AYUB 3:1-5
I. PENDAHULUAN
Ayub Pasal 3 adalah salah satu bagian kitab dari
beberapa pasal yang ada, yang berisikan percakapan ataupun perdebatan Ayub
dengan ketiga sahabatnya. Mereka (sahabat Ayub) berusaha meyakinkan Ayub
tentang penyebab penderitaannya sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Menurut
mereka, Ayub pasti sudah melakukan sesuatu yang jahat, sehingga layak menerima
hukuman seperti yang dialaminya. Namun, Ayub bersikukuh bahwa ia tidak
melakukan kesalahan apapun. Pembahasan kali ini ialah perdebatan Ayub yang
pertama dengan sahabat-sahabatnya , dan yang menjadi pembahasan kali ini ialah
Ayub 3:1-7 dengan menggunakan Metode Historis Kristis. Kiranya pembahasan ini
menambah serta memperluas wawasan kita. Yesus Kristus beserta kita semua.
II.
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
Historis Kritis
Historis
Kritis merupakan sebuah metode yang sangat diperlukan untuk menggali kebenaran
Alkitab tersebut dari segi sejarahnya. Historis Kritis juga sering disebut
Kritisme tinggi yang mempertanyakan tentang penulisan dan waktu penulisannya,
kategori-kategori sastranya dan lain sebagainya.[1] Historis
Kristis merupakan salah satu cara penafsiran Alkitab yang menggunakan
perspektif sejarah sebagai alat utama untuk menemukan makna yang terkandung
dalam suatu teks Alkitab. Metode ini juga dikenal sebagai metode Kritikal
Historikal atau Kritisme Tinggi, sebagai suatu cabang kritisme pustaka yang
meneliti asal usul suatu teks kuno untuk memahami “dunia dibalik teks itu”.[2]
Metode
penafsiran Historis Kristis muncul sebagai kritik terhadap penafsiran
tradisional (Alegoris dan Tipologis) yang menekankan Alkitab adalah dokumen sejarah
yang didalamnya terdapat wahyu Ilahi sehingga penafsiran berguna untuk mencari
bagaimana peristiwa itu terjadi yang fokus pencariannya adalah masalah sejarah,
tempat dan waktunya. Oleh karena itu metode Historis Kritis memperhitungkan
semua bukti-bukti Historis Kristis atau sejumlah periode sejarah yang
didalamnya teks itu sendiri, yaitu bagaimana yang mempengaruhinya,
pemeliharaannya, dan perluasannya.[3]
Metode ini dianggap ideal karena sangat menghargai teks, menghubungkan teks dan
konteks, dan memberi perhatian yang wajar terhadap bingkai ucapan.[4]
2.2.Tujuan
Metode Historis Kristis Dalam Penafsiran Alkitab
Tujuan
dari penafsiran Historis Kritis adalah untuk menemukan arti dan makna dari
sebuah teks dengan mengutamakan dari segi kesejarahannya secara kritis dan
sistematis dan menjaga agar penafsir-penafsir tidak memaksa teks dari
kebudayaan asing atau masa-masa yang lebih awal dari kebudayaan seorang kedalam
horizon pengertian masa kini.[5]
2.3.Kelebihan
Dan Kelemahan Metode Historis Kritis
1.
Kelebihan
Metode Historis Kristis
·
Mudah dalam mencari data dan dapat
mencari data lebih tuntas dan menggali informasi yang diperlukan.
·
Tidak ada ke khawatiran terjadi
interaksi antara peneliti dan objek .
·
Sumber data sudah dinyatakan secara
denitif baik nama pengarang, tempat dan waktu.
·
Tidak terlalu melibatkan penelitian
secara fisik.
2.
Kekurangan
Metode Historis Kritis
·
Tergantung pada data yang diamati oleh
orang lain dimasa lampau.
·
Data yang digunakan banyak pada primer.
·
Metode ini mencari data secara lebih
tuntas serta menggali informasi yang lebih tua yang tidak diterbitkan ataupun
dikutip dalam bahasa maupun standard.[6]
2.4.Pengantar
Kitab Ayub
2.4.1.
Pengertian
Kitab Ayub
Nama
Ayub (Ibr. Iyyov) artinya “Dimanakah Bapa-Ku”. Nama ini menggambarkan
penderitaan yang sedang dialami oleh si tokoh (Ayub) pada zaman itu. Banyak
ungkapan yang dapat digunakan menjelaskan pengertian manusia, tetapi dalam
tradisi hikmat ungkapan, mencari Bapa atau mempertanyakan “Bapa” adalah symbol
penderitaan yang tertinggi.[7]
Kitab ini dikatakan kitab hikmat karena berisikan filsafat-filsafat hidup yang
membimbing manusia kepada keberhasilan hidup.[8]
2.4.2.
