EKOTEOLOGI : Merawat Bumi
I.
Pendahuluan
Masalah-masalah kerusakan lingkungan hidup dan
akibat-akibat yang ditimbulkan bukanlah suatu hal yang asing lagi di telinga
kita. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri
bahwa lingkungan hidup menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi
kelangsungan mahkluk hidup, termasuk di dalamnya manusia, hewan ,tumbuhan dan
organisme lainnya yang memerlukan ruang untuk hidupnya. Dunia dan seluruh
isinya adalah ciptaan Tuhan. Ciptaannya itu diciptakan amat baik. Tetapi
akhirnya manusia jatuh ke dalam dosa. Akibat dari dosa yang dilakukan oleh
manusia tidak hanya merusak citra dirinya, tetapi juga ciptaan lainnya.Sebelumnya manusia telah diberikan mandat oleh
Allah untuk merawat dan mengusahakan bumi. Manusia mendapatkan mandat dari
Allah untuk mengelola dunia yang diciptakan Nya. Mandat itu memberikan
kesempatan kepada manusia untuk melakukan perubahan dan menciptakan
inovasi-inovasi di dalam kehidupannya yang dapat mengembangkan dunia ini dan
membutuhi apa yang ia butuhkan dalam kehidupan nya.
Manusia semakin lama menciptakan segala inovasi dan menerjemahkan
idenya ke dalam berbagai produk dan karya. Inovasi yang manusia ciptakan itu
diharapkan dapat membantu manusia dalam kehidupannya. Tetapi manusia tidak
menyadari banyak hasil dari apa yang mereka ciptakan ternyata merusak alam,
merusak ciptaan Tuhan. Kita dapat melihat kendaraan lalu lalang di sekitar kita
yang memecah keheningan dan memproduksi secara besar-besaran polusi udara.
Pabrik berdiri di mana-mana memproduksi polusi udara secara besar-besaran.
Tuntutan produksi manusia yang mengharuskan manusia untuk melakukan pembakaran
lahan dan penebangan pohon-pohon sehingga hutan semakin sempit. Di samping itu
satu hal yang tidak pernah bisa terselesaikan dalam kehidupan manusia adalah
banyaknya sampah. Akibat ulah manusia yang tidak mampu menata alam dengan baik,
menganggap kalau alam itu sebagai tempat sampah, sehingga membuang sampah
seenaknya saja. Tetapi akibatnya manusia juga yang merasakan, akibat dari
sampah-sampah itu lingkungan menjadi kotor dan sering sekali terjadi
kebanjiran.
Gereja hidup dan berkembang di dunia ini. Dengan kata lain gereja
juga turut menjadi bagian dari pengerusakan lingkungan. Bisa jadi jemaat-jemaat
gereja juga turut membuang sampah sembarangan, menebangi hutan dan lain
sebagainya. Pola kehidupan gereja juga turut merusak alam, saat itu orientasi
perkembangan gereja di beberapa gereja dilihat dari segi fisik, yaitu bangunan
gedung gereja. Beberapa gereja berlomba-lomba membangun fisik gereja secara
besar-besaran. Tindakan ini juga turut merusak alam, mengapa? Untuk membangun
sebuah gereja diperlukan lahan yang luas, bahan bangunan dari papan yang sudah
jelas kita tahu terbuat dari pohon, berarti semakin lama pohon akan semakin
banyak ditebangi. Dalam pembangunan sebuah gereja pun membutuhkan batu dan
pasir sebagai fondasi dan tembok. Pasir dan batu diambil dari alam sehingga
lagi-lagi alam dikikis.
Gereja juga hidup di tengah-tengah realitas zaman di tengah kecanggihan
teknologi. Gereja tidak jarang harus menyesuaikan diri dengan kecanggihan
zaman. Penggunaan Air Conditioner (AC), Kendaraan Mewah di gereja
juga turut dilakukan oleh gereja. Sehingga tidak salah jika dikatakan kalau
gereja itu juga turut mengakibatkan kerusakan alam.
Apakah memang gereja demikian? Apakah gereja hadir di dunia ini
merusak karya Allah? Apa penyebabnya gereja kurang memperhatikan pemeliharaan
akan alam? Apa kata Alkitab sebagai pegangan orang percaya tentang lingkungan?
Di sisi lain, gereja
sebagai umat Tuhan yang terpanggil untuk mengabarkan kabar keselamatan (Injil)
dan terpanggil untuk menjadi garam dan terang bagi dunia ini. Karena itu mau
tidak mau, gereja harus menunjukkan sikap dan eksistensinya dalam dunia ini
sebagai garam dan terang. Di tengah-tengah berkembangnya kegiatan manusia yang
semakin merusak alam ciptaan, gereja tidak boleh ikut-ikutan. Sebab dunia ini
adalah ciptaan Allah. Bagaimana sebenarnya pandangan Alkitab secara khusus dari
perspektif PB melihat hal ini?
Dalam memperdalam judul kali ini yaitu EKOTEOLOGI , maka kami
kelompok melihat secara khusus kepada teks Perjanjian Baru Kolose 1:15-23 yang
akan disoroti dalam judul kali ini serta akan di kembangkan melalui perspektif Teologi Perjanjian Baru I. Kiranya pembahasan
ini menjadi edukasi bagi kita semua yang membacanya dan menjadi refleksi bagi
gereja masa kini dan masa depan. Demi keadilan perdamaian dan keutuhan ciptaan.
II.
