Homiletika, Apakah itu?

Homiletika, Apakah itu?

a.      Pengertian, Makna, Ciri dan Kedudukannya Dalam Studi Teologi
b.      Fungsi, Peranan dan Kedudukannya Dalam Ibadah
c.       Homiletika sebagai Bentuk dan Model pemberitaan Firman



I.                   Pendahuluan
Sebagai seorang yang akan menyampaikan firman Tuhan, maka ia harus mengetahui isi firman itu. Namun dia juga harus mengetahui bagaimana firman itu sebaiknya disampaikan. Oleh karena itu, seseorang perlu memahami dan mengenal serta mempelajari apa yang disebut dengan istilah Homiletika. Istilah Homiletika adalah suatu ilmu yang menerangkan ataupun menguraikan firman Tuhan (khotbah).
Berbicara tentang homiletika bukan berarti kita selalu berbicara tentang khotbah, namun khotbah tersebut adalah salah satu dari bentuk-bentuk dari homiletika itu sendiri, dimana mereka memiliki suatu keterikatan yang tidak dapat dipisahkan namun juga tidak dapat dikatakan memiliki kesamaan. Untuk membahas lebih dalam kita akan membahas apa arti, makna, ciri homiletika serta kedudukannya dalam studi teologi dan apa yang menjadi fungsi, peranan homiletika serta kedudukannya dalam ibadah dan juga membahas bentuk dan model homiletika dalam pemberitaan firman Tuhan.  
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian, Makna, Ciri dan Kedudukannya Dalam Studi Teologi
2.1.1.      Pengertian dan Makna Homiletika
Istilah Homiletika berasal dari kata sifat Yunani “homiletika” yang dihubungkan dengan kata “techne homiletika”, artinya “ilmu pengetahuan” atau “ilmu bercakap”. Dalam kata sifat homiletika terkandung kata benda Homilia, yaitu pergaulan (percakapan) dengan ramah tamah.[1] Homiletik berasal dari kata gerika “homilia” yang berarti “percakapan atau pembicaraan yang membawa suatu pengertian”.[2] Kata homily berasal dari bahasa latin Homilia yang diterjemahkan dari kata Yunani yaitu untuk percakapan, wacana, atau pidato. Istilah ini terutama dingunakan dalam konteks gereja Katolik Roma dan Episkopal.[3]
Dalam bahasa asing pelajaran ini dinamakan Homiletik artinya ilmu yang menerangkan ayat mas atau kepandaian menguraikan suatu hal. Dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan dengan ilmu berkhotbah atau pelajaran berbicara dihadapan orang banyak (sidang). Homiletika adalah suatu pembicaraan yang menerangkan jalan keselamatan manusia melalui Yesus Kristus yang dilakukan oleh mulut manusia, supaya menjadi kesaksian bagi manusia lainnya.[4]
Eksegese yang cermat dan hermeneutika yang baik memungkinkan pengkhotbah mempraktikkan homiletika. Dimana homiletika yaitu seni dan ilmu yang mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh nats Kitab Suci. Secara teknis homiletika adalah kajian mengenai persiapan khotbah yang menciptakan suatu pertalian yang tak terpisahkan antara khotbah tersebut dan pemahaman yang benar atas makna nats Alkitab yang mendasarinya. Homiletika merupakan puncak dari penerapan semua prinsip hermeneutika dan eksegese dalam upaya memahami suatu nats Alkitab dan kemudian menyampaikannya kepada pendengar.[5]
Makna dari Homiletika adalah isi khotbah yang di sampaikan adalah Injil. Sebab ini adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan orag percaya. Sebab Yesus datang kedalam dunia oleh karena pemberitaan injil. Isi khotbah hendaknya relevan, kontekstual mengikuti perkembangan zaman dan hendaknya khotbah menjawab isi pergumulan jemaat yang mendengarkan khotbah.Tujuan ilmu ini adalah salah satu cara atau usaha agar khotbah tentang keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus dapat disampaikan secara nyata, terang, jelas dan berkuasa.[6]
Dari uraian diatas baiklah kita ambil kesimpulan bahwa Homiletika itu berasal dari bahasa Yunani yaitu Homilia. Itu artinya bahwa sebelum istilah ini menjadi istilah Kristen, kata homilia sudah dipergunakan dalam lapangan kehidupan Yunani. Kata homilia dahulu dipergunakan dalam lapangan pergaulan. Kata pergaulan mengingatkan kita kepada pertemuan dan persahabatan. Istilah teman dengan sahabat jauh berbeda. Sahabat itu berkaitan dengan hati dan perasaan. Kita tidak ingin sahabat kita disakiti tetapi kita ingin sahabat kita bersukacita. Makna itulah yang termaksud dalam homilein.