Latar
Belakang Kitab Ayub
Walaupun
memastikan latar belakang sejarah tidaklah mungkin selain tidak relevan, adalah
perlu untuk membicarakan latar belakang sastra sebuah kitab seperti kitab Ayub.
Kitab ini berisi aneka ragam gaya sastra, termasuk dialog, percakapan diri,
wacana, narasi, dan nyayian pujian.[9]
Zaman
yang melatarbelakangi Ayub ditemukan dalam prolog (ps. 1-2) dan epilog
(42:7-17).[10]
Kisah tentang Ayub diceritakan terjadi pada suatu masa sebelum bangsa Israel
ada. Ayub disebutkan dalam Kitab Yehezkiel (14:13,20), bersama dengan Nuh,
sebagai orang yang setia pada zaman purba. Pada masa Ayub, kekayaan diukur
berdasarkan jumlah ternak dan pelayan yang dimiliki seseorang, bukan uang karena
uang memang tidak digunakan secara umum pada waktu itu. Para musuh Ayub, orang
Syeba dan Kasdim (1:15,17), hidup pada zaman leluhur Israel yang paling awal.
Jenis kurban yang disebutkan dalam cerita ini (42:8) tampaknya merupakan kurban
yang umum pada zaman purba dan bukan kurban yang disyaratkan para imam Israel
dengan cerita-cerita kuno yang berasal dari Babel dan Mesir.[11]
Kitab Ayub juga sebagai karya yang memberi bentuk sastra pada pengalaman yang
dihayati banyak orang dan diperhadapkan pada pembaca dalam bentuk cerita dan
puisi.[12]
2.4.3.
Penulis
Dan Waktu Penulisan Kitab Ayub
Penulis
kitab ini tidak diketahui. Di antara nama penulis yang pernah ditemukan adalah
Ayub sendiri, Elihu, Musa, Salomo, Yesaya dan Hizkia, tetapi tidak ada bukti
sama sekali. Menurut tradisi resmi orang Yahudi, Musa adalah penulisnya tetapi
tidak ada dukungan konkrit terhadap pendapat itu.[13]
Ada 3 pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis. Kitab ini disusun
yaitu:
1. Selama
Zaman para leluhur (sekitar 2000 SM) tidak lama sesudah semua peristiwa ini
terjadi dan mungkin ditulis oleh Ayub sendiri.
2. Selama
zaman Salomo atau tidak lama sesudah itu (sekitar 950-900 SM), karena bentuk
dan gaya penulisannya mirip dengan kitab sastra hikmat masa itu.
3. Selama
masa pembuangan (sekitar 586-538 SM), ketika umat Allah sedang bergumul mencari
arti Teologis dari bencana mereka.
Penulis
yang tidak dikenal, jikalau bukan Ayub sendiri, pastilah memiliki sumber-sumber
lain atau tertulis yang terinci dari zaman Ayub, yang dipakainya di bawah
dorongan dan ilham ilahi untuk menulis kitab ini sebagaimana adanya sekarang.
Beberapa bagian dari kitab ini pasti telah diberikan melalui pernyataan
langsung dari Allah (Ayub 1:6; 2:10).[14]
2.4.4.
Tujuan
Dan Pesan Penulisan Kitab Ayub
Tujuan
Kitab Ayub adalah menyelidiki keadilan perlakuan Allah terhadap orang benar.
Penyelidikan ini menyusun dua pokok utama:
1. Iblis
secara tidak langsung menyatakan dalam pasal 1:9-11 bahwa kebijakan Allah dalam
memberkati orang benar justru menghalangi
perkembangan kebenaran yang sejati. Berkat menyebabkan orang-orang mau
hidup benar karena keuntungan yang akan mereka peroleh. Iblis menyatakan bahwa
pernyataannya dapat dibuktikan dengan cara menghentikan berkat-berkat Ayub.
Iblis beranggapan bahwa tidak ada orang yang mau hidup benar tanpa pamrih, dan
hal itu tidak mungkin ada dalam system yang dijalankan Allah, dalam kasus ini
kebijaksanaan Allah yang diuji, bukan Ayub.
2. Ayub
bertanya-tanya bagaimana mungkin Allah dapat membiarkan orang benar menderita.
Sekali lagi, kebijaksanaan Allah diuji. Pesan yang diambil oleh Kitab ini
sehubungan dengan masalah setan ialah bahwa kebiasaan Allah untuk memberkati
orang benar tidaklah menghalangi pengembangan kebenaran sejati. Berkenaan
dengan situasi Ayub, pesannya adalah bahwa Allah tidak berkewajiban dengan untuk
memastikan bahwa orang benar menerima berkat dan hanya berkat. Dunia ini lebih
kompleks dari pada itu.[15]
Dalam
kedua hal ini keadilan Allah tersimpul dalam hikmatnya. Kendatipun kita tidak
dapat memperoleh informasi yang cukup untuk membenarkan keadilan Allah, kita
memiliki informasi cukup untuk meyakini hikmatnya yang penuh kebaikan.