Pembahasan
Terhadap
2.1.Resensi
Terhadap Buku “Bab 4 ; EKOTEOLOGI”
Kita
tidak dapat melanjutkan kehidupan di muka bumi bila terus berlomba mengejar
gaya hidup yang sudah nyaman dengan semua fasilitas modern dan canggih.
Kecenderungan itu yang sering terjadi sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah
orang Kristen tidak menyadari bahwa bumi ini secara perlahan sedang karam?
Kulit bumi semakin tipis karena dikikis sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhan
mahkluk ciptaan Allah yang bernama Homo
Sapiens yang tidak terbatas. Di sisi lain, sebagai orang Kristen, kalau
kita kembali ke diri sendiri atau ke gereja, kita akan tercengang menyaksikan
bahwa sejujurnya, focus dan pengajaran kita tidak banyak berpusat pada diri
sendiri dan kenyamanan persekutuan dengan Allah yang bersifat Vertikal. Sebagai
pribadi, sebagian kita banyak sibuk mengurus hubungan persekutuan dengan Allah
dengan alas an menikmati bait-Nya, menghadirkan hadirat-Nya, memuji dan
memuliakan Dia, dan seringkali lupa tugas lain untuk menyaksikan Dia dan
menuaikan amanat agung-Nya. Sebagai Gereja, tanpa harus ditutup-tutupi, waktu
kita cukup banyak dialokasikan untuk mengurusi urusan rutin seperti konsumsi,
fasilitas dan rapat-rapat, padahal gereja juga punya tanggung jawab untuk
memberi contoh dan mengajak jemaat melakukan mandate budaya dan
memper-Tuhan-kan Kristus dalam seluruh aspek hidup.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia saat ini,
termasuk dunia kekristenan adalah orang tidak lagi rajin mengembangkan cara
pandang yang benar. Akhir-akhir ini sering kita saksikan, seseorang tanpa persiapan
yang matang dan secara mendadak menjadi pejabat Negara atau menduduki posisi
penting dalam suatu organisasi di kota besar, namun sikap dan etos kerjanya
tidak berubah. Hal-hal itu antara lain ditunjukkan masih sulit dalam tepat
waktu, merokok di ruang tertutup yang memakai pendingin ruangan. Hal itu menunjukkan bahwa orang masih
menggunakan kacamata lama untuk melihat dunia dan tantangan baru. Secara
sederhana worldview dapat
didefinisikan sebagaimana seseorang melihat atau memahami realitas. Worldview selalu berakhir pada tindakan,
karena apa yang dipikirkan dan di nilai menuntun pada apa yang diputuskan dan
dilakukan.
Memiliki
worldview sama seperti seseorang
menggunakan semacam kacamata berwarna, sehingga warna kacamata yang digunakan
akan menentukan warna terhadap apapun yang dilihatnya. Dalam konteks kita,
warna kaca mata tersebut dapat berupa adat dan budaya asli kita, dapat pula
berupaya budaya kota, keyakinan agama, bahkan paham-paham yang berkembang
seperti materialisme, humanisme, dan hedonisme. Sangat disayangkan bahwa banyak orang yang tidak
menyadari kalau sedang menggunakan kacamata dengan warna yang tidak tepat,
sehingga menjadi sumber masalah dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa,
bahkan dunia.
Ini
adalah sebuah hal serius dan hal yang serupa dapat kita kembangkan untuk
seluruh aspek hidup kekristenan kita. Apabila Cara Pandang Kristen
didefinisikan sebagai cara kita memandang dunia dari sudut pandang Allah, dari
sudut pandang kekekalan, dan dari maksud semula penciptaan, maka serta merta
kita akan tahu bahwa hal itu hanya mungkin bila memiliki pikiran seperti
“Kristus” berfikir seperti Kristus (1 Kor. 2:16) dan bahwa kita harus dewasa
dalam pikiran (1 Kor. 14:20). Tidak kebetulan bila Rasul Paulus menantang
jemaat di Roma untuk membarui pikiran (Rm. 12:2) agar dapat berfikir seperti
Kristus atau memikirkan hal-hal yang dari Roh (Rm. 8:5), sehingga dapat terhindar
dari kecenderungan berfikir dan hidup seperti manusia lama yang dipenuhi oleh
hawa nafsu kedangingan.
Mengembangkan
Cara Pandang Kristen tidak terlepas dari pikiran Kristen. Memiliki dan
mengembangkan pikiran Kristen tidak berarti bahwa semua orang Kristen harus
mengikuti studi Teologi, atau harus memiliki gelar akademis tertentu. Ketika
Allah mencipta manusia, kita semua dicipta segambar dengan Dia, tidak ada
pengecualian, kita dicipta dengan pikiran untuk berfikir, akal budi, dan
potensi-potensi Ilahi sehingga bisa mencerminkan Allah. Dari dunia kita belajar
mengenai kesempurnaan karya , pemeliharaan dan topangan Allah bagi dunia
ciptaan-Nya. Kita juga belajar masalah yang di hadapi di bumi yang menceritakan
kemuliaan Allah. Kita juga bisa belajar masalah yang dihadapi bumi dan manusia
yang hidup di dalamnya melalui interaksi sehari-hari. Sementara itu dari Alkitab
kita belajar penciptaan, kejatuhan penyelamatan dan rencana kedatangan Kristus
yang kedua. Ketika membaca Alkitab, kita belajar fakta dan kehendak Tuhan untuk
diterapkan dalam dunia, sehingga shalom
dan damai sejahtera kita hadirkan. Sebaliknya ketika membaca masalah dan
pergumulan dunia sekitar kita, bahkan pergumulan bangsa dan dunia, kita kembali
ke Alkitab mencari kehendak Tuhan mengenai apa yang seharusnya kita lakukan.
