat. Hal ini juga diduga didengar bangsa Filistin
dari Bangsa Mesir yang merasakan bukti kekuatan Allah Israel meruntuhkan bangsa
Mesir dengan berbagai tulah.Dari sini bangsa Filistin merasa bahwa mereka akan
bernasib sama dengan bangsa Mesir yang terlebih dahulu di runtuhkan oleh Allah
tersebut.
Ayat
8.Bangsa Filistin juga kebingungan dan khawatir akan
Allah yang akan mereka hadapi. Sebab mereka tidak berdaya dikarenakan dewa
Dagon sebagai dewa yang mereka sembah juga tidak dapat menolong mereka dari
Allah yang maha besar dan dahsyat ini. Mereka merasa bahwa Allah yang akan
mereka hadapi adalah Allah yang tidak dapat dilawan olehsiapapun.
Ayat
9. Bangsa Filistin mempunyai prinsip dan
motivasi kuat, dimana meskipun mereka sudah tau bahwa Allah yang akan mereka
hadapi adalah Allah yang sangat besar namun mereka tetap mempunyai tujuan yang
kuat agar mereka tidak menjadi budak seperti dahulu bangsa Israel menjadi budak
orang Mesir. Karena dalam tradisi suku suku pada masa itu menganggap bahwa jika
suatu bangsa mengalami kekalahan pada saat berperang maka bangsa tersebut akan
menjadi budak dikarenakan karena mereka tidak mempunyai hak lagi terhadap
dirinya. Dari sini maka bangsa Filistin tidak ingin menjadi budak dan tetap
mempunyai motivasi agar terus berperang meskipun lawan yang dihadapi memiliki
kekuatan yang lebih besar.
Ayat
10.Di sini bangsa Israel mengalami
kekalahan yang sangat besar, karena dilihat dari persiapan bangsa Israel yang
memang sungguh sungguh dalam menghadapi bangsa Filistin. Dan juga dari korban
Israel yang gugur saat berperang merupakan jumlah yang amat besar. Namun bangsa
Filistin tetap menang dalam perang melawan bangsa Israel yang mempunyai
persiapan yang sangat baik tersebut, karena mereka mempunyai semangat juang dan
motivasi dalam berperang meskipun bangsa Filistin tau bahwa Allah Israel adalah
Allah yang sangat besar. Sedangkan kekalahan bangsa Israel adalah kekalahan
yang amat besar padahal mereka sudah mempunyai persiapan yang begitu besar
namun mereka tetap kalah dari bangsa Filistin yang hanya mempunyai semangat
motivasi dalam berperang.
Ayat
11. Dari perang bangsa Israel dan Filistin
ini ada dampak yang sangat besar terhadap bangsa Israel, dimana mereka
menganggap tidak ada lagi kemulian Allah terhadap mereka. Dan hal ini dikuatkan
dengan kematian tokoh tokoh besar di Israel seperti Eli dan kedua anaknya yang membuat
bangsa Israel menjadi semakin yakin akan Allah yang telah hilang dari mereka.
Hal ini menimbulkan keraguan dalam diri Israel sehingga timbul
kejadian-kejadian yang mendukakan Israel akibat tidak mampu menjaga tabut itu.
IV.
Refleksi
Teologis
Di dalam teks ini Allah
digambarkan sebagai Allah yang adil, terlihat di dalam kejadian tabut Tuhan
dirampas. Bangsa Israel yang diamanatkan untuk menjaga tabut tersebut tidak
mampu mempertahankannya, karena berhasil direbut bangsa Filistin. Namun dari
kejadian ini ada makna keadilan Allah di teks ini. Dalam keadilan Allah
terlihat ada kesombongan bangsa Israel yang tidak terlebih dahulu bertanya
kepada Allah mengenai perperangan itu, namun malah menganggap bahwa hadirnya
tabut Tuhan itu sudah menandakan kehendak Allah. Inilah yang menjadi
ketidaksenangan Allah mengenai hal ini karena bangsanya tidak lagi mendengarkan
kehendak-Nya. Sehingga tabut itu pun direbut akibat ketidaksenangan Allah
mengenai peperangan itu. Ini menunjukkan keadilan Allah akan manusia sebagai
bukti bahwa manusia tetap berserah akan kehendak-Nya.