Pembelaan diri Allah, jika dapat dikatakan demikian, dilakukan dengan
menetapkan bahwa hikmat-Nya melampaui segala hikmat manusia.[16]
2.4.5.
Ciri-Ciri
Kitab Ayub
Berikut
ini adalah beberapa ciri-ciri khas dari kitab Ayub, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Ayub
adalah penduduk Arab Utara. Seorang yang bukan Israel yang benar dan takut akan
Allah, mungkin ia telah hidup sebelum keluarga perjalanan Israel ada.
2. Kitab
ini menyajikan pembahasan terdalam yang pernah tertulis mengenai rahasia
penderitaan sebagai puisi dramatic. Drama dalam kitab ini berisi rasa kesedihan
yang mengharukan dan dialog intelektual yang menggugah perasaan.
3. Kitab
ini menyikapkan suatu dinamika penting yang beroperasi dalam setiap ujian berat
orang saleh.
4. Kitab
ini memberikan sumbangan tidak ternilai kepada seluruh pernyataan Alkitabiah
tentang pokok-pokok penting seperti Allah, umat manusia, pencipta, iblis, dosa,
kebenaran, penderitaan, keadilan, pertobatan dan iman.
5. Kitab
ini mencatat penilaian teologis yang salah tentang penderitaan Ayub oleh
teman-temannya.
6. Peranan
iblis sebagai penuduh orang benar ditujukan dengan lebih jelas.
7. Secara
dramatis, kitab Ayub mempertunjukkan prinsip Alkitabiah bahwa orang percaya diubah
oleh pernyataan dan bukan informasi.[17]
2.4.6.
Analisa
Struktur Kitab
Berikut
adalah struktur kitab Ayub yang diuraikan dalam buku “Alkitab Edisi Studi”.[18]
·
Cerita Ayub di mulai (1:1-2:13)
·
Ayub berbicara dengan sahabat-sahabatnya
tentang penderitannya (3:1-31:40)
-
Debat babak pertama (3:1-14:22)
-
Debat babak kedua (15:1-21:34)
-
Debat babak ketiga (22:1-31:40)
·
Elihu berbicara kepada Ayub dan
sahabat-sahabatnya Ayub (32:1-37:24)
·
Tuhan berbicara kepada Ayub dan Ayub
menjawab (38:1-42:6)
·
Kisah Ayub berakhir (42:7-17).
Berikut
ini juga adalah struktur kitab Ayub yang diuraikan dalam buku “Tafsiran Alkitab
Masa Kini”[19]
·
Prolog
(1:1-2:13)
1:1-5 : Seorang yang baik dalam dunia
yang berdosa
1:6-12 : Langit mulai kelam
1:13-22 : Badai mulai membahan
2:18 : Badai bergelora
2:9-13 : reaksi terhadap badai
·
Putaran
pembicaraan-pembicaraan pertama (3:1-14:22)
3:1-26 : Hidup celaka! Kematian yang
penuh berkat!
4:1-5:27 : Elifas berbicara
6:1-7:21 : Ayub menjawab Elifas
8:1-22 : Bildad berbicara
9:1-10:22 : Ayub menjawab Bildad
11:1-20 : Zofar berbicara
12:1-14:22 : Ayub menjawab kawan-kawannya.
·
Putaran
pembicaraan-pembicaraan kedua (15:1-21:34)
15:1-35 : Pembicaraan Elifas yang kedua
16:1-17:16 : Ayub menjawab Elifas
18:1-21 : Pembicaraan Bildad yang kedua
19:1-29 : Ayub menjawab Bildad
20:1-29 : Pembicaraan Zofar yang kedua
21:1-34 : Ayub menjawab Zofar.
·
Putaran
pembicaraan-pembicaraan ketiga (22:1-31:40)
22:1-30 : Pembicaraan Elifas yang ketiga
23:1-24:25 : Ayub menjawab Elifas
25:1-6 : Pembicaraan Bildad yang ketiga
26:1-14 : Ayub menjawab Bildad
27:1-31:40 : Ayub menjawab kawan-kawannya.
·
Bagian
Mengenai Elihu (32:1-37:42)
32:1-22 : Musabab campur tangan Elihu
33:1-33 : Elihu mencela sikap Ayub terhadap
penderitaan
34:1-9 : keluhan-keluhan Ayub
diringkaskan
34:10-33 : Keluhan Ayub yang pertama disangkal
35:1-16 : Keluhan Ayub yang kedua disangkal
36:1-37:24 : Karya-karya besar dari Allah.