Pengetahuan
mengenai hubungan antara organisme dengan lingkungannya, studi atau telaahan
mengenai hubungan antara organisme satu dengan yang lain dengan lingkungan
mereka, dengan kata lain Ekologi merupakan studi mengenai mahkluk hidup dalam
hubungannya dengan lingkungan. Dari hal tersebut tampak jelas bahwa ekologi
menekankan pada hubungan antara mahkluk hidup dan antara mahkluk hidup dengan
lingkungan atau habitatnya. Konsep ini sangat
penting untuk dipahami oleh setiap orang demi kelangsungan mahkluk hidup
di bumi.
Gereja
sebagai sebuah organisasi adalah sebuah system ekologi. Gereja berada dalam
satu lingkungan fisik dan social, dan adanya interaksi antara mahkluk hidup
dengan lingkungannya. Gedung gereja berdiri di atas sepotong lahan yang terkait
dengan iklim mikro, tata air, siklus udara, siklus hara, satwa liar, tumbuhan
dan manusia yang bertumbuh di sekitarnya. Gereja juga dipahami sebagai kumpulan
murid-murid Kristus, jadi bukan gedungnya. Sehingga ke manapun anggota Gereja
pergi, mereka hadir dalam sebuah system ekologi lain atau membangun suatu
system ekologi baru. Dengan pemahaman ini, maka konsep ekologi diperluas hingga
batas di mana anggota gereja tersebut berinteraksi dengan orang lain, mahkluk
hidup dan lingkungannya. Bila dikaitkan dengan hokum dasar ekologi dimana semua
kehidupan saling terkait dan saling memengaruhi, maka tidak ada orang Kristen
atau gereja yang dapat menjalani kehidupannya terpisah dari orang lain, lembaga
atau lingkungan sekitarnya. Ada salingketergantungan dan saling mempengaruhi
satu sama lain, langsung atau tidak; disadari atau tidak. Apa yang diperbuat
atau tidak diperbuat seseorang atau satu gereja secara langsung atau tidak
mempengaruhi kehidupan dan keberadaan orang atau lembaga lain.
Dari
berbagai siklus kehidupan ada 3 siklus yang paling jelas menggambarkan
pentingnya kesalingtergantungan tersebut, bahkan menjadi alas an utama adanya
kehidupan di bumi, termasuk manusia. Ketiga siklus tersebut : a). rantai
makanan , perpindahan energy makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri
organisme atau melalui jenjang makanan (tumbuhan-herbivora-carnivora-omnivora).
b). siklus air hidrologi. c)Siklus karbon. Apabila intervensi manusia
menyebabkan putus atau terganggunya salah satu siklus, maka kehidupan manusia
dan makhluk hidup lain akan terganggu.
Mengingat
pentingnya konsep kesalingtergantungan dalam ciptaan menyebabkan Dewan
Gereja-Gereja Sedunia mengembangkan konsep keutuhan ciptaan. Keutuhan ciptaan
mencakup keseluruhan dan segala ciptaan tanpa terkecuali. Hal ini berarti
bagian terkecilpun dari ciptaan menderita, maka seluruh ciptaan mengalaminya. Mengembangkan
ekologi tidak berarti menghadirkan cabang ilmu baru yang bersumber dari ekologi
atau teologi. Dalam konteks dunia yang lebih membutuhkan jawaban atas masalah
disbanding teori-teori dan metode-metode baru, mengembangkan ekoteologi akan lebih
bermakna.
2.2.
Pengertian Ekoteologi
Sebagai
sebuah Istilah, ekologi (dalam bahasa Inggris ecology) diambil dari kata oikos
dan logos. Oikos berarti tempat tinggal sedangkan logos artinya ilmu. Sebagai sebuah Ilmu displin, ekologi yang
merupakan cabang dari biologi ini adalah sebuah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara organisme-organisme dan hubungan antara organisme-organisme
itu dengan lingkungannya. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli
biologi Jerman, Ernst Haeckel pada tahun 1866.
Dalam pengertian yang lebih luas, oikos tidak dipahami hanya sekedar tempat tinggal manusia. Oiskos juga dipahami sebagai keseluruhan
alam semesta dan seluruh interaksi saling pengaruh yang terjalin di dalamnya di
antara mahkluk hidup dengan mahkluk hidup lainnya dan dengan keseluruhan
ekosistem atau habitat. Dengan demikian, oikos
bermakna rumah bagi semua mahkluk hidup yang sekaligus menggambarkan
interaksi keadaan seluruhnya yang berlangsung di dalamnya.
Lorens Bagus dalam Kamus Filsafat mendefinsikan teologi
sebagai berikut: pertama, ilmu tentang hubungan dunia ilahi (dunia
ideal, dunia kekal tak berubah) dengan dunia fisik; kedua, ilmu tentang
hakikat Sang Ada dan kehendak Allah; ketiga, doktrin-doktrin atau
keyakinan-keyakinan tentang Allah dari kelompok-kelompok keagamaan tertentu
atau para pemikiran perorangan; keempat,
kumpulan ajaran yang disusun secara koheren menyangkut hakikat Allah dan
hubungannya dengan umat manusia dan alam semesta; dan kelima, usaha
sistematis untuk menyajikan, menafsirkan, dan membenarkan secara konsisten dan
berarti, keyakinan akan Allah.
2.3.
Realitas Alam yang Terjadi dalam Dunia
Jika kita mengikuti dan mengamati perkembangan alam
belakangan ini, bisa kita lihat banyak hal-hal yang membuat hati kita miris.