Lukas melihat arti kata yang sangat mulia dalam kata homilein dan kemudian Lukas mengambil kata ini dan memasukkannya dalam Injil dan Kisah Para Rasul (Lukas 24:14-15, 17-26; Kisah 10: 27; 24:26). Yang paling penting di dalam ayat-ayat ini adalah pada Lukas 24:14-15 yang isi percakapannya adalah tentang kebangkitan Yesus Kristus.
Ceritanya adalah: Ada perempuan pergi ke makam Yesus untuk merempahi mayat Yesus, tetapi setelah sampai di makam, mereka menjumpai pintu kubur terbuka dan kubur Yesus kosong. Oleh karena peristiwa itu, sebagian perempuan panik dan berlari untuk memberitahu murid-murid. Mendengar itu, murid-murid pun pergi untuk memastikannya. Tapi beberapa perempuan lain bertemu dengan Yesus. Dalam pertemuan itu Yesus berkata kepada perempuan itu: pergilah dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea dan sanalah mereka akan melihat Aku. Setelah itu perempuan itu menceritakan hal itu kepada murid-murid. Tetapi murid-murid tidak percaya. Namun kabar itu cepat menyebar ke seluruh Yerusalem sehingga terkabar sampai kepada dua orang murid yang bercakap-cakap tentang Yesus.
Istilah homilia adalah istilah Kristen, yaitu yang mempercakapkan Yesus Kristus. Hanya Alkitab yang menggunakan kata ini karena itu orang Kristen sudah terikat dengan ini. Istilah asli homilia : Ilmu pergaulan, timbul pertanyaan : apa yang membuat sahabat damai?. Lukas menjawab : Mempercakapkan Yesus Kristus yaitu sumber keselamatan itu. Itulah arti etimologi kata itu dari istilah Yunani menjadi istilah Kristen dalam ilmu teologi.[7]
2.1.2.      Ciri-ciri Homiletika
Homiletika mempunyai beberapa ciri-ciri, yaitu :[8]
1.      Homiletika tidak terlepas dari Kitab Suci. Kitab Suci memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus, maka nats-nats Alkitab harus menjadi dasar khotbah. Karena tidak baik jika kita membaca nats khotbah saja, karena penghayatan dan Firman Allah disaksikan dalam nats Alkitab harus dihubungkan dengan masa, tempat, dan peristiwa-peristiwa tertentu. Jadi, nats khotbah selalu dihubungkan dan harus berdasar pada Alkitab. Sebuah khotbah tanpa nats Alkitab, kemungkinan jadi itu adalah pidato yang mengemukakan pikiran si pengkhotbah bukan Firman Allah.
2.      Homiletika adalah khotbah manusia yang berbicara tentang Allah kepada kita. Hal itu karena Allah lebih dulu berfirman kepada manusia yaitu menyatakan diri kepada kita dan yang paling sempurna yaitu di dalam Yesus Kristus (Ibr 1:1-3; Mat 13:16-17). Di dalam pemberitaan kita harus berpusat pada kematian dan kebangkitan Yesus Kristus, karena oleh-Nya kita mendapat hidup yang baru. Itulah intisari “Uanggelion” yaitu kabar kesukaan.
3.      Dalam hal menjalankan tugas pemberitaan injil, si pengkhotbah tidak tergantung atau tidak bertanggung jawab kepada Tuhan saja, melainkan juga kepada gereja yang memanggil dan mentahbiskan dia sebagai pendeta atau pemberita.
Ciri –ciri Homiletika adalah :
1). Berlangsung Dalam peribadahan.
2). Mempercakapkan Yesus Kristus (Firman Allah yang hidup) kepada jemaat, agar imannya bertumbuh dan hatinya dibukakan bagi pekerjaan Roh Kudus: Firman Allah di dalam Kristus adalah Injil atau kabar baik yang membebaskan.
