Penafsiran Terhadap Kitab Kisah Para Rasul 17:22-25 Secara Kontekstual Sebuah Pendekatan Budaya

Penafsiran Terhadap Kitab Kisah Para Rasul 17:22-25 
Secara Kontekstual Sebuah Pendekatan Budaya

I.                        PENDAHULUAN
Dalam perbedaan budaya yang ada di muka bumi, sering sekali membuat banyak kesalahpahaman yang membuat timbulnya kebingungan dalam pikiran manusia. Sesungguhnya kebingungan tersebut timbul dari perkataan manusia itu sendiri. Injil bahkan sering sekali diperhadapkan atas segala aspek kehidupan yang ada. Untuk permasalahan budaya pun juga sering diperhadapkan oleh manusia terhadap Firman Injil. Untuk kesempatan kali ini, kami para kelompok penyaji akan memaparkan hasil diskusi kami mengenai tafsiran kitab Kisah Para Rasul 17:22-24 dan juga diperhadapkan kepada budaya pemahaman Orang Simalungun mengenai Naibata. Semoga bermanfaat.
II.                        PEMBAHASAN
2.1.            Pengertian Metode Kontekstual
Dalam KBBI, arti kata “Kontekstual” adalah yang berhubungan dengan konteks.[1] Kata “Konteks” berasal dari dua kata bahasa Latin yang berbunyi Con yang berarti “bersama-sama menjadi satu”. Dan Textus yang berarti “tersusun”. Jadi kata konteks di sini dipakai untuk menunjukkan hubungan yang menyatukan bagian Alkitab yang ingin ditafsir dengan sebagian atau seluruh Alkitab. Salah satu contohnya analisa konteks. Artinya bila seseorang kesulitan dalam menafsir suatu ayat tersebut, dan masih kurang jelas ia perlu melihat konteks pasalnya, bahkan kitabnya. Jadi dapat disimpulkan metode penafsiran kontekstual di mana ayat yang ingin ditafsir sesuai dengan konteksnya. Baik dalam konteks budaya, sosial dan agama secara menyeluruh sehingga mendapatkan makna yang sesuai.[2]
2.2.             Pengertian Budaya 
Dalam KBBI, disebut bahwa budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedangkan Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.[3] Kebudayaan adalah suatu tata cara hidup sekelompok manusia yang menyangkut/menghasilkan kebiasaan, kepercayaan, keyakinan, pedoman-pedoman, mental, ahklak, kejiwaan, ritual-ritual/upacara-upacara, adat, ikatan, kekuatan spiritual. Semua ini dipupuk sedikit demi sedikit dari tata cara hidup para leluhur disekelompok masyarakat pada suatu daerah/negeri. Perpaduan antara 2 masyarakat yang berlainan kebudayaan yang telah ada dan lahirlah suatu kebudayaan komposisi baru. Perubahan ini berlaku dari masa ke masa. Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil budaya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu  faktor geografis, budaya dan berbagai kondisi yang objektif.[4]
2.3.             Pengantar Kitab Kisah Para Rasul
2.3.1.        Latar Belakang Kitab Kisah Para  Rasul
             Dalam sebuah naskah dari bagian terakhir abad ke-2 sesudah Kristus. Sudah terdapat nama “Kisah Para Rasul” disebut demikian karena kisah ini hampir semuanya menceritakan para Rasul setelah Tuhan Yesus naik ke Surga.[5] Kisah Para Rasul merupakan satu-satunya penghubung antara pelayanan dan pengajaran Kristus dengan agama Kristen yang telah mencapai kepenuhan bentuknya dalam surat-surat Paulus dan para penulis perjanjian lainnya.[6] Inti kitab ini terutama menekankan perbuatan dan pekerjaan pemberitaan Injil oleh dua Rasul Tuhan, yaitu: Rasul Petrus (pasal 1:12) dan Rasul Paulus (pasal 13-28). Kitab ini sudah ada sejak semula disebut Kisah Para Rasul dan tercantum di kanon Alkitab. Dalam kanon Muratorianus (±200 sesudah Kristus).[7]
2.3.2.                  Penulisan, Waktu, Tempat Penulisan Kitab