Betapa tidak, kerusakan alam yang terjadi membuat manusia mengalami kesusahan
juga. Di sana sini kita bisa melihat kebanjiran. Jika hujan turun maka biasanya
di beberapa tempat akan mengalami kebanjiran. Kadang kala tidak datang hujan
pun bisa terjadi kebanjiran. Hal ini terjadi karena sungai meluap. Di tambah
lagi dengan sampah-sampah yang menghambat aliran air.
Sungai meluap karena air laut pasang semakin tinggi tiap tahunnya. Hal ini
terjadi karena permukaan laut di seluruh dunia kian naik. Mencairnya bongkahan
es di kutub yang seharusnya membeku sejak ratusan ribu tahun lalu, sehingga
permukaan air laut semakin tinggi. Mengapa hal ini terjadi? Karena suhu udara
kian panas, yang disebabkan oleh ulah manusia sendiri. Manusia menebangi pohon,
mencemari udara dengan knalpot kendaraan, cerobong asap pabrik pembakaran
sampah dan banyak pencemaran lainnya. Begitulah mata rantai kerusakan bumi ini
yang terjadi.
Seorang ekolog menggambarkan krisis kerusakan ekologi, ia
adalah Thomas Berry. Ia mengatakan bahwa bumi ini sedang mengalami kerusakan
hebat bahkan menyebutnya sebagai kehancuran bumi. Ia mengkaji bahwa setiap
tahun ada sekitar sepuluh ribu spesies
musnah di bumi. Ia memperkirakan bahwa tidak lama lagi dunia akan musnah.
Kita tidak bisa bersikap diam saja, mengapa? Karena pada
akhirnya nanti kita juga yang akan kena imbasnya. Kalau bumi ini rusak, maka
kenyamanan manusia hidup di bumi ini akan terancam. Banjir akan terus-menerus
terjadi, panas bukan kepalang akan kita rasakan tiap hari, mencari kebutuhan
hidup juga akan susah dan berbagai dampak lainnya. Jika alam rusak, bukan hanya
pihak yang merusak alam yang merasakan akibatnya. Mereka yang berada di sekitar
lingkungan alam yang rusak pun pasti akan merasakan imbasnya.
2.4.
Kesalahpahaman Gereja
Dalam perkembangan Eco Teologi Stephen B. Scharper menyatakan bahwa Joseph Stiller sejak tahun
1961 sudah mengingatkan kebutuhan akan teologi lingkungan. Ia menyatakan bahwa
salah satu pihak yang ikut menyebabkan kerusakan dunia adalah manusia, dimulai
dari krisis ekologis dan spiritual. Lebih lanjut Stephen B. Scharper juga
menyebutkan seorang tokoh yang menuding kekristenan sebagai salah satu perusak
lingkungan. Ia menyebutkan Lynn White pada tahun 1967, seorang sejarawan
menyatakan bahwa kekristenan adalah “the
most anthropocentric religion” yang memicu manusia mendominasi alam
semesta.
Di sisi lain Arnold Toynbee menuduh bahwa konsep
monteisme kristen, secara khusus dalam Kej. 1:28 menyebabkan manusia
mendominasi dan mengeksploitasi alam. Wendell Berry menyatakan ajaran dikotomi
Kristen sebagai penyebab eksploitasi atas alam: adanya pemahaman pemisahan
antara tubuh dan jiwa, spiritual dan material, suci dan sekuler. Paham
eskatologi Kristen, khususnya dalam 2 Ptr. 3:10, mengandung masalah terhadap
paradigma ekologi. Teks-teks inilah yang mendorong orang Kristen untuk
mengeksploitasi alam.
Tetapi hari Tuhan akan tiba
seperti pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat
dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap. (2 Ptr. 3:10). Hal ini yang mungkin membuat paradigma orang Kristen
mendukung eksploitasi atas alam semesta, sebab pada suatu saat unsur-unsur
dunia akan hilang lenyap. Robert P. Borrong juga menyebutkan bahwa
berkembangnya rasionalisme yang memisahkan ilmu pengetahuan dari agama. Hal ini
mengakibatkan manusia memiliki pendapat bahwa rasiolah satu-satunya ukuran
manusia berperilaku, baik terhadap sesama maupun terhadap alam. Sejak itu alam
dijadikan sebagai objek bagi kepentingan manusia.
2.5.
Bagaimana Sikap Gereja?
Gereja ada di dalam dunia, tetapi tidak berasal dari
dunia. Secara faktual gereja ada di dalam dunia, bersama-sama dengan dunia,
makan dan minum yang sama dengan makanan dan minuman yang dimakan dan diminum
di dunia. Bahkan nasib gereja ikut ditentukan juga oleh dunia di mana ia
berada. Namun, pada saat yang sama gereja dikatakan tidak berasal dari dunia.
Ini berarti bahwa hakikat gereja tidak dapat dicari di dalam dunia. Ia bukan
organisasi yang sama dengan organisasi dunia. Gereja berasal dari Allah. Hak
hidupnya ada pada Kristus, Tuhan dan Kepala gereja. Dengan demikian gereja
tidak dapat memakai ukuran-ukuran dunia untuk mengukur dan menilai dirinya
sendiri. Gereja sungguh-sungguh
berpijak di atas bumi. Pergumulan dunia, adalah pergumulannya juga. Sejarah
dunia sejaranhya juga.
Dengan demikian gereja tidak boleh tinggal diam, gereja harus berusaha untuk
merawat ciptaan Allah dan segala isinya secara utuh. Secara intensif gereja
dapat melakukan pembinaan biblis terhadap gereja akan pentingnya merawat alam
di samping melakukan aksi-aksi revolusioner dalam merawat alam.