3). Mengacu kepada nats Alkitab (Karena Alkitab satu-satunya yang menjadi tolak ukur untuk mempercakapkan isi berita Gereja).Alkitab memperkenalkan Yesus yang mengasihi manusia, sampai Dia sendiri mati di kayu salib untuk menebus dosa kita, mengandung aspek pembinaan, penghiburan dan nasihat (2 Tim. 4:2).[9]
2.1.3.      Kedudukan Homiletika Dalam Studi Teologi
Homiletika memiliki kedudukan yang erat dalam teologi dan semua jurusannya. Suatu khotbah harus berdasarkan teologi yang baik, yaitu tidak boleh berbeda atau berselisih dengan hasil yang sudah dicapai di dalam exegese (tafsir) atau dogmatika. Dengan ringkas hubungan homiletika dengan jurusan teologi masing-masing : jurusan yang terpenting untuk homiletika adalah exegese, karena dasar khotbah tidak lain dan tak bukan adalah Alkitab. Oleh sebab itu seorang pengkhotbah harus menyelidiki nats khotbah dengan seksama dan teliti. Bukan pikiran-pikiran pendeta yang harus diberitakan kepada jemaat melainkan Firman Allah, dan Firman itu hanya dapat disampaikan kepada banyak orang jika pendeta lebih dahulu menyelidiki, merenungan dan memahaminya.[10]
Dalam kedudukan teologi, ada empat bidang teologi yang tertua yaitu antara lain, :[11]
1.      Historika
·         Sejarah pernyataan Allah kepada Israel (terdapat dalam PL) dan sejarah pernyataan melalui Yesus Kristus (terdapat dalam PB) yang disatukan menjadi Teologi Biblika.
·         Sejarah pertumbuhan dan perkembangan orang-orang percaya (Gereja) yang menjadi SGU (Sejarah Gereja Umum), SGA (Sejarab Gereja Asia), SGI (Sejarah Gereja Indonesia) dan Oikumenika.
2.      Teologi Biblika
·         PL (Perjanjian Lama)
·         PB (Perjanjian Baru)
3.      Sistematika
·         Apologetika (pergumulan Dogmatika) yaitu bagaimana sikap hidup kita di tengah-tengah konteks.
·         Etika perilaku (sikap hidup)
·         Ilmu Agama (otonomi Agama-agama)
4.      Praktika
·         Diakonologi, Pastoral (penggembalaan), Homiletika, Liturgika (musik) dan PWG (Pembinaan Warga Gereja)
5.      Teologi Agama-agama
Kedudukan Homiletika dalam Studi Teologi :
1.      Historika
2.      Sistematika
3.      Praktika
-          Historika terdiri dari:
1.      Sejarah penyataan Allah kepada Israel yaitu Perjanjian Lama (PL).
2.      Sejarah pernyataan Allah kepada Manusia melalui Yesus Kristus yaitu Perjanjian Baru (PB).
3.      Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Gereja.
Kemudian PL dan PB di otonomikan dalam ilmu teologia menjadi Biblika. Kemudian sejarah pertumbuhan dan perkembangan Gereja menjadi sejarah Gereja.
-          Sistematika terdiri dari:
1.      Apologetika yaitu pembelaan iman Kristen
2.      Etika yaitu praktik hidup Kristen.
Kemudian Apologetika diganti dengan Dogmatika. Kemudian Dogmatika ini perlu di kontekstualisasikan sehingga perlu melihat agama-agama lain. Maka dengan demikian, dimasukkan dalam “Ilmu agama-agama” yang kemudian di otonomikan menjadi satu bidang yaitu “agama-agama”.
-          Praktika terdiri dari:
1.      Diakonologi (Pelayanan sosial)
2.      Poimenika (Penggembalaan menjadi Pastoral).
Homiletika menjadi bidang ilmu pada abad ke-17 yaitu sesudah Reformasi, homiletika menjadi satu bidang ilmu. Dari ketiga bidang ini muncul beberapa bidang lagi:
-          Liturgika : Musik yang lama-kelamaan menjadi satu bidang yaitu Musik Gerejawi.