Kisah Para Rasul diselesaikan jauh setelah Kitab Injil Lukas diselesaikan, yang menjadi patokan daripada kitab Kisah Para Rasul kira-kira pada tahun 85. Namun disatu sisi umumnya, peganut These  ini menempatkan Injil Lukas kira-kira pada tahun 85 dan Kisah Para Rasul pada tahun 95. Waktu penulisan Kitab Kisah Para Rasul menyusul sesudah Kitab Injil Lukas.[8] Mengenai tempat penulisannya sama sekali tidak ada ketentuan, Lukas seorang Siria dari Anthiokhia, yang pekerjaannya adalah tabib menjadi murid dari Rasul, dan kemudian letaknya di tanah Yunani, penuh dengan Roh Kudus pada umur 84 tahun tanpa seorang isteri dan anak, sesudah ia melayani Tuhan dengan tidak menyimpang. Sesudah ada Injil, yakni Injil Matius yang ditulis di tanah Yudea dan Injil Markus yang ditulis di Italia, ia pun mengarang Injil yang didorong oleh Roh Kudus.[9]
Secara umum hampir semua umat Kristiani mengakui penulisnya adalah Lukas.[10] Meskipun dalam Kisah Para Rasul nama Lukas tidak disebutkan, namun ada nama disebutkan “Ayat-ayat kami”, yakni ayat-ayat dimana Lukas memakai perkataan “kami” dengan jelas menunjukkan kepada Lukas sebagai penulis. Dalam (Kol. 4:14, Filemon  24:2, Timotius 4:11) Lukas disebut sebagai teman sekerja Paulus.[11] Ada beberapa alasan kuat sebagai indikasi untuk membuktikan bahwa Lukas penulis kitab  Kisah Para Rasul adalah sebagai berikut:
1.      Dari Penerimaan
Penerimaan Surat ini adalah Teofilus. Surat ini merupakan surat  kedua yang ditunjukkan kepada Teofilus. Dari keempat Kitab Injil, hanya Injil Lukas yang ditujukan kepada Teofilus (Lukas 1:1-2 dengan Kis. 1:4-14 ).
2.      Dari Pembukaan Surat
Isi kitab Kisah Para Rasulmerupakan sambungan atau kelanjutan kitab Injil Lukas (  Luk. 24:49-52 dengan Kis. 1:4-14 )
3.      Bahasa Surat
Kitab Injil Lukas dan Kitab Kisah Para Rasul  ditulis dengan bahasa Yunani. Hal itu karena Lukas adalah seorang kafir (bukan orang Yahudi), yang telah menerima pendidikan sastra Yunani kuno. Selain itu Lukas juga seorang terpelajar yang menyebut bahwa Lukas sebagai teman sekerja Rasul Paulus yang bersunat.
4.      Dari Kata “Kami”
Dalam Kitab Kisah Para Rasul  banyak menyebut kata ganti orang pertama jamak “kami”.[12]
2.3.3.                  Tujuan Penulisan Kitab Injil Kisah Para Rasul
Lukas mengumpulkan keterangan dari saksi mata tentang kehidupan Yesus dan pengikut-pengikutnya. Ia menulis keterangan ini dalam dua naskah yang sekarang disebut kabar baik (Injil) yang disampaikan oleh Lukas dan Kisah Para Rasul. Keduanya merupakan bagian dari Perjanjian Baru. Bagian pendahuluan pada permulaan Injil Lukas adalah pendahuluan untuk kedua tulisan tersebut. Ada kesinambungan antara dua tulisan ini yang memiliki satu tujuan. Tujuan itu adalah untuk memberikan suatu laporan teratur tentang segala sesuatu yang berlangsung di antar Yesus dan pengikut-pengikutnya. Tulisan Lukas mencakup informasi geografis dan historis yang terperinci. Dia mengaitkan peristiwa-peristiwa didalam kehidupan Yesus dan pengikutnya dengan peristiwa-peristiwa politis pada waktu itu. Lukas menulis cerita-cerita ini dalam bahasa Yunani untuk orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi.[13]
2.3.4.                  Ciri-Ciri Kitab
Ø  Gereja: kitab ini menyatakan  sumber kuasa dri sifat sejati dari misi Gereja bersama beberapa prinsip yang harus menguasai gereja pada setiap angkatan.
Ø  Roh Kudus: oknum ketiga dari Trinitas diseut secara khusus lima puluh kali, Baptisan dalam pelayanan Roh Kudus memberikan kuasa Ilahi (Kis. 1:8), keberanian (Kis.4:31), ketakuan yang Kudus akan Allah (Kis.5:3), kebijaksanaan (Kis.6:3) dan bimbingan (Kis.16:6-20).
Ø  Amanat Gereja Mula-mula:  Lukas dengan cermat mencatat khotbah-khotbah yang di Ilhamkan oleh Petrus, Stefanus, Paulus, Yakobus, dan orang lain yang memberikan pengetahuan tentang Gereja mula-mula yang tidak terdapat dalam kitab Perjanjian Bru lainnya.
Ø  Doa: Gereja mula-mula mengabdikan diri kepada doa yang tetap daan sungguh-sungguh; kadang-kadang sepanjang malam sehingga hasilnya sempurna.