Pendekatan dapat dilakukan secara ilmu. Dengan mendalami
pengertian Kristen tentang alam semesta dan penciptaan, khsusnya tanggung jawab
orang Kristen terhadap lingkungan hidup, pendekatan ini juga sering disebut
sebagai pendekatan Teologi Lingkungan Hidup. Dengan mengadakan pendekatan
biblis, yang menyoroti berbagai teks Alkitab dan menafsirkannya secara baru. Di
mana teks dikonstruksi ulang dengan kacamata baru yang ekologis.
Dalam
Pembahasan ini akan di soroti
pendekatan biblis dan teologis PB secara khusus dalam Kol. 1:15-23. Kiranya
pendekatan ini akan menciptkan pemahaman baru yang ekologis di dalam gereja.
2.6.
Pendekatan Biblis Terhadap Ekologi Kolose 1:15-23
2.6.1.
Latar
Belakang Kitab
Kolose
adalah sebuah kota di Asia Kecil tidak jauh dari Laodikia, yang berkembang
menjadi semakin makmur dan penting. Pada abad pertama di sana terdapat sejumlah
besar penduduk Yahudi, namun bagian yang lebih besar adalah orang-orang Yunani
dan bahasa Yunani sangat menonjol.
Mengenai penulisan dari surat
ini, secara tradisi dia dipercaya dituliskan oleh Rasul Paulus sendiri. Namun
ada juga yang menganggapnya sebagai kitab pseudo Paulus yang lebih dominan
dianut oleh golongan ahli. Pandangan pertama adalah pandangan yang mengatakan
bahwa surat ini adalah surat yang dituliskan oleh Paulus sendiri. Penjelasan
mengenai pandangan ini dapat dilihat dibawah ini.
Di Kolose sendiri telah berkembang pekabaran dan telah
banyak orang yang percaya. Namun ada masalah yang dihadapi oleh jemaat di sanam
berkaitan dengan eksistensi kekristenan dan kemurnian Injil. Pada masa ini
Paulus tinggal di Roma bersama dengan jemaat yang didirikannya. Pada suatu hari
datanglah Epafras dari Kolose, kabar yang dibawanya adalah kabar baik, tetapi
ada juga kabar yang menyedihkan. Paulus sendiri tidak pernah megunjungi Kolose
(sebelah timur Efesus, di daerah pedalaman Asia Kecil), jadi tidak mengenal
jemaat itu secara benar-benar (lih. Kol. 2:1). Epafras, salah satu rekan
sekerja Paulus, kemungkinan adalah orang yang mendirikan jemaat Kolose (1:7-8).
Di sana timbul berbagai paham sesat, ia merasa perlu meminat nasihat dari
Paulus, karena itu ia pergi ke Roma dan selama ia pergi, jemaat diserahkan
kepada Arkhipus (Kol. 4:17). Epafras membawa pesan kepada Paulus tentang
guru-guru palsu yang sudah menyusupi jemaat Kolose. Guru-guru palsu itu
menambahi Injil sederhana yang telah dikhotbahkan Paulus dan yang lain dengan
mengatakan bahwa penting untuk menjalankan aturan dan hukum Yahudi tertentu
(2:16) serta mengerjakan peran menonjol dari malaikat-malaikat dalam
penyembahan mereka (2:18). Paulus memperbaiki kesalahpahaman ini dengan
menunjukkan bahwa Kritus merupakan Juruselamat yang telah mencakup semuanya.
Dia sajalah dasar dari harapan kita untuk keselamatan dan kehidupan yang kekal.
Mendengar kabar-kabar yang disampaikan oleh Epafras itu, Paulus merasa perlu
mengirimkan surat kepada jemaat di Kolose.
Paulus mengirimkan surat itu sekitar tahun 62 atau 63, ketika ia sedang berada
di penjara Roma.
Pandangan kedua adalah
pandangan yang menyatakan bahwa yang menulis Kitab Kolose ini adalah bukan
Paulus. Hal ini didasarkan atas beberapa pandangan.
Pembukaannya (1:1-2) dibuat
singkat saja, dan menyebutkna di sana bahwa Pauluslah pengirim surat ini
bersama-sama dengan Timotius dan yang menerima surat ini adalah saudara-saudara
yang kudus dan percaya dalam Kristus di Kolose. Hal ini menandakan tidak ada
perkataan yang menyebutkan secara jelas bahwa surat ini dikirimkan kepada
sebuah ekklesia (gereja). Dalam salam
pembukaannya terdapat kesejajaran dengan Filemon 1:1 dan Roma 1:6. Salamnya
lebih pendek dari yang biasa pada surat-surat Paulus.
Dalam penjelasan di atas juga
telah disebutkan bahwa ketika Paulus mendengar berita itu dari Epafras maka
segera Ia mengirimkan surat. Namun yang perlu kita pertimbangkan adalah, bahwa
sangat mengejutkan ketika Paulus mendengar berita itu—meskipun ia tidak pernah
mendirikan jemaat di sana dan ataupun mengunjunginya, secara tidak langsung
menuntut hak untuk memimpinnya atau paling tidak merasa bertanggung jawab
atasnya (Kolose). Hal ini juga menunjukkan ketidakadaan kesejajaran dengan
tulisan-tulisan Paulus. Apabila kita bandingkan dengan surat Roma, maka kita
juga tidak akan dapat menarik suatu perbandingan, karena di sana Paulus tidak
ikut campur secara langsung.