-          Pembinaan Warga Gereja
-          Pendidikan Agama Kristen
Homiletika menjadi satu bidang dalam ilmu praktika. Disini sekarang kita mempelajari lima bidang teologia:
1.      Historika
2.      Biblika
3.      Sistematika
4.      Praktika
5.      Ilmu Agama
Homiletika ini ibaratnya seperti kuali yang kedalamnya bermuara semua bidang-bidang teologi ini. jadi semua bidang teologi ibarat bahan-bahan masakan yang kemudian diolah dalam kuali untuk menghasilkan menu khotbah yang baik, yang menjawab kebutuhan, pergumulan warga jemaat. Oleh karena itu maka homiletika mengandung dua unsur:
1.      Unsur pengolahan (mempersiapkan)
2.      Unsur penyajian (Penyampaian)
Apa yang diolah?. Yang diolah adalah semua bidang teologi sehingga bisa menghasilkan suatu kothbah yang akan disampaikan. Jadi untuk berkhotbah yang baik harus ada unsur-unsur lain : harus ada unsur biblika (Exegese), sejarah Gereja, Dogmatika, Etika, Sistematika, maka kothbah itu disukai dan dimengerti serta diterima jemaat yang mendengarkan.[12]
2.2. Fungsi, Peranan dan Kedudukannya Dalam Ibadah
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ibadah adalah untuk menyatakan atau bakti kepada Allah yang disadari ketaatan mengerjakan perintahNya.[13]
2.2.1.      Fungsi Homiletika Dalam Ibadah
Homiletika atau ilmu khotbah tidak dapat dipelajari seperti ilmu atau keahlian yang lain saja. Tidak cukup orang menghafal beberapa kaidah saja supaya menjadi ahli dalam hal berkhotbah. Karena hasil yang diharapkan daripada khotbah, yaitu supaya orang percaya dan taat kepada Tuhan, supaya dihiburkan dan dilengkapi dengan karunia-karunia Tuhan. sebenarnya tidak bergantung kepada Pendeta dan Khotbahnya melainkan kepada Allah sendiri dan Roh-Nya.[14]
Tadi ciri-ciri homiletika yang pertama adalah berlangsung dalam ibadah, maka jikalau homiletika berlangsung dalam ibadah maka homiletika masuk dalam unsur liturgika. Dalam ibadah ada beberapa unsur liturgi. Jadi homiletika adalah salah satu unsur. Sebagai salah satu unsur, homiletika ditempatkan di tengah sehingga ada unsur yang mendalam yang mendahului dan yang mengikuti. Unsur yang mendahului merupakan persiapan untuk menerima kothbah, sedangkan unsur yang mengikuti adalah respon dan peneguhan terhadap khotbah. 1). Itu sebabnya maka khotbah itu sering disebut sebagai pusat Liturgi. 2). Fungsi homiletika juga dilihat dari letak atau posisinya.[15]
Pada umumnya semua khotbah yang alkitabiah bertujuan agar pendegarnya menjadi taat kepada Allah, menyampaikan iman dan keyakinan serta berusaha menyalurkan kasih karunia Allah kepada orang yang percaya maupun tidak percaya. Homiletika berfungsi sebagai sumber pengetahuan jemaat, disebut demikian karena gereja merupakan agen pembaharuan. Oleh sebab itu, khotbah juga harus menyangkut ilmu pengetahuan terutama tentang lingkungan hidup yang perlu dipelihara dengan baik. Homiletika berfungsi sebagai media pengajaran, dari khotbah yang disampaikan pendengar khotbah menemukan pengajaran tentang pendekatan dengan Tuhan, arti iman, nilai-nilai kristiani, pengharapan dan peran orang Kristen di masyarakat.[16] Maka fungsi homiletika dalam ibadah yaitu menyampaikan firman Allah dalam bentuk dan model yang sesuai dengan konteks tertentu. Dengan kata lain, mendidik jemaat, memberitakan bahwa keselamatan dari Allah dalam Yesus Kristus, serta meneguhkan iman kepercayaan Jemaat.[17]
2.2.2.      Peranan Homiletika Dalam Ibadah
Khotbah menyampaikan maksud Allah yang ingin manusia mengenal-Nya. Secara khusus khotbah menyampaikan kehendak Allah yang mengingini umat-Nya hidup makin dekat dengan-Nya. Itu sebabnya setiap khotbah harus mempunyai tujuan yang konkret agar isi khotbah itu relevan dengan kehidupan para pendengar. Berkhotbah adalah suatu pelayanan yang unik. Melalui khotbah, pendengar diajak mengenal dan bertemu dengan Tuhan.[18] Adapun yang menjadi peranan homiletika dalam ibadah menurut para tokoh adalah sebagai berikut :
1.      Hasan Susanto
·         Khotbah merupakan bagian yang sangat penting dan sentral dalam ibadah. Karena melalui khotbah yang bersumber dari Alkitab, maka pendengar dapat mengetahui apa yang di kehendaki Allah, maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa khotbah adalah pusat dari ibadah.
·         Khotbah adalah sebuah media atau sarana yang efektif untuk mengajar orang-orang yang belum percaya.
·         Khotbah menjadi cermin bagi masyarakat yang jauh tidak sadar mereka telah menjauh dari Tuhan.[19]
2.      Jahenos Saragih
·         Khotbah sebagai sarana penyampaian sekaligus proses penyadaran warga jemaat.