Ø  Tanda-tanda, keajaiban-keajaiban, dan mujizat-mujizat: pernyataan ini menyertai pekabaran Injil di dalam kuasa Roh Kudus.
Ø  Penganiayaan: pekabaran Injil dengan kuasa terus-menerus membangkitkan pertentangan dengan penganiayaan, baik dari pihak agama maupun sekuler.
Ø  Wanita: keterlibatan wanita disebutkan secara khusus dalam pelaksanaan pelayanan gerejawi.
Ø  Kemenangan: temok pemisah (nasional,agama,budaya,suku) dan pertentangan serta penganiayaan tidak dapat menahan meluasnya Injil.[14]
2.3.5.                  Struktur Kitab
1.      Roh Kudus memberikan kuasa kepada Para Rasul Yesus (Kis.1:1-2: 47)
*      Para Rasul mempersiapkan diri untuk menerima Roh Kudus (Kis.2:1-26)
*      Allah menurunkan Roh Kudus (Kis.2:1-47)
2.      Jemaat di Yerusalem (Kis.3:1-8: 3)
*      Petrus dan Yohanes (Kis.3:1-4:22)
*      Kehidupan Jemaat Perdana di Yerusalem (Kis.4:23-5 :42)
*      Para Pemimpin bagi Jemaat Baru (Kis.6:18)
3.      Injil diberitakan di Yudea dan Samaria (Kis.8:4-9:31)
*      Filipus, Petrus dan Yohane di Samaria (Kis.8:4-40)
*      Allah memilih Saulus (Kis.9:1-31)
4.      Injil diberitakan di Dunua bukan Yahudi (Kis.9:32-15:35)
*      Petrus berkhotbah dan mewujudkan Injil itu (Kis.9:32-11:18)
*      Jemaat yang sedang bertumbuh menghadapi penganiayaan (Kis.11:19-12:15)
*      Perjalanan Saulus dan Barnabas untuk memberitakan Injil (Kis.13:1-14:28)
*      Sidang penting di Yerusalem (Kis.15:1-35)
5.      Injil diberitakan di Asia kecil, Yunani dan Roma (Kis.15:36-18:23)
*      Perjalanan Paulus yang kedua (Kis.15:36)
*      Perjalanan Paulus yang ketiga (Kis.18:24)
*      Paulus di Yerusalem (Kis 21:17-23:22)
*      Paulus di Kaisarea (Kis.23:23-26:23)
*      Paulus memberitakan Injil ke Roma (Kis.27:1).[15]
2.4.          Sitz Im Leben
Sitz Im Leben merupakan suatu upaya untuk mencari tahu perihal bidang kehidupan sosial dalam konteks teks yang dapat memperlihatkan dan mempengaruhi teks sebagai suatu pergumulan yang tepat untuk dibahas. [16] Untuk itu, Penafsir akan menggali sejarah kehidupan yang terjadi pada masa Kisah Para Rasul ini yang meliputi konteks keagamaan, Sosial, Budaya, Politik dan Ekonomi.
2.4.1.                  Konteks Keagamaan
Sistem kepercayaan masyarakat pada peradaban Yunani kuno adalah menuju banyak dewa atau politeisme. Agama Yunani Kuno melihat ilah-ilah atau dewa-dewi sebagai kekuatan penyeimbang dan yang mengarahkan. Zeus adalah pembalas kejahatan dan pasangannya Themis adalah ratu yang memberikan hukum. Apollo adalah dewa keteraturan dan keseimbangan. Athena adalah dewi kecerdikan. Hermes adalah dewa yang melindungi saat-saat yang baik. Dionisius adalah dewa kelimpahan dan kesuburan. Namun sudah lama sesudah munculnya Alexander Agung, cirri sakral Yunani kuno makin melemah akibat pengaruh rasionalisme filsafat. Oleh karena itu banyak orang yang akhirnya mencari suatu kepercayaan yang bersifat pribadi sehingga mereka dapat berhubungan langsung dengan dewa. Kebanyakan agama-agama misteri ini berasal dari daerah timur. Aliran ini menganut Deisme artinya percaya kepada suatu keallahan tanpa ada suatu kepribadian dan tanpa adanya penyataan khusus tentangnya. Menurut filsafat ini satu Allah tidak ada hubungannya dan minta terhadap persoalan manusia. Kedua: Stoa, aliran Stoa didirikan oleh Zeno (336-246 SM). Aliran Stoa memandang dunia sebagai suatu sistem yang teratur dan tertutup. Detengah-tengahnya ada prinsip kekal yang disebut Logos. Aliran Stoa ini berpendapat bahwa Allah bukanlah suatu pribadi, oleh karena itu, Filsafat Stoa juga menolak konsep Injil Kristen yang menyatakan bahwa Allah memerangi kejahatan dan mengirim putra-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa. Selain itu filsafat Stoa ini juga berpendapat bahwa untuk dapat memerdekakan pemikiran kita, kita harus dapat menyangkal bahkan melupakan jasmani kita. Ajaran seperti ini tentu tidak sesuai dengan ajaran Kristen.[17]
2.4.2.                  Konteks Sosial-Politik