Beberapa pertimbangan di atas
semakin menunjukkan keraguan kita akan kepengarangan Paulus terhadap surat
Kolose ini. Kendati demikian tidak dapat dibantah bahwa dalam Kolose terdapat
gema dari gagasan-gagasan Paulus, tetapi kalau Paulus sendiri yang harus
menyerang ajaran sesat ini dengan penekanan akan jabatan kerasulan seperti di
surat Kolose ini—yang akibatnya jadi kurang lebih sama dengan ajaran suksesi
rasuli—sangat dipertanyakan.
2.6.2.
Tafsiran
Kolose 1:15-23
Perikop Kolose 1:15-23 merupakan satu bagian utuh dalam
surat yang dikirimkan oleh Paulus ke jemaat Kolose. Secara khusus demi
meluruskan paham-paham yang salah yang beredar di jemaat Kolose yang telah
disebarkan oleh guru-guru palsu. Orang percaya di Kolose disesatkan oleh
guru-guru palsu, yang menantang keilahian dan keunggulan Yesus Kristus. Paulus
memperbaiki kesalahan ini dengan meyatakan bahwa Yesus adalah Putera Allah yang
ilahi, kepala gereja, dan satu-satunya pribadi yang di dalam-Nya Allah Bapa
ternyatakan sepenuhnya.
1.
Kolose 1:15-23 ini mengandung ringkasan
Kristologi dengan corak seperti nyanyian. Ayat 15 melukiskan Yesus sebagai penyata Allah.
Kristus digambarkan sebagai anak dari Kasih (Allah) yang membawa penebusan dan
pengampunan. Allah
yang tak terlihat kini menjadi terlihat di dalam Yesus. Dengan kata lain,
dengan melihat Dia, orang melihat Allah, Bapa (Lih. Yoh. 14:9),
sebab Dia adalah gambar (eikon) Allah
yang tidak kelihatan, yang sulung dari yang diciptakan, karena di dalam Dia
segala sesuatu telah diciptakan di surge dan di bumi, yang kelihatan dan yang
tidak kelihatan, singgasana kerajaan, pemerintah maupun penguasa; semuanya
diciptakan melalui Dia dan untuk Dia. Perumpaan Allah di dalam Yesus Kristus ini membuat Allah sebagai
Sang Misteri dapat dikenali, dan menempatkan Yesus Kristus dalam posisi yang unik. Keunikan itu dilukiskan lebih lanjut dalam
ungkapan “ … yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.” Artinya, Yesus adalah Yang
Tertinggi; Dia mempunyai kedudukan
yang utama. Seperti Daud yang disebut dalam PL sebagai yang sulung, tetapi raja
Daud sendiri bukan anak sulung. Istilah “yang
sulung” di sini menerangkan posisi unik
Yesus Kristus sebagai penyata Allah. Ada hal yang unik dalam hal ini.
2.
Ayat
ke-16 lebih jauh melukiskan Yesus sebagai Pencipta. Di dalam Dialah segala
sesuatu diciptakan. Bahkan, dikatakan
bahwa segala
sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk
Dia. Segala sesuatu di sini melingkupi hal-hal yang bersifat jasmani maupun
rohani, yang kelihatan (materi) maupun yang tidak kelihatan (imaterial). Hal
ini tentu meluluhkan pandangan Gnostisisme yang membuat pembedaan dan
pertentangan antara hal-hal yang rohaniah dan hal-hal yang jasmaniah, sekaligus
mengingatkan jemaat di Kolose akan narasi penciptaan dalam Kejadian 1, bahwa
segala sesuatu yang diciptakan Allah itu baik adanya, termasuk manusia yang
terdiri dari tubuh dan jiwa/roh. Karena itulah segala sesuatu yang diciptakan
Allah harus dijaga dan dirawat dengan penuh tanggungjawab, bukan
dipertentangkan, sebab segala sesuatu adalah milik Dia. Yesus adalah pencipta
dan pemilik kosmos dan segala isinya.
3.
Ayat ke-17 menegaskan praeksistensi Yesus. Ia
ada terlebih dahulu dari segala sesuatu. Artinya, keberadaan Yesus tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu. Ia adalah penyata Allah, dan Ia adalah Allah itu
sendiri. Yesus hidup dalam persekutuan Trinitarian bersama dengan Bapa dan Roh
Kudus yang malampaui kategori ruang dan waktu, dan di dalam Dialah waktu (kronos) diciptakan. Sehingga dengan menjalani kronos itu kita dapat menemukan kairos (waktu
Tuhan), sebab kairos itu ada
di dalam kronos. Dan sebaliknya, kronos ada di
dalam kairos. Di dalam Yesus Kristus yang adalah 100% ilahi dan 100% manusiawi,
kairos dan kronos berjumpa
dan menyatu dalam satu kesatuan.
4.
Dalam
ayat ke-18 sang penulis kembali melukiskan keutamaan Kristus sebagai kepala,
tetapi kali ini dari jemaat. Setelah Penulis mengungkapkan keutamaan Yesus
dalam keseluruhan kosmos dan sejarah universal barulah sang penulis meletakan
keutamaan Kristus dalam konteks jemaat. Itu berarti sang penulis mau meletakan
hakikat keberadaan jemaat atau gereja dalam konteks karya Allah yang luas dan
menyeluruh secara universal di dalam Yesus Kristus. Dan sejarah gereja itu
mendapatkan titik tolaknya di dalam kebangkitan Kristus. Yesus dibunuh manusia,
tetapi dibangkitkan Allah, dan Ia mengalahkan kuasa dosa dan kematian. Di dalam
kebangkitan-Nya, Yesus membunuh kematian, sehingga seluruh ciptaan Tuhan
mendapatkan kehidupannya kembali. Karena itu, Yesus disebut lagi sebagai yang
utama dari segala sesuatu dan menjadi kepala dari gereja.