·         Khotbah suatu pembangunan hidup kerohanian.
·         Khotbah adalah berita karya penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus.
·         Khotbah mengharapkan pertobatan dan meneguhkan iman kepercayaan.[20]
2.2.3.      Kedudukan Homiletika Dalam Ibadah
Di dalam Gereja Evangelis (Injil) khotbah itu mempunyai tempat yang sentral, karena tugas gereja yang utama ialah mengabarkan Firman Tuhan di dalam dunia. Biarpun kesaksian gereja tidak terdiri atas perkataan saja, melainkan berbentuk persekutuan dan pelayanan juga, namun pekabaran Injil adalah tugas yang utama daripada saksi-saksi Kristus. Dalam perjanjian Baru nampak bahwa Yesus Kristus sendiri menganggap hal mengajar orang sebagai tugas-Nya yang paling penting (Markus 1:38-39).[21]
Firman Tuhan merupakan intisari kebaktian dalam hidup gereja. Jika pemberitaan Firman Tuhan mempunyai tempat yang sentral dalam gereja, maka pelayanan utama seorang Pendeta adalah berkhotbah, yaitu menyampaikan Firman Allah. Maka dengan demikian khotbah dalam gereja reformasi mendapat tempat yang lebih tinggi dibandingkan sakramen. Karena gereja menganggap sakramen akan mempunyai makna yang lebih dalam apabila di dahului dengan pemberitaan Firman.[22]
Martin Luther mengatakan isi khotbah adalah Firman. Maksudnya adalah khotbah menjadi sentral dalam gereja reformasi. Karena khotbah merupakan pusat ibadah. Khotbah harus mengandung ajakan kepada warga jemaat tentang tanggung jawab dalam pekabaran Injil, atau lebih konkret lagi pada tri tugas panggilan gereja. Perlu disadari bahwa pengkhotbah adalah wakil Allah dalam menyampaikan pesan.[23]
Di Gereja Lutheran : Kedudukan khotbah itu tempatnya adalah setelah Pengakuan Iman Rasuli (PIR) baru khotbah. Artinya, orang mengaku percaya dulu baru di khotbahi. Jadi khotbah adalah bagi orang percaya. Fungsinya : Mengajar, menghibur dan menguatkan.Di Gereja Calvinis : Kedudukan Khotbah itu tempatnya adalah khotbah dulu baru Pengakuan Iman Rasuli (PIR). Artinya di Khotbahi dulu baru pengakuan Iman Rasuli. Fungsinya : menumbuhkan kepercayaan, menambah dan meneguhkan Iman[24]
Sedangkan pada Gereja Khatolik kedudukan sakramen lebih tinggi daripada Khotbah, pemberitaan bagi gereja Khatolik dianggap sebagai persiapan untuk Sakramen. Dalam hal ini pemberitaan Firman hanya menyapa pendengaran manusia dan bukan seperti Sakramen yang dapat menyapa penglihatan dan indera-indera lainnya. Sehingga dalam gereja Khatolik pemberitaan itu tidak terwujud nyatakan dalam bentuk khotbah tetapi lebih menekankan dalam bentuk layanan Sakramen.[25]
Oleh karena itu peranan homiletika terikat dengan arti homiletika yaitu mempercakapkan Yesus Kristus yang tujuannya seperti yang disebutkan/diuraikan dari fungsi. Jadi dari semua unsur Liturgi dari sebelum dan sesudah, itu berlangsung dari konsep tatanan yang sudah ada. Tetapi di dalam khotbah ada pemberitaan Firman yang menyapa, menegur dan menuntun Jemaat dalam konteks kehidupannya, karena peranan khotbah di situ supaya jemaat dapat hidup di dalam Iman kepada Yesus Kristus.Jika berbicara soal kedudukan, maka bicara soal wibawa. Di Gereja Katolik, kedudukan Sakramen itu lebih tinggi dari kothbah. Oleh karena itu, Kothbah itu dipandang sebagai pengantar kepada misa atau sakramen. Jadi pusat ibadah  adalah sakramen.
Di Gereja Lutheran, kedudukan khotbah dengan sakramen sejajar atau setara karena keduanya adalah pemberitaan Firman; Khotbah adalah pemberitaan Firman yang kedengaran sedangkan sakramen adalah pemberitaan firman yang kelihatan. Sakramen adalah pemberitaan Firman dengan menggunakkan bahan material sedangkan khotbah adalah pemberitaan Firman secara verbal (kata-kata).