Sistem yang paling mirip dengan kasta terdapat di lingkungan kekaisaran dan senatorial atau golongan pejabat tinggi di pemerintahan.[18] Masyarakat pada umumnya terbagi atas tiga golongan yaitu golongan atas (Para Bangsawan), golongan menengah (yaitu para imam dan rabi) dan golongan bawah (para budak dan rakyat biasa). Golongan atas ini biasanya adalah para pejabat romawi dan pedagang-pedagang yang berkembang di kota-kota besar seperti Antiokhia, Efesus, Korintus, Delos (pusat perdagangan budak). Kaum budak merupakan jumlah terbesar dalam Negara Romawi, banyaknya orang menjadi budak dikarenakan adanya peperangan, utang piutang dan kelahirann[19] Namun demikian, situasi seperti ini juga mendukung usaha pekabaran injil karena tidak jarang diantara para budak yang ikut menyebarkan agama mereka kepada tuannya walau tidak tertutup kemungkinan budak ini yang mengikuti agama tuannya. Kegemaran manusia untuk menjalin hubungan sosial juga terdapat dalam kehidupan abad pertama. Banyak ikatan persahabatan yang hangat dan tulus dan mereka saling menunjukkan simpati yang lemah lembut kepada teman-teman yang sedih ataupun menghadapi pencobaan. Orang-orang berbaur satu sama lain dalam jalinan kehifdupan sehari-hari. Kehidupan sosial yang berkembang pesat dengan sendirinya membuat masyarakat abad pertama memperhatikan persoalan sandang. Pada umumnya pakaian orang biasa adalah jubah terusan dari bahu sampai ke lutut, yang diikat di pinggang.[20]
2.4.3.                  Konteks Kebudayaan
Gaya hidup yang menonjol adalah munculnya kota-kota atau polis, hal ini membuat orang berusaha untuk meninggalkan gaya hidup suku atau desa dan menyesuaikan diri dengan tuntutan kehidupan kota. Berkembangnya kota mengakibatkan berkembangnya sarana komunikasi yang belum pernah ada sebelumya. Bahasa Yunani sedikit demi sedikit menjadi bahasa pengantar. Hal ini dilihat dari penulisan kitab-kitab Perjanjian Baru yang ditulis dalam bahasa Yunani. Adanya penterjemah Alkitab ini juga berperan dalam pertumbuhan jemaat, karena dapat membantu orang non-Yahudi yang tidak mengerti bahasa Ibrani menjadi dapat membaca Alkitab dalam bahasa Yunani. Dari segi bangunan juga terlihat pengaruh Yunani. Misalmya kota Kaesarea yang menjadi ibu kota Palestina pada saat itu dibawah penguasa wilayah (procurator) memiliki bangunan-bangunan yang memiliki ciri-ciri sebuah kota Yunani, ada gedung pertunjukan, amfiteater dan kuil dan lain-lain. Sukar sekali untuk mengenali seni asli Ibrani karena telah dipengaruhi budaya Helenisme.
2.4.4.                     Konteks Ekonomi
Pedalaman dan tanah di luar kota dasarnya milik Negara tetapi dikelola oleh tuan tanah yang memegang salah satu jabatan Negara. Tanahnya dikerjakan oleh budak dan biasanya diawasi oleh seorang pengurus yang ditugaskan oleh tuan tanah, sementara ia tinggal di kota.[21] Kegiatan meminjamkan uang merupakan suatu cara yang lazim untuk mencari keuntungan.[22] Dalam dunia Yudaisme kelompok ningrat adalah kelompok ulama-ulama yang sangat besar terdiri dari keluarga para imam dan tokoh para rabi. Mungkin mereka adalah para tuan tanah yang menyewakan tanah pertanian dengan dasar bagi hasil. Mayoritas penduduk Palestina hidup dalam kemiskinan, pekerjaan mereka adalah bertani, seniman, dan juga pedagang. Mayoritas penduduk pada masa itu hidup dalam kemiskinan, mereka adalah petani dan sebagian kecil pedagang.[23] Mata uang logam standart di Negara Roma
2.5.            Analisa Teks
2.5.1.                  Kritik Aparatus
Ayat 22: kritik Aparatus mengusulkan (o) yang artinya dengan satu kata membaca yang didukung oleh Nestle Injil-injil dan surat-surat Katholik, surat-surat Pauline, dan Wahyu (kiamat) yang ke IV, V pada kalimat 
 
Ayat 23: Kritik Aparatus mengusulkan (┌ ) yang artinya dengan satu kata, sebuah bacaan   alternatif  yaitu δυστορων yang artinya maju atau berjalanlah yang didukung oleh injil-injil  Kisah Para Rasul V secara konsisten mengutip saksi dari ordo kedua; ( Injil-injil, Kisah Para Rasul dan Surat-surat Katholik, Surat-surat Pauline, Wahyu (kiamat) ) sebagian, tradisi terbagi pada kata αναθεωρών yang artinya pengulas. 