·
Tuhan
Menjawab Ayub (38:1-41:25)
38:1-3 : Ayub dipanggil
mempertanggung-jawabkan
38:4-38 : Keajaiban-keajaiban dari dunia
yang tidak bernyawa
39:1-33 : keajaiban- keajaiban dari dunia
hewan
39:34-41:25 : Kekuasaan Agung Allah
·
Jawaban
Ayub Terhadap Firman Ilahi (42:1-6)
·
Epilog
(42:7-17)
42:7-10 : Berkat-berkat rohani untuk Ayub
42:11-17 : Berkat-berkat jasmani untuk Ayub
Keputusan
: Berdasarkan
kedua struktur diatas, maka penafsir lebih memilih
struktur kitab Ayub
yang diuraikan dalam buku Tafsiran
Alkitab Masa Kini” karena strukturnya lebih terperinci (detail) dan
mengajak pembaca untuk lebih mudah memahami bagian-bagian yang terdapat dalam
teks dalam kitab Ayub.
2.4.7.
Tema-Tema
Teologia Kitab Ayub
1.
Kebebasan
Allah
Baik Ayub dan
sahabat-sahabatnya betul-betul dibingungkan oleh kebebasan Allah.
Sahabat-sahabat Ayub mengira penderitaan selalu dan hanya tanda hukum Allah.
Ayub tidak dapat membayangkan tujuan mana yang akan dicapai melalui penderitaan
yang tidak sepatutnya ia terima. Kitab ini memperkenalkan Allah yang bebas
bertindak secara mengejutkan, memperbaiki penyimpangan manusia dan mengoreksi
kitab-kitab yang ditulis tentang Dia (Ayub 1:6-12).
2.
Pencobaan
oleh iblis
Di dalam Kitab Ayub,
iblis memperoleh ijin masuk kehadapan Allah. Namun, iblis tunduk kepada
kekuasaan Allah yang tertinggi. Iblis merupakan lawan dari kehendak Allah. Ia
berusaha untuk menggoda umat Allah secara jasmani maupun rohani (Ayub 2:1-8).
3.
Kekuatan
untuk menderita
Tidak semua orang harus
tahan terhadap penderitaan, seperti yang dialami Ayub, namun penderitaan yang
terus berlangsung merupakan beban setiap manusia. Kita meyakini Allah akan
mendatangkan hal yang baik melalui penderitaan walaupun setiap orang tidak
menyukai penderitaan. Kitab ini memperlihatkan tentang kesetiaan Ayub kepada
Allah. Suara hatinya bersih walaupun kepedihannya luar biasa, tetapi Ayub
mengetahui, penyerahannya kepada Allah dan ia percaya penyerahannya akan
membuat dia bertahan sampai akhir hayat dan sesudahnya (Ayub 19:23-29).
2.5.
Sitz Im Leben
2.5.1.
Konteks
Sosial
Ayub
memiliki hubungan erat dengan Allah. Hal itu Nampak dari
perkataan-perkataannya. Ia begitu dekat dengan Allah dan memperlakukan-Nya
sebagai Allah yang hidup. Ia tetap memelihara hubungan dengan Allah yang hidup.
Sekalipun menderita sengsara, tidak pernah mengutuki Allah, sebagaimana
diyakini Iblis, ia tidak pernah mengecilkan Allah dengan pola pikirnya sendiri.[20]
2.5.2.
Konteks
Budaya
Besarnya
kesalahan mereka terlihat dari besarnya kurban bakaran yang di tuntut Allah tujuh
ekor domba jantan. Dengan kurban bakaran sebesar itu, Allah ingin mereka
menyadari betapa berat dosa yang mereka alami.[21]
2.5.3.
Konteks
Agama
Dan Allah mengabulkan
permohonan Ayub, Rahmat Allah menang. Sahabat-Sahabat Ayub tidak dihuku, mereka
hanya bisa menundukkan tengkuk yang tegar, kepala yang dipenuhi penalaran
manusiawi. Mereka telah bertobat dari teologi yang sesat, yang selama ini
menggambarkan Allah sesuai dengan nalar mereka sendiri dan karena itu hati dan
jiwa mereka tertutup bagi Allah.[22]
2.5.4.
Konteks
Politik
Begitu
yakin ketiga orang itu atas kebenaran pendapat mereka tentang Allah, sehingga
mereka bahu-membahu menentang Ayub yang menuduh Allah telah bertindak tidak
adil. Mereka saling menguatkan perkataan masing-masing, sebaliknya, Ayub
bertahan pada pendapatnya. Tapi ternyata, Allah membenarkan Ayub, sebaliknya
murka terhadap Elifasdan dan kedua temannya.[23]
2.5.5.