Lalu di Gereja Calvinis, kedudukan khotbah lebih tinggi dari sakramen, karena sakramen adalah tanda Firman, sama seperti pelangi yang adalah tanda perjanjian Allah dengan Nuh. Jadi begitulah sakramen, keselamatan tidak terjadi dari sakramen, tetapi Firman.[26]
2.3. Homiletika Sebagai Bentuk Dan Model Pemberitaan Firman
Pemberitaan Firman artinya menyebarkan, memberitakan, atau mengabarkan Firman Tuhan kepada orang lain dan hal ini merupakan tugas yang harus disampaikan dan harus dilakukan setiap orang percaya kepada Yesus.[27] Homiletika itu bisa berlangsung dalam berbagai bentuk. Dalam ibadah Dewasa, bentuknya adalah khotbah. Dalam ibadah sekolah minggu bentuknya adalah cerita Alkitab. Dalam ibadah singkat bentuknya adalah renungan. Dalam kelompok-kelompok bentuknya adalah Penelaahan Alkitab. Dalam pertemuan para penatua untuk pembinaan adalah dalam bentuk sermon (bahwa sermon itu harus berlangsung dalam ibadah baru di sebut homiletika).[28]
Adapun yang menjadi bentuk-bentuk dan model dari homiletika itu sendiri, antara lain :
2.3.1.   Khotbah
Khotbah berasal dari kata Homilein dan kata bendanya Homilia yang artinya adalah berada bersama-sama, bergaul atau bercakap-cakap. Khotbah dalam firman Tuhan yang didasarkan pada Alkitab. Allah menyatakan firmanNya agar Dia dikenal, diketahui dan dimengerti serta diterima dan diamalkan.[29] Dalam gereja Evangelis khotbah itu mempunyai tempat yang sentral, karena tugas Gereja yang utama adalah mengabarkan Firman Tuhan di dalam dunia. Jikalau pemberitaan Firman Tuhan mempunyai tempat sentral di dalam Gereja, maka pelayanan utama seorang pendeta ialah berkhotbah, yaitu mengabarkan Firman Allah.[30]
Khotbah adalah bentuk Firman Allah yang dikabarkan sebagai Firman Allah. Firman Allah diberitakan supaya manusia pada segala abad mendengar penyataan Allah yang sekali untuk selama-lamanya yaitu Yesus Kristus.[31] Khotbah berarti menyampaikan Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab. Oleh karena itu, haruslah teliti dengan seksama, bahwa yang menjadi pusat pemberitaan khotbah adalah apa yang dilakukan Tuhan kepada manusia, dan bukan pengetahuan manusia tentang Tuhan.[32]
2.3.2.   Penelahaan Alkitab (PA)
Menurut KBBI, penelahaan berasal dari kata “telaah” yang berarti penyelidikan, kajian, pemeriksaan dan penelitian. Sementara penelahaan adalah berkenan dengan proses atau cara telaah.[33] Penelahaan Alkitab (PA) adalah upaya mempelajari (membaca dan merenungkan) Firman Allah, memahaminya, dan berkomitmen untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.[34] Tujuan dari menelaah Alkitab ialah untuk mempelajari serta mengenal maksud, tujuan, perbuatan dan rencana Allah di dunia, dimulai dengan penciptaan dan panggilan terhadap bangsa Israel, dahulu sampai sekarang, juga terhadap seluruh bangsa-bangsa di dunia, termasuk di negara kita ini hingga masa yang akan datang.