Kesimpulan:         Penafsir menolak usulan kritik Aparatus karena usulan ini dianggap mengganti arti dari nats yang sudah ada atau memperkabur kejelasan teks.
Ayat 24: Tidak ada perbedaan yang signifikan
Ayata 25: kritik Aparatus mengusulkan untuk melampirkan kata-kata bacaan alternative yaitu οτι ουτος ο δους yang artinya itu terjadi yang didukung oleh Injil-injil, Kisah Para Rasul yang beda pada kalimat τίνος yang artinya kecil
Kesimpulan:         penafsir meolak usulan dari Kritik Aparatus karena dianggap memperkabur makna teks
2.5.2.                  Perbandingan Bahasa
Penafsir menggunakan 4 bahasa yang akan diperbandingkan, yaitu Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), New Internasional Version (NIV), Bibel Pakon Haleluya (BPH), dan New Testemant Greek (NTG)
Ayat 22
LAI           : Dalam Segala hal
NIV           : In Every Way (dalam segala hal)
BPH          : Bani Haganup (pada semua)
NTG         : παντα (dalam segala hal)
Kesimpulan: yang mendekati  NTG ialah LAI dan NIV
Ayat 23
LAI           : Berjalan-jalan
NIV           : Walked (berjalan)
BPH          : Mardalani (Jalan-jalan)
NTG         : διερχομενος (melewati)
Kesimpulan: tidak ada yang mendekati NTG
Ayat 24
LAI           : Buatan tangan
NIV           : By Human (oleh manusia)
BPH          : pinauli ni tangan (yang dibuat oleh tangan)
NTG         : χειροποίητους (buatan tangan)
Kesimpulan: yang mendekati NTG ialah LAI
2.5.2.1.                  Terjemahan Akhir
Ayat 22:Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: “Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa.
Ayat 23: Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.
Ayat 24:Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia.
2.6.            Cerita dari Simalungun
Pada dahulunya, orang Simalungun menciptakan sendiri mitos asal-mula dan berbagai cerita untuk menjelaskan penciptaan alam semesta dan kehadirannya di muka bumi ini. Dalam salah satu pustaha Simalungun yang dikenal dengan nama Pustaha Akar Mula Jadi, dikisahkan bahwa, pada mulanya ada 3 dewa yang bertakhta di langit (nagori atas), yakni tuan Sahine-hine, tuan Tobal Dunia, dan Tuan Naga Padokah Ni Aji.
Dalam berbagai ritual keagamaan, nama ke-3 ilah tersebut hampir tidak pernah disebut atau bahkan hampir tidak dikenal oleh masyarakat umum. Nama itu hanya dikenal oleh kalangan datu bolon atau malim, dan merekalah yang berhak menyebut ke-3 nama tersebut. Meski demikian, mereka sendiri tidak sembarangan menyebut. Sebagai gantinya, mereka memakai kata Naibata. Demikianlah, untuk ilah tertinggi disebut Naibata nagori atas (atas), Naibata nagori tongah (tengah), dan Naibata nagori toruh (bawah).[24] Secara tegas, pemujaan dan hubungan dengan ilah tertinggi terbatas hanya di kalangan para datu bolon, sedangkan masyarakat umum hanya mengenal ritual pemujaan terhadap simagod, tonduy jabu, sinumbah, dan roh-roh lainnya. Namun dengan demikian meskipun mereka tidak mengenal siapa  Naibata yang mereka sembah itu, namun mereka tetap menyembahnya dan itu terlihat dari wujud penyembahan mereka yang memberikan sesajen pada para datu, atau melakukan hal-hal yang selalu diktakan oleh para datu, yang mereka yakinin sebagai perantara komunikasi mereka.