Konteks
Ekonomi
Ayub
kembali memperoleh harta miliknya, bahkan jumlahnya tambah dua kali lipat. Ia
juga mendapat keluarga yang baru yaitu memiliki tujuh anak laki-laki dan tiga
perempuan sama seperti semula.[24]
2.6.Analisa
Sastra
Kitab
Ayub termasuk salah satu dari kelompok kitab hikmat yang termasuk dalam
kitab-kitab hikmat dalam perjanjian lama. Antara lain Amsal, Ayub, dan
Pengkhotbah. Kitab-kitab ini disebut kitab Hikmat karena kitab ini berisi
filsafat-filsafat yang membimbing manusia kepada keberhasilan hidup.[25]
2.7.Analisa
Tradisi
Menurut
tradisi Yahudi terletak di sebelah tenggara Laut Mati dan menurut Tradisi
Muslim di leher Gunung Lebanon. Orang itu bernama Ayub. Nama ini digunakan
banyak orang di Timur tengah kuno, namun
ia diberikan arti yang berlainan dalam tiga budaya: di Babel kuno artinya
“Dimana Bapa, Allah”, dalam bahasa Ibrani, “Dia yang dimusuhi” entah oleh Allah
atau oleh manusia dan dalam bahasa Arab, “Dia yang berbalik, bertobat”. Kita
akan melihat bahwa ketiga makna itu menunjukkan segi tertentu dari pengalaman
Ayub.[26]
2.8.Analisa
Teks
2.8.1.
Perbandingan
Bahasa
Ayat
1 LAI : Mengutuki
PSB : Isumpahina (Disumpahi nya)
NIV : Cursed (Terkutuki)
TM : וַיְקַלֵּ֖ל (Terkutuki)
Kesimpulan
: Yang mendekati TM yaitu NIV
Ayat 2 : Tidak ada perbedaan yang disignifikan
Ayat 3 LAI : Hilang lenyap
PSB : Sumpahilah (Terkutuklah)
NIV : May perish (Mungkin Binasa)
TM : יֹ֣אבַד (Mungkin binasa)
Kesimpulan :
yang mendekati TM yaitu NIV
Ayat 4 : Tidak ada perbedaan yang disignifikan
Ayat 5 LAI : Gerhana matahari mengejutkannya
PSB : sasapken matawarina (di hapuskan
mataharinya)
NIV : the blackness of the day (kegelapan hari
ini)
TM : יֽוֹם כִּֽמְרִ֥ירֵ (kegelapan hari ini)
Kesimpulan :
yang mendekati TM yaitu NIV
2.8.2.
Kritik
Aparatus
Ayat 6: Dari teks mosara terdapat kata יִ֭חַדְּ־לאַ (Jangan ia bersukacita). Kritik aparatus mengusulkan
pada Perjanjian Lama terjemahan Yunani (septuaginta) yaitu ειη (tidak), yang
tertulis pada Vulgata; diusulkan oleh (peneliti modern) yaitu יחד (bersama).
Keputusan: Penafsir menolak kritik aparatus karena memperkabur
makna dalam teks.
2.8.3.
Terjemahan
Akhir
Ayat 1 : Sesudah itu Ayub membuka mulutny dan terkutuki
hari kelahirannya
Ayat
2 : Maka
berbicaralah Ayub
Ayat 3 : “Biarlah mungkin binasa hari
kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak laki-laki telah ada dalam
kandungan.
Ayat 4 : Biarlah hari itu menjadi kegelapan,
jangalah kiranya Allah yang di atas menghiraukannya, dan janganlah cahaya
terang menyinarinya.
Ayat 5 : Biarlah kegelapan dan kekelaman
menuntut hari itu, awan-gemawan menudunginya, dan kegelapan hari ini.
2.9.Tafsiran
Ayat
1 : Mengukuti Hari Kelahirannya. Didalalam Buku Tafsiran Wycliffe, Ayub duduk bersama-sama dengan para
ahli-ahli filsafat, yang dimana Ayub mau tidak mau akhirnya juga berfilsafat
tentang pengalaman yang sangat menyedihkan itu.[27]
Yang dimana para ahli filsafat tersebut adalah para sahabatnya, Kesedihannya yang terbesar ialah bahwa Allah
tampaknya telah meninggalkannya. Dalam tutur katanya (3:2-26) Ayub dengan
terus-terang memberitahukan perasaannya kepada Allah. Ia mulai dengan mengutuki
hari lahirnya dan keadaan yang
menyedihkan, tetapi perhatikan bahwa dalam semua ini Ayub tidak mengutuk Allah.