Tujuannya bukan hanya untuk memperdalam pengetahuan kita tentang firman Allah pada waktu menelaah Alkitab, tetapi juga untuk meningkatkan tanggung jawab kita, supaya perbuatan dan tingkah laku kita selalu benar serta dewasa dihadapan-Nya, supaya kita patuh melaksanakan pesan dan supaya buah-buah iman nyata dalam kehidupan kita. Tujuan penelahaan Alkitab adalah membangun jemaat, melengkapi anggota-anggotanya, di atas dasar Yesus Kristus sebagai pusat Firman Allah. Pembangunan jemaat bukanlah bertujuan untuk dirinya sendiri, tetapi suatu jalan untuk memberitakan Injil dan menjadi suatu sarana kehadiran Allah dalam dunia ini. Dalam menghayati Firman Allah, kita harus memohon bantuanNya, supaya kita disertai oleh Roh Kudus.[35]
Penelahaan Alkitab berfungsi sebagai wadah dimana orang-orang percaya belajar bersama kebenaran Firman Allah, saling melengkapi dalam memahami kebenaran yang tertera di dalamnya, dan saling memotivasi untuk melakukannya di dalam kehidupan sehari-hari.[36]
2.3.3.   Sermon
Dalam sejarah gereja sampai abad ke-5 kata homilein diterjemahkan ke dalam Alkitab bahasa Latin (Vulgata) dengan istilah “Sermo” yang menjadi Sermon adalah suatu pekerjaan menafsirkan teks Alkitab untuk dikhotbahkan.[37] Seron atau kata Ceremonia juga berasal dari bahasa Latin yang berarti kegiatan atau upacara kudus, yakni kegiatan-kegiatan dalam ibadah jemaat.[38] Bentuk dan model sermon adalah suatu bentuk pemberitaan firman Tuhan yang dilakukan kepada beberapa orang dan dipimpin satu atau dua orang yang dianggap lebih mengerti mengenai firman Tuhan. Dalam model sermon ini dilakukan diskusi dengan tujuan dapat mempelajari lebih dalam lagi tentang firman Tuhan dan mempersiapkan seseorang untuk menyampaikan firman Tuhan.[39]
III.             Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Homiletika adalah ilmu bercakap-cakap yang membahas ayat mas atau kepandaian dalam menguraikan sesuatu yang menggunakan Alkitab sebagai landasan atau pedoman yang berfungsi untuk mengajak orang percaya maupun yang tidak percaya agar mendekat dengan Tuhan. Peran Homiletika dalam ibadah adalah sebagai sarana yang efektif untuk mengajar dan mendidik umat Kristen dan penyampaian pengajaran pertobatan jemaat serta meneguhkan iman kepercayaan jemaat dalam pemberitaan karya penyelamatan Allah.
Dalam studi teologi, homiletika mempunyai kedudukan yang erat pada keseluruhan teologi karena harus berdasarkan teologi yang baik dan tidak boleh berselisih dengan hasil yang sudah dicapai dalam eksegese (tafsir) dogmatika. Maka dapat dipastikan kedudukan Homiletika dalam ibadah adalah sebagai sentral atau pusat peribadahan namun tidak demikian dengan gereja Khatolik yang menganggap Sakramen lebih tinggi daripada Khotbah.
Selain itu, homiletika ialah sebuah keutuhan dalam hal pemberitaan dan pengajaran Firman Tuhan, karena bentuk dan model ini akan menjadikan ciri khusus dalam memahami homiletika secara baik dan benar dengan penerapan yang menghadirkan kehidupan lewat Firman dalam komunitas yang berhimpun.
IV.             Daftar Pustaka
......, KBBI, Jakarta : Balai Pustaka, 2007
......, KBBI, Jakarta : Balai Pustaka, 1998
Bekker, Dietter, Pedoman Dogmatika, Jakarta : BPK-GM, 2009
Buttrik, Dafid G., Memberitakan Yesus Kristus Dalam Khotbah, Jakarta : Gunung Mulia, 1996
Gintings, E. P., Khotbah dan Pengkhotbahnya, Jakarta : BPK-GM, 2002
Koller, Charles, W., Khotbah Ekspositori Tanpa Catatan, Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 2011
Maiaweng, Peniel C.D., Kelompok Penelahaan Alkitab, Makassar : STT Jaffray, 2013
Maryanto, Ernest, Kamus Liturgi Sederhana, Yogyakarta : Kanisius, 2004
MeClure, John S., Firman Pemberitaan, Jakarta : BPK-GM, 2012
Munthe, Pardomuan,Catatan Rekaman Akademik di kelas III-A, STT ABDI SABDA MEDAN: Kamis, 6 September 2018
Pasaribu, Netty, Catatan Akademik Kelas III-D, STT ABDI SABDA MEDAN
Pouw, I. H., Uraian Tentang Homiletik Ilmu Berkhotbah, Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 2006
Rothlisberger, H., Homiletika Ilmu Berkhotbah, Jakarta : BPK-GM, 1988
Saragih, Jahenos, Ini Aku Utuslah Aku, Jakarta : Suara Gereja Kristiani Yang Esa Peduli Bangsa, 2005
Senduk, H. L., Pengkhotbah Yang Dinamis,......, 1990   
Sitompul, A. A., Bersahabat Dengan Firman, Jakarta : BPK-GM, 1987
Susanto, Hasan, Homiletik Prinsip dan Metode Berkhotbah, Jakarta : BPK-GM, 2004
Tambunan, Lukman, Khotbah & Retorika, Jakarta : BPK-GM, 2011
Vines, Jerry, & Shaddix, Jim, Homiletika Kuasa Dalam Berkhotbah, Jakarta : Gunung Mas


[1] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, (Jakarta : BPK-GM, 1988), 6
[2] H. L. Senduk, Pengkhotbah Yang Dinamis,(......, 1990), 1           
[3] John S. MeClure, Firman Pemberitaan, (Jakarta : BPK-GM, 2012), 71
[4] I. H. Pouw, Uraian Tentang Homiletik Ilmu Berkhotbah, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 2006), 8-9
[5] Jerry Vines & Jim Shaddix, Homiletika Kuasa Dalam Berkhotbah, (Jakarta : Gunung Mas), 37-38
[6] Jahenos Saragih, Ini Aku Utuslah Aku, (Jakarta : Suara Gereja Kristiani Yang Esa Peduli Bangsa, 2005), 68-69
[7] Pardomuan Munthe, Catatan Rekaman Akademik di kelas III-A,STT ABDI SABDA MEDAN: Kamis, 6 September 2018.