2.7.            Tafsiran
a.                  Penafsiran Teks Kisah Para Rasul 17:22-24 Diperhadapkan Dengan Kebudayaan Simalungun “Naibata”
Teks dalam Kisah Para Rasul ini memiliki kesamaan dengan budaya yang ada di Simalungun mengenai ilah yang mereka sembah. Seperti Naibata yang disembah orang Simalungun namun tidak dikenal, dan Allah yang disembah oleh orang Atena dan juga tidak dikenal. Orang Simalungun tidak mengenal siapa Naibata yang mereka sembah. Hal inilah yag terlihat dalam kehidupan Simalungun dulunya, namun menjadi suatu keterbiasaan  sehingga menjadi budaya di tengah-tengah kehidupan mereka. Sehingga banyak orang-orang yang melakukan hal-hal keterbiasaan ini dikarenakan sudah menjadi budaya. Namun, setelah Injil masuk ke tengah-tengah masyarakat, belum semua dapat menerimanya dengan baik, masih banyak orang yang minim pengetahuannya tentang Allah yang tidak dikenal itu. Pada dasarnya, budaya dan pemahaman budaya itu memang sulit untuk dilepaskan dari pemikiran manusia sendiri. Namun pemahaman yang bisa diluruskan atau dibenarkan yaitu konteks penyembahan dan keyakinan. Seperti Paulus yang berupaya untuk menyatakan pemahaman yang benar di kota Atena dengan memberi pemahaman yang benar siapa yang layak disembah dan diyakini. Pada Kisah Para Rasul 17:22-24 ini Paulus mencoba memberikan penjelasan mengenai Allah yang menjadi pencipta yang sejati. Allah yang menciptakan manusia, dan manusia tinggal di dalam Allah, bukannya Allah yang tinggal di tempat patung atau kuil yang mereka bangun itu.  seperti kesamaan untuk mengubah pemahaman Simalungun mengenai “Naibata” yang ada dalam Yesus Kristus atau dengan kata lain, yang menjadi penekanan dalam penafsiran ini bukanlah untuk menghilangkan budaya dan pemahaman Simalungun, tetapi melalui teks Kisah Para Rasul 17:22-24 ini menjelaskan bahwa yang menjadi penekannya dan tolak ukurnya ialah bahwa Tuhan Yesuslah yang layak untuk disembah dan layak untuk dipercayai.
III.                        KESIMPULAN
Berdasarkan penafsiran secara kontekstual maka penafsiran dengan pendekatan budaya ini membantu kita untuk memahami budaya yang diangkat dengan teks Alkitab secara kontekstual. Yaitu pada konteks budaya Simalungun yang tidak mengenal siapa yang disembah, dan konteks Alkitab yang mengambarkan orang-orang Atena yang menyembah ilah yang tidak dikenal juga. Oleh karena itu, penafsiran ini juga menyatakan bahwasanya dengan budaya pun kita dapat mengetahui apa yang dimaksud di dalam Alkitab.
IV.                        DAFTAR PUSTAKA 
..... Alkitab Edisi Studi, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012
  B .A Samuel Century With Sitz Im Leben. Dalam International Refiew Studies Vol 53,
Leidem Kninklijke Brill NV.2008
Brink H.V.D., Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, Jakarta:Gunung Mulia, 2003
Damanik Jan Jahaman, Dari Ilah Menuju ALLAH, Yogyakarta: ANDI, 2012
Dana H.E., The New Testament World: A Brief Sketch of the History and Condition which
Compased the Background of the New Testament, Malang: Gandum Mas, 2000
Duyverman M.E., PembimbingDala Perjanjian Baru, Jakarta:Gunung-Mulia,2008
Duyverman M.F., Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, Jakarta:BPK-GM, 2003
Jumawan Nathan, 52 Ikhtisar Khotbah Kisah Para Rasul Yogyakarta. Yayasan Andi,2003
Lembaga Alkitab Indonesia Kitab Suci Injili dengan catatan studi Jakarta LAI 2004
Marpaung H., Penuntun Memahami Alkitab Medan:Aston Sinaga, 2014
Packer J.L ., Merril C . Tenney, William With. Dunia Perjanjian Baru, Malang: Gandum
Emas, 1995
Purnom Budi, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta:  PT Ranaka, 2003
Stambaugh John dan David Baleh, Dunia Sosial Kristen Mula-mula.Jakarta BPK-
GM.2004
Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, semarang: Widia Karya, 2005
Tenney Meril C., Survei Perjanjian Lama Malang: Gandum Mas, 2006
Sumber internet:
http://kbbi.web.id/kontekstual, diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul 19:09
http://metodekontekstual.wordprase.com/29/penafsiran-alkitab, diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul 19:15










[1]http://kbbi.web.id/kontekstual, diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul 19:09
[2]http://metodekontekstual.wordprase.com/29/penafsiran-alkitab, diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul 19:15
[3]Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (semarang: Widia Karya, 2005), 95
[4]Budi Purnom, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta:  PT Ranaka, 2003), 49
[5] Nathan Jumawan, 52 Ikhtisar Khotbah Kisah Para Rasul (Yogyakarta. Yayasan Andi,2003), 2
[6] Meril C.Tenney, Survei Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2006), 283.