Seruannya merupakan ungkapan penderitaan dan keputusasaan, bukan seruan yang
menentang Allah.
Kutukan
dan ratapan Ayub terjadi setelah dikunjungi oleh ketiga sahabatnya, Elifas,
Bildad, dan Zofar. Dalam Ayub 2:11 istilah “belangsukawa”
dipakai dalam rangka meninggalnya anak-anak Ayub yang sakit, tetapi juga ber-belangsukawa
terhadap Ayub yang berdukacita karena kematian anak-anaknya. Namun, ada dwiarti
yang tersembunyi dalam terjemahan tersebut. Bisa saja bahwa sahabat-sahabat
Ayub berbelangsukawa terhadap Ayub, yang menurut sahabat-sahabatnya sebentar
lagi akan mati menyusuli anak-anaknya. Dapat dibayangkan perasaan Ayub dianggap
seperti itu, dan perasaan ini tentunya menjadi salah satu sebab penilaian Ayub
terhadap teman-temannya.[28]
Dengan
mengutuk kehidupannya sendiri, Ayub sebenarnya mencoba berdebat dengan Yang
Berdaulat, yang telah menetapkan hidupnya, apapun yang tidak disertai dengan
Iman adalah dosa. Demikian juga dengan manusia zaman sekarang,
banyak sekali cobaan-cobaan yang membuat kita menderita, seperti bencana alam,
penyakit, masalah ekonomi dsb. Jalan yang terbaik bagi orang percaya adalah
mengungkapkan keraguan dan perasaan kita dengan jujur kepada Tuhan di dalam
setiap doa. Menghampiri Allah dengan kesedihan dan dukacita serta meminta
pertolongan kepada Dia tidaklah salah. Sama seperti Yesus yang bertanya kepada
Allah “Allahku Allahku, mengapa engkau meninggalkan aku?”
Ayat
2-3
Dalam
kamus Alkitab hari yang dimaksudkan dalam siatuasi Ayub, Hari dalam kitab para nabi sering kali
disebutkan tentang hari Tuhan / hari
terakhir, hari penghakiman. Dalam
hal ini sangat ditekankan bahwa kesengsaran Ayub adalah hari terakhir dalam
hidupnya serta ini merupakan kesengsaraan yang tak terelakkan yang dihadapi
Ayub, dia menyesal telah lahir kedunia. Ia tidak ingin pernah dilahirkan. Ia saat
ini menghapus semua ingatan akan masa-masa jayanya pada saat Ayub meratapi
kenyataan bahwa dirinya telah dilahirkan dan juga Ayub berkata demikian karena
telah lelah memikirkan pencobaan kepada dirinya. Sahabat Ayub tidak mampu lagi
berkata-kata lagi kepada Ayub karena ketika mereka dating dari jauh mereka
tidak mengenalnya lagi, Ayub begitu kurus dan lemah, mereka menangis dengan
suara nyaring dan mengoyak-ngoyak jubahnya dan menaruh debu di kepala terhadap
langit sesuai dengan adat mereka yang ditengah kesusahan Ayub, dia tidak
melihat jalan keluar selain maut. Sama dengan sejumlah pemazmur, Ayub menyebut
kenyataan penderitaannya yang mengerikan dengan rasa sakit dan kiasan yang kuat
ia melukiskan apa yang di alaminya.
Dalam anggapan kuno, bila sehari di coret di
sorga, segala sesuatu yang terjadi pada hari itu ditiadakan. Bertentangan
dengan penciptaan yang ditandai dengan terang (Kej. 1:3), kiranya kegelapan
menghapuskan saat ia dikandung dan hari kelahirannya.[29]
Ayub berkata demikian sebab ingin mencari jawaban atas penderitaanya dan
mungkin Ayub telah lelah memikirkan pencobaan atas dirinya. Banyak orang kuno
yang berfikir bahwa hal yang terbaik ketika dalam permasalahan besar adalah
tidak pernah dilahirkan dan kedua hal itu ketika sudah dilahirkan adalah
meninggalkan dunia secepat mungkin. Hal tersebut sama halnya seperti dalam masa
Herodotus, yang mengatakan bahwa pada saat seseorang di lahirkan, orang trauri,
suatu suku dari Thracians, mempunyai kebiasaan dimana seluruh keluarga duduk
mengelilinginya dan mengisinya untuk kesengsaraan yang akan harus di tanggung
anak itu karena sudah dating ke dalam dunia ini, sedangkan disisi lain pada
saat seseorang mati mereka menguburnya sambil tertawa dan bersukacita karena
mereka berkata sekarang dia sudah bebas dari penderitaan dan menikmati
kebahagiaan yang lengkap.