Begitu juga kekristenan
masa kini yang harus belajar dari kisah bangsa Israel ini. Meskipun menjadi
umat yang dipilih oleh Allah, namun bangsa Israel seharusnya patuh dan taat
akan perintah Allah bukan malah membanggakan status mereka sebagai umat pilihan
Allah sehingga sesuka hati untuk melakukan tindakan yang mereka kehendaki. Begitu juga
seharusnya umat Kristen yang memiliki status sebagai pengikut Allah, bukan malah
bertindak sesuka hati namun harus tetap bertindak berlandaskan kehendak Allah.
Artinya disini orang Kristen dan gereja harus lebih dekat lagi kepada kehendak
Allah agar mampu berjalan seturut dengan kehendak Allah.
Dalam
Daniel 9:14”Sebab itu Tuhan bersiap dengan
malapetaka itu dan mendatangkannya kepada kami karena Tuhan Allah kami adalah adil
dalam segala perbuatan yang dilakukannya, tetapi kami tidak mendengarkan suaranya.”Dalam
ayat ini menggambarkan bagaimana Allah itu sosok yang adil dalam segala perbuatan
yang dilakukannya pada umatnya sehingga keadilan Allah ini yang menjadi wujud kasihnya
dalam tindakannya pada manusia
V.
Kesimpulan
Dalam pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dar iTafsiran I Samuel
4:7-11 dengan menggunakan mertode Naratif ini ialah memberikan suatu makna dalam
teks itu, dimana Allah itu adalah Allah yang adil di dalam segala hal kepada umat-Nya.
VI.
Daftar
Pustaka
...
Tafsiran Alkitab Masa Kini I
Kejadian-Ester, Jakarta: YKBK/OMF, 1983
...,
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jakarta:YKBK,
2011
......,
KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1999
Bakker,
F. L., Sejarah Kerajaan Allah I,
Jakarta: BPK-GM, 2015
Hill,
Andrew E & Jhon H. Walton, Survei
Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2013
Holdcrosft,
L. Thomas, Kitab-kitab Sejarah
Malang: Gandum Mas, 1992
Lasor,
W. S, Pengantar Perjanjian Lama I,
Jakarta: BPK-GM, 2012
Lassor,
W.S., D.A Hubbed & F.W Bush, Pengantar
Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK-GM, 2015
Saragih,
Agus Jetron, Eksegese Naratif, Medan:
P3M STT AS, 2006
Singgih,
E. G., Apa dan Mengapa Exsegese Narasi ?,
Yogyakarta: Duta Wacana, 1993
[1] ......, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),
683
[2] Agus Jetron Saragih, Eksegese Naratif, (Medan: P3M STT AS,
2006), 6-8
[3] E. G. Singgih, Apa dan Mengapa Exsegese Narasi ?
(Yogyakarta: Duta Wacana, 1993), 14
[4] Agus Jetron Saragih, Eksegese Naratif, (Medan: P3M STT AS,
2006), 24
[5] W.S. Lassor, D.A Hubbed,
F.W Bush, Pengantar Perjanjian Lama I, (Jakarta:
BPK-GM, 2015), 325-326
[6] W.S. Lassor, D.A Hubbed,
F.W Bush, Pengantar Perjanjian Lama I, (Jakarta:
BPK-GM, 2015), 325
[7] L. Thomas Holdcrosft, Kitab-kitab Sejarah (Malang: Gandum Mas,
1992), 62
[8] ... Tafsiran Alkitab Masa Kini I Kejadian-Ester, (Jakarta: YKBK/OMF,
1983), 439
[9] Andrew E Hill, Jhon H
Walton, Survei Perjanjian Lama,
(Malang: Gandum Mas, 2013), 266-267
[10]F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah I, (Jakarta:
BPK-GM, 2015), 480
[11] W. S Lasor, Pengantar Perjanjian Lama I, (Jakarta:
BPK-GM, 2012),329
[12] W. S Lasor, Pengantar Perjanjian Lama I, (Jakarta:
BPK-GM, 2012), 351
[13] Andrew E Hill, Jhon H
Walton, Survei Perjanjian Lama,
(Malang: Gandum Mas, 2013), 275
[14] ..., Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, (Jakarta:YKBK,
2011), 353-354
[15] Agus Jetron Saragih, Eksegese Naratif, (Medan: P3M STT AS,
2006), 35
[16] Agus Jetron Saragih, Eksegese Naratif, (Medan: P3M STT AS,
2006), 45-46