[7] Nathan Jurnawan, 52 Ikhtisa, 2
[8] M.E. Duyverman, PembimbingDala Perjanjian Baru, (Jakarta:Gunung-Mulia,2008), 73.
[9] M.E.Duyverman, 75.
[10] Nathan Jumawan, 3
[11] H.V.D. Brink, Tafsiran Alkitab Kisah Para Rasul, ( Jakarta:Gunung Mulia, 2003), 9
[12] M.F.Duyverman, Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, (Jakarta:BPK-GM, 2003), 86.
[13] Lembaga Alkitab Indonesia Kitab Suci Injili dengan catatan studi (Jakarta LAI 2004 ), 505.
[14]H.Marpaung, Penuntun Memahami Alkitab (Medan:Aston Sinaga, 2014)
[15] ..... Alkitab Edisi Studi, (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2012), 1775
[16]  Samuel B .A Century With Sitz Im Leben. Dalam International Refiew Studies Vol 53, (Leidem Kninklijke Brill NV.2008), 165
[17] J.L . Packer, Merril C . Tenney, William With. Dunia Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Emas, 1995).65
[18] H.E. Dana, The New Testament World: A Brief Sketch of the History and Condition which Compased the Background of the New Testament, (Malang: Gandum Mas, 2000) , 174
[19] Merril C. Tenney, 71
[20] H.E Dana, The New Testament World. A Brief Sketch of the History and Condition which Composed the Background of the New Testament , (Malang: Gandum Mas, 2000), 177-178
[21] John Stambaugh dan David Baleh, Dunia Sosial Kristen Mula-mula.(Jakarta BPK-GM.2004), 100
[22] Meril C. Tenny Survey Perjanjian Baru 75
[23] Merril C. Tenney. Survey Perjanjian Baru 60
[24] Jan Jahaman Damanik, Dari Ilah Menuju ALLAH, (Yogyakarta: ANDI, 2012), 52-60
Share:

Evangelisasi, KKI, KKR

Evangelisasi, KKI, KKR

I.                   Pendahuluan
Evangelisasi, KKI, dan  KKR merupakan suatu wujud kepedulian Gereja dalam pelayanannya terhadap jemaat. Ketiga hal ini juga merupakan pelayanan Gereja yang tidak asing lagi di dengar sekitaran Gereja. Gereja yang peduli terhadap ranah kepercayaan umatnya akan memperhatikan betul ketiga pelayanan ini. Dalam pemahaman tentang ketiga pelayanan ini, kami penyaji akan memaparkan sejauh hasil diskusi kami mengenai Evangelisasi, KKI, dan  KKR. guna kita tahu dan memahaminya. Semoga bermanfaat.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Teologi Praktika
Istilah teologi berasal dari dua kata kerja Yunani yaitu Theos dan Logos. Theos artinya Allah dan Logos artinya perkataan atau firman (wacana). Jadi istilah teologi adalah wacana (ilmiah) mengenai Allah atau ilah-ilah.[1] Di dalam KBBI , praktika adalah cara untuk melakukan sesuatu dengan secara nyata apa yang dimaksud dengan teori. Paul Avis menyatakan bahwa Teologi Praktika adalah suatu bidang ilmu yang hidup, dirangsang dan dibangkitkan oleh perkembangan dalam bidang-bidang lain dan oleh perkembangan dalam kehidupan gereja.[2] Menurut Mueller bahwa teologi praktika itu ialah ajaran tentang peng-realisasian yang benar dari kerajaan Allah di dalam gereja dan oleh gereja di dalam dunia. [3]
2.2. Evangelisasi
2.2.1.      Pengertian Evangelisasi
Kata evangelisasi berasal dari kata kerja Yunani “euangelizien” dan “ euangelizomai” dan kata benda “euangelion” yang berarti kabar kesukaaan, kabar kesukaan tentang kedatangan kerajaan Allah oleh perkataan dan perbuatan Yesus Kristus. Sesuai dengan arti “euangelizein” yaitu memberitakan kabar kesukaan tersebut kepada manusia. Baik untuk manusia yang sudah Kristen dan yang bukan kristen di seluruh Indonesia.  Euangelizein sama dengan “kerussein”  yang berarti memproklamasikan atau mengumumkan berita keselamatan.[4]