5.
Ayat
ke-19, sang penulis kembali mengafirmasi posisi dan kedudukan unik Yesus, bahwa
di dalam Dialah Allah berdiam dalam kejasmian Yesus Kristus, dan melalui Dialah
Allah melakukan karya pendamaian bagi segala ciptaan.
6.
Dalam
ayat ke-20 sang penulis melukiskan Yesus sebagai pendamai yang karya
pendamaianNya itu tertuju kepada segala sesuatu (ta panta). Itu berarti Allah tidak hanya mendamaikan diriNya dengan
manusia, tetapi termasuk alam dan segala sesuatu yang berada di dalamnya.
Relasi yang rusak akibat dosa Allah pulihkan melalui karya pengorbanan Yesus
Kristus, baik relasi Allah dengan manusia, relasi manusia dengan sesamanya
manusia, maupun relasi manusia dengan alam, sesama ciptaan Allah. Jadi, karya
penebusan dan pendamaian Yesus Kristus itu bersifat total, terkait dengan
keseluruhan ciptaan-Nya.
7.
Setelah
menyatakan bahwa karya pendamaian itu berlaku secara universal kepada segenap
ciptaan, barulah di ayat yang ke 21-22 penulis menempatkan jemaat. Jadi, kita
kembali bisa menemukan pola dari yang universal ke yang partikular. Yang
partikular di sini adalah jemaat atau gereja, yang dulunya memusuhi Allah dan
berperilaku jahat, sekarang diperdamaikan dengan Allah melalui karya pendamaian
Yesus Kristus. Di dalam Yesus, Allah menjadikan jemaat Kolose sebagai
persekutuan yang kudus; persekutuan yang dikhususkan untuk menyatakan karya
pendamaian Kristus dalam keseharian hidup mereka.
8.
Karena
itulah, dalam ayat yang ke-23 sang penulis mengungkapkan beberapa implikasi praktis-etis
yang harus mereka wujudkan sebagai umat yang telah dikuduskan, yakni mereka
harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak mudah goncang, dan terus
menghidupi pengharapan Injil, sehingga melalui kehidupan mereka Kristus dapat
dihadirkan di dalam konteks kehidupan yang mereka jalani. Dengan kata lain,
jemaat ini menjadi miniatur Kristus. Sebagaimana Kristus telah menjadi juru
damai, maka mereka pun harus hadir sebagai pembawa damai dan menjadi agen
transformasi sesuai dengan panggilan iman dan pengharapan di dalam Injil Yesus
Kristus.
2.7.
Analisis Teks Kolose 1:15-23 “Berdamailah dengan Seluruh Ciptaan”
Teks Kolose di
atas juga menyampaikan bahwa perdamaian merupakan anugerah Allah. Allah adalah inisiator
perdamaian. Bukan karena inisiatif manusia untuk melakukan karya perdamaian. Karya perdamaian
yang dilakukan Allah karena kasih Allah yang begitu besar ada dunia ini, bukan hanya kepada manusia tetapi juga alam semesta yang juga
diciptakan oleh Allah. Seperti yang tertulis dalam Matius 3:16 “Karena Begitu Besar Kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.
Dari penafsiran
di atas kita menemukan bahwa pendamaian yang dilakukan Allah melalui Yesus Kristus, bukan
hanya pendamaian antara Allah dengan manusia. Pendamaian itu juga berlaku antara manusia
dengan manusia dan alam semesta. Dengan mengikuti alur penafsiran yang telah dikemukakan di
atas, kita juga menemukan bahwa di dalam Nyanyian Pujian bagi Kristus terdapat ajaran
dan keyakinan tentang Yesus Kristus dan karya-Nya di tengah dan bagi dunia. Ternyata,
gambaran Kristus yang dikemukakan di sini lebih tepat disebut sebagai Kristus Kosmis,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Dietrich Bonhoeffer. Seperti Paulus,
Bonhoeffer memahami bumi dan
seluruh ciptaan sebagai realitas yang diperdamaikan di dalam Yesus Kristus dan yang
berusaha untuk direalisasikan dalam kehidupan kita sendiri dan seluruh ciptaan (kosmos). Dalam buku Bonhoeffer yang berjudul Ethics dikatakan
bahwa “di dalam Kristus kita ditawarkan kemungkinan untuk mengambil bagian di dalam realitas
Allah dan realitas dunia, tetapi tidak di dalam yang satu tanpa yang lain. Menurut
Bonhoeffer, Yesus Kristus adalah pusat dari alam,
kemanusiaan, dan sejarah.
Ia sepenuhnya hadir di dalam alam, kemanusiaan dan sejarah, serta
mendamaikan segenap semesta dengan diri-Nya. Karena itulah, melalui alam, kemanusiaan, dan sejarah (kronos) kita dapat menemukan wajah
Kristus atau wajah Allah. Di dalam wajah kemanusiaan dari orang-orang Yahudi yang dibantai oleh
Hitler di zaman Nazi misalnya, Bonhoeffer menemukan wajah Allah yang memanggilnya untuk
membela hak hidup orang Yahudi, dan itu berarti ia harus menentang pemerintahan Nazi
yang mnjadi symbol pemusnahan dan kematian.