Ayat
4-5
Ayub hanya mengeluh dan mengungkapkan isi
hatinya yang sangat sedih di dalam penderitaan yang dialaminya tanpa mengatakan
suatu pengharapan ataupun keinginan yang ingin dicapainya lagi. Penafsir
menyatakan bahwa Ayub telah jatuh kedalam suatu tingkat depresi didalam
dirinya, penderitaan lahir batin menguasainya dan tiada pertolongan baginya
karena Tuhan hanya meminta agar iblis jangan
mengambil nyawanya. Banyak sekali manusia yang menjadi korban penderitaan
bahkan mulai sejak kecil sampai pada kedewasaanna. Jutaan anak yang lahir dalam
kemiskinan dan mengalami penindasan atau orang yang menjadi korban bencana
alam, penyakit, kecelakaan. Para psikolog menekankan bahwa setiap bayi takut
ditinggalkan dan setiap anak menderita karena orang dewasa tidak memahami
kebutuhannya. Demikian pula dengan Ayub, Depresi dikenal dengan kesedihan,
orang merasa sedih dan tidak lagi mampu berhubungan dengan sesame, serta tidak
menerima nasihat ataupun ajakan. Hal ini dialami oleh Ayub ketika ia tidak
dapat berhubungan dengan sahabatnya, sehingga mereka hanya duduk diam selama 7
hari 7 malam. Arti kehidupan hilang, tidak ada tujuan ataupun rencana, tidak
ada yang penting atau yang menarik. Hal ini juga di alami oleh Ayub, oleh
karena penderitaan ini Ayub menginginkan agar hari kelahirannya hilang dan dia
tidak pernah dilahirkan dalam dunia ini. Kesulitan dalam mengambil keputusan
dan melakukannya, sehingga Ayub tidak tahu apa lagi yang harus dia lakukan sehingga
dipasal tiga Ayub hanya meratapi penderitaannya terus menerus sampai pada pasal
empat sahabatnya Elifas menegurnya.
Perasaan
yang dirasakan Ayub membuat dia kurang baik dan bersalah atau tidak mampu
memperbaiki situasi. Seperti yang dikatakan dalam Ay. 5 .Tetapi Biarlah
Kegelapan Dan Kekelaman Menuntut Hari Itu, Kesengsaraan tak terelakkan yang
dihadapi Ayub saat ini menghapus semua ingatan akan masa-masa jayanya pada saat
Ayub meratapi kenyataan bahwa dirinya telah dilahirkan. Kiranya Yang Mahakuasa
tidak menerangi hari kelahirannya (ay.4). Pada pasal 12 dikatakan bahwa Ayub
mengakui kekuasaan Allah dan hikmat Allah sehingga pada akhirnya ia menerima
berlimpah berkat Tuhan jauh lebih banyak dari pada yang dimiliki sebelumnya.
Pencobaan kepada manusia akan selalu ada karena tanpa pencobaanlah maka iman
kita dapar bertumbuh. Oleh karena itu tetaplah bertahan dalam pencobaan Tuhan
Allah , kita tidak pernah meninggalkan kita dalam setiap pencobaan kita. Ayub
yang tetap mengakui kekuasaan Allah dalam hidupnya yang membuat keadaan
hidupnya kembali kepada semula, dan bahkan lebih berlimpah dari sebelumnya.
2.10.
Refleksi
Teologis
Roma
5:3-4 “3Dan
bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena
kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, 4dan ketekunan menimbulkan tahan uji
dan tahan uji menimbulkan pengharapan”
Ditengah
kesulitan-kesulitan, kasih karunia Allah memungkinkan kita mencari Dia dengan
lebih bersungguh-sungguh dan menghasilkan roh dan sifar tabah yang mengatasi
pencobaan hidup ini. Penderitaan menimbulkan ketekunan bukan membawa kepada
keputusasaan dan ketekunan itu menghasilkan sifat yang dapat diandalkan dan
sifat yang dapat diandalkan itu menghasilkan pengharapan matang yang tidak akan
mengecewakan. Melalui ayat ini kita diberitahu bahwa tidak ada pencobaan yang
dating kepada kita yang melebihi kekuatan kita. Memang kesengsaraan yang kita
alami sangatlah berat bagi kita, namun jika kita bisa melewatinya kita akan
merasakan kesengsaraan itu adalah hal yang sudah biasa. Terkadang kesengsaraan
yang datang memperdekat kita dengan Tuhan. Oleh sebab itu, marilah kita meminta
kekuatan dan hikmat yang berasal dari pada Tuhan , karena dunia ini adalah
miliknya dan kita juga adalah miliknya. Dialah sumber segala kehidupan yang ada.