[8] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, 12-20
[9] Pardomuan Munthe, Catatan Rekaman Akademik di kelas III-A, STT ABDI SABDA MEDAN: Kamis, 6 September 2018
[10] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, 8
[11] Netty Pasaribu, Catatan Akademik Kelas III-D, STT ABDI SABDA MEDAN
[12] Pardomuan Munthe, Catatan Rekaman Akademik di kelas III-A,STT ABDI SABDA MEDAN: Kamis, 6 September 2018
[13] ......., KBBI, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998), 367
[14] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, 7
[15] Pardomuan Munthe, Catatan Rekaman Akademik di kelas III-A,STT ABDI SABDA MEDAN: Kamis, 6 September 2018
[16] Charles W. Koller, Khotbah Ekspositori Tanpa Catatan, (Bandung : Yayasan Kalam Hidup, 2011), 14-15
[17] Jahenos Saragih, Ini Aku Utuslah Aku, 104
[18] Hasan Susanto, Homiletik Prinsip dan Metode Berkhotbah, (Jakarta : BPK-GM, 2004), 27
[19] Hasan Susanto, Homiletik Prinsip dan Metode Berkhotbah, 7
[20] Jahenos Saragih, Ini Aku Utuslah Aku, 105
[21] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, 5
[22] Dietter Bekker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta : BPK-GM, 2009), 158
[23] Lukman Tambunan, Khotbah & Retorika, (Jakarta : BPK-GM, 2011), 18-19
[24] Pardomuan Munthe, Catatan Rekaman Akademik di kelas III-A,STT ABDI SABDA MEDAN: Kamis, 6 September 2018
[25] E. P. Gintings, Khotbah dan Pengkhotbahnya, (Jakarta : BPK-GM, 2002), 2
[26] Pardomuan Munthe, Catatan Rekaman Akademik di kelas III-A,STT ABDI SABDA MEDAN: Kamis, 6 September 2018
[27] E. P. Gintings, Khotbah dan Pengkhotbahnya, 3
[28] Pardomuan Munthe, Catatan Rekaman Akademik di kelas III-A,STT ABDI SABDA MEDAN: Kamis, 4 September 2018
[29] E. P. Gintings, Khotbah dan Pengkhotbahnya, 3
[30] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, 5-6
[31] E. P. Gintings, Khotbah dan Pengkhotbahnya, 84-85
[32] Lukman Tambunan, Khotbah & Retorika, 2
[33] ......, KBBI, (Jakarta : Balai Pustaka, 2007), 1160
[34] Peniel C.D. Maiaweng, Kelompok Penelahaan Alkitab, (Makassar : STT Jaffray, 2013), 10
[35] A. A. Sitompul, Bersahabat Dengan Firman, (Jakarta : BPK-GM, 1987), 24-25
[36] Peniel C.D. Maiaweng, Kelompok Penelahaan Alkitab, 11
[37] E. P. Gintings, Khotbah dan Pengkhotbahnya, 2
[38] Ernest Maryanto, Kamus Liturgi Sederhana, (Yogyakarta : Kanisius, 2004), 203
[39] Dafid G. Buttrik, Memberitakan Yesus Kristus Dalam Khotbah, (Jakarta : Gunung Mulia, 1996), 77
Share:

POSTINGAN POPULER

Total Pageviews

FOLLOWERS