Teolog dan
mistikus Katolik seperti Fransiskus dari Asisi adalah contoh lain dari sosok yang sangat
memegang teguh dan mengimplementasikan keyakinan Kristus Kosmis itu dalam keseharian
hidupnya. Semua mahluk menjadi sahabat Fransiskus dari Asisi. Seperti yang dikisahkan oleh
Berkhof, Fransiskus Asisi konon suka bercakap-cakap dengan bunga dan
burung-burung. Yesus
sebagai pendamai adalah faktor yang mendorong kecintaan Fransiscus kepada alam
dan manusia. Kolose 1:16 adalah dasar bagi Fransiscus untuk hidup damai dengan
sesama manusia dan alam
Hal ini tampak dalam tulisan St. Fransiskus "Kidung Saudara
Matahari", dimana semua makhluk ciptaan diundangnya untuk bersyukur dan
memuji Allah. Kekuatan Kristus Kosmis membawa Fransiskus Asisi untuk bergiat
sebagai pejuang perdamaian, bukan hanya dalam hubungan antarmanusia di kala
itu, tetapi juga dalam konteks relasi manusia dengan alam. Karena itu, tidak
heran kalau pada 29 November 1975 Paus Yohanes Paulus II mengkukuhkan St.
Fransiskus Asisi sebagai "Pelindung Pemeliharaan Kelestarian Lingkungan
Hidup" atau “Pelindung Ekologi.”
Dua tokoh gereja
(Protestan dan Katolik) di atas adalah contoh dari praksis hidup bergereja yang
secara jitu dapat menimba inspirasi dari pemahaman dan keyakinan Kristus Kosmis, Kristus
mati dan bangkit untuk menebus dan mendamaikan seluruh ciptaan dengan Allah.
Itu berarti Kristus Kosmis mampu membangkitkan daya dorong yang besar untuk memperjuangkan
perdamaian semesta. Bahkan, lewat kematian dan kebangkitan Kristus itu, sebagaimana yang
dikemukan oleh Rene Girard, kita dapat melihat bagaimana Allah menelanjangi
kuasa kejahatan dan kekerasan. Lewat salib dan pengurbanan Kristus, politik kambing hitam
ditelanjangi dan dihentikan. Dan di atas salib itu juga kita menyaksikan bagaimana kasih
Allah yang tanpa batas itu merangkul para korban ketidakadilan dan kaum-kaum
marjinal.
Dengan kata lain,
Kristus yang mati dan bangkit itu menolong kita untuk melihat kehidupan bukan sebagai ajang kontestasi untuk
saling mengalahkan, melainkan menempatkan semua ciptaan sebagai sahabat Allah untuk saling
mengisi dan berbagi. Sebab, Allah sudah berkenan berdamai dengan kita. Ia sudah melakukan
karya pendamaian itu dengan
total dan utuh dalam Kristus Kosmis, maka kita sekarang dipanggil untuk
berdamai dengan sesama. Sesama yang dimaksudkan di sini bukan hanya manusia,
tetapi termasuk alam dan segala isinya.
Teologi
pendamaian dari Kristus Kosmis menawarkan kepada kita cara melihat yang baru, dan
mendorong kepada praksis yang memuliakan kehidupan. Di dalamnya terdapat panggilan
teologis untuk memperjuangkan perdamaian, keadailan, dan keutuhan ciptaan.
III.
Kesimpulan
Ungkapan gereja bukan berasal dari dunia tapi berada di
dunia harus dipahami dan diaktualisasikan dalam iman. Kehadirannya di dunia ini
adalah untuk mengabarkan dan menunjukkan kasih Allah di dunia ini. Gereja bukan
berasal dari dunia, bukan berarti gereja menentang dunia atau menganggapnya
sebagai musuh, melainkan gereja harus menunjukkan perannya. Di tengah-tengah
kehadirannya di dunia ini, gereja turut memberikan andil dalam kemajuan maupun
kemunduran dari dunia ini, kesejahteraan dunia kesejahteraannya juga (Yer.
29:7).
Cara Pandang Iman Kristen juga tentunya dalam menjaga
serta merawat Ekoteologi haruslah berperan aktif. Iman harus bergandengan
dengan perbuatan berdasarkan pandangan Kristen. Suatu hal yang lumrah atau
memang kebiasan dalam menjaga lingkungan, tetapi hal tersebut merupakan hal
yang luar biasa, sebab bumi adalah tempat manusia berpijak dan bertempat
tinggal (habibat hidup), Tuhan memberikan mandat kepada manusia agar manusia
merawat bumi bukan merusak bumi. Mandat yang berdasarkan Allah merupakan tugas
yang luar biasa dalam tanggung jawab seorang Iman Kristen. Hal itu tidaklah
gampang, tetapi berdasarkan Iman Kristen yang kokoh, Tuhan Allah akan melawat
cipataan-Nya.
Kolose 1:15-23 menunjukkan pesan keutuhan dalam Kristus
yang tidak terpisahkan. Di dalam Kristuslah semuanya telah dijadikan, segala
ciptaan, yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Karena itu Yesus adalah
pusat dari segala ciptaan (kosmis). Kita
dapat mengatakannya sebagai Kristus yang kosmis. Ketika kita mengatakan iman
kita kepada Yesus, maka kita harus menerima eksistensi dari pada Kristus yang
kosmis. Penghormatan dan pemeliharaan kepada ciptaan tertentu adalah
penghormatan kepada Allah juga. Pengrusakan terhadap ciptaan lainnya juga pengerusakan
terhadap Kristus yang Kosmis. Karena itu gereja sudah harus mentransformasi
diri dalam pemahaman imannya untuk merawat dunia ini dan menghindari pengerusakan
apapun.
IV.
Daftar
Pusataka