2.11.
Skopus
“Memahami
Kesengsaraan dan Pencobaan hidup”
III.
KESIMPULAN
Kitab Ayub pada Pasal yang ketiga ini melukiskan
kehancuran hati Ayub didalam perdebatannya dengan para sahabat-sahabatnya,
hingga Ayub sampai mengutuki hidupnya yang mengapa ia tidak mati didalam
kelahirannya. Inilah puncak ketabahan rohani Ayub terbentang jurang penderitaan
Rohani maupun Jasmani Ayub. Penurunan kedalam dan pendakian ke luar dari jurang
itu ditandai oleh beberapan perubahan sifat rohani yang dramatis sangat
mendadak. Nas ini merupakan perdebatan ayub yang pertama dan kehancurannya
secara tiba-tiba dan mengejutkan dari kesabaran Ayub secara tiba-tiba dan
mengejutkan dari kesabaran ke dalam keputusasaan yang sangat mendalam sampai ia
mengutuki kehidupannya. Namun satu hal yang yang perlu diketahui dari tafsiran ini, bahwasanya Ayub bukanlah
mengukuti Tuhan atau merendahkan kuasa Tuhan.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, Jakarta; BPK Gunung Mulia, 2007
Soulen, Richard N. Soulen, R.Kendall, Handbook of Biblical Criticim, Lousilville,
Ky: Westminster John Knox Press,
Robert M.Grant dan David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000
J.Damamain, Tafsir Perjanjian Lama, Jakarta: DA Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat (Kristen) Prostestan, 1998
A. Heuken, Ensiklopedia di Gereja Jilid 4, Jakarta: Yayasan Cipta Lokal
Caraka, 2005
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-Kitab Perjanjian
Lama, Medan: Bina Media Perintis,
2016
Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2,
Bandung: Bina Media, 2009
Andrew E Hill & John H.Walton, Survei Perjanjian Lama, Malang: Penerbit
Gandum Mas, 2013
….., Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 1994
….., Alkitab Edisi Studi, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2015
Marie dkk, Ayub, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016
Denis Green, Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas,
1984
….., Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas, 2000
Andrew E Hill & John H.Walton, Survei Perjanjian Lama, Malang: Penerbit
Gandum Mas, 2008
A. Simanjuntak, Tafsiran Alkitab Masa Kini, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1994
C. Bijl, Ayub Sang Kolongmerat, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000
….., The Wycliffe Bible Commentary,
Jakarta: Gandum Mas, 2014
Emanuel Gerrit Singgih, Dua Konteks, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009
[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta; BPK Gunung
Mulia, 2007), 2019
[2] Soulen, Richard N. Soulen,
R.Kendall, Handbook of Biblical Criticim,
Lousilville, Ky: Westminster John Knox Press, 78
[3] Robert M.Grant dan David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 6
[4] J.Damamain, Tafsir Perjanjian Lama, (Jakarta: DA Direktorat Jendral Bimbingan
Masyarakat (Kristen) Prostestan, 1998), 23
[5] Robert M.Grant dan David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, 173
[6] A. Heuken, Ensiklopedia di Gereja Jilid 4, (Jakarta: Yayasan Cipta Lokal
Caraka, 2005), 228
[7] Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-Kitab Perjanjian
Lama, (Medan: Bina Media Perintis, 2016), 143
[8] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2,
(Bandung: Bina Media, 2009), 202
[9] Andrew E Hill & John
H.Walton, Survei Perjanjian Lama,
(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2013), 427
[10] ….., Tafsiran Alkitab Masa Kini 2, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 1994), 67
[11] ….., Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2015),
816
[12] Marie dkk, Ayub, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 27
[13] Denis Green, Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama,
(Malang: Gandum Mas, 1984), 123
[14] ….., Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang: Gandum Mas, 2000),
755
[15] Andrew E Hill & John
H.Walton, Survei Perjanjian Lama,
(Malang: Penerbit Gandum Mas, 2008), 433
[16] Ibid
[17] ….., Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, 755
[18] ….., Alkitab Edisi Studi, 816
[19] A. Simanjuntak, Tafsiran Alkitab Masa Kini, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1994), 69-70
[20] C. Bijl, Ayub Sang Kolongmerat, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2000), 73
[21] Ibid, 75
[22] Ibid, 75
[23] Ibid, 72-73
[24]
C. Bijl, Ayub Sang Kolongmerat, 76
[25]
Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, 202
[26] Marie dkk, Ayub, 31
[27] ….., The Wycliffe Bible Commentary,
(Jakarta: Gandum Mas, 2014),36
[28] Emanuel Gerrit Singgih, Dua Konteks, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009),193
[29]
Marie dkk, Ayub,, 46