Evangelisasi adalah salah satu bentuk pelayanan yang banyak dipakai oleh Gereja. Gereja yang lahir dari pekerjaan badan zending di Amerika umumnya menganggap evangelisasi sebagai pelayanan pekabaran Injil dalam arti luas, kepada semua orang baik yang telah menjadi anggota Gereja, maupun yang belum. Sebaliknya Gereja lahir dari pekabaran badan zending di Eropa, khususnya di Netherland dan Jerman, umumnya menganggap Evangelisasi sebagai pelayanan pekabaran Injil yang sempit; hanya kepada anggota Gereja yang sesat atau yang hanya namanya saja Kristen dengan maksud untuk memimpin mereka kembali ke dalam Gereja.[5] Di Indonesia Evangelisasi dianggap sebagai pelayanan (pekabaran Injil) kepada anggota-anggota jemaat yang sesat yang liar atau yang hanya namanya saja Kristen dengan maksud untuk mengatur mereka kembali ke Gereja.[6]
2.2.2.      Latar Belakang Evangelisasi
Latar belakang munculnya evangelisasi ini berawal dari sebuah kehidupan Kekristenan di Eropa yang semakin lama semakin  merosot. Dan mengakibatkan banyak anggota jemaat yang keluar meninggalkan Gereja, sehingga orang di sana agak ragu untuk berkata-kata tentang “Corpus Cristeanum”.[7]dan pada masa itu juga lahir pekerjaan Evangelisasi. Namun sebenarnya, sebelum Evangelisasi ini ada, pietisme dan metodisme telah melakukan pekerjaan yang serupa tetapi umumnya orang berpendapat bahwa Evangelisasi dalam arti yang sebenarnya baru mulai pada permulaan abad yang lalu, yaitu perkembangaan pekerjaan pekabaran Injil di antara orang-orang kafir yang menyadarkan banyak orang Kristen di Jerman untuk memberitakan Injil kepada orang-orang Kristen yang murtad di sana. Pelopor dari gerakan ini ialah Wichern bapak dari Innere Mission[8]. Ia memulai pekabaran Injil dengan membuat sekolah minggu dari antara pemuda dan pemudi yang disia-siakan di Harmburg dan menolong pemuda-pemudinya, mereka juga membuat sebuah sekolah dengan asrama yang dipimpin oleh sekawan kerja, seperti ada kaum awam dan juga calon pendeta. Jadi dalam hal ini mereka bukan hanya  berfokus untuk keimanan saja, namun melalui Gereja mereka juga menyentuh ke bidang Ekonomi dan sosial. Dan karena itu Wichern mengharapkan Gereja menjadi hidup kembali dan berkembang ke arah kelahiran kembali. Karena Gereja itu bukan saja cukup hanya Apercaya tetapi juga mengasihi dalam perkataan dan perbuatan.
Bidang cakup “Innere Misiion” sangat luas dan bukan saja bergerak di bidang pemberitaan Injil (dengan perkataan) tetapi di berbagai bidang sosial atau pekerjaan sosial Kristen (umpamanya perbaikan keadaan rumah-rumah tempat tinggal, perhimpunan-perhimpunan guru, dan dana-dana orang sakit, dana pekuburan, bantuan untuk pengangguran dan rupa-rupa pekerjaan pemuda dalam perhimpunan-perhimpunan orang Kristen, dll.[9]


2.2.3.      Tugas Evangelisasi[10]
1.      Evangelisasi sebagai tugas Gereja
Pelayanan evangelisasi tidak boleh diserahkan saja kepada inisiatif-inisiatif anggotanya, tetapi sebaliknya Gereja sendiri yang harus menjalankannya. Oleh kesadaran ini, pelayanan evangelisasi berangsur-angsur mengalami perubahan struktur dan bentuk. Pimpinannya berpindah dari tangan “pengurus” ke tangan majelis jemaat / Gereja. Bidang pekerjaannya bertambah luas: ia tidak terbatas lagi pada bidang-bidang yang sebelumnya (perhimpunan sekolah minggu, perhimpunan pemuda/i, pekerjaan sosial di antara orang-orang miskin, orang-orang hukuman, dan sebagainya), tetapi mencakup juga pada bidang lain. Berhubungan dengan itu, Gereja dalam pekerjaan evangelisasinya pada waktu ini harus mengusahakan bentuk-bentuk dan cara baru yang dapat mengkomunikasikan berita Injil kepada orang-orang yang merupakan objek dari pekerjaannya.
2.      Evangelisasi sebagai tugas anggota jemaat
Yang dimaksud dengan Gereja bukan hanya “pejabat-pejabat” saja, tetapi semua anggota jemaat. Prinsipil tidak ada perbedaan antara apa yang kita sebut “pejabat” dan “kaum awam”. Mereka semua adalah anggota dari tubuh Kristus. Mereka semua terpanggil untuk tugas dan tanggung jawab yang sama, karena semua menerima kharisma (karunia) dari Roh yang sama (1 Kor. 12). Jadi tidak ada yang terkecuali: laki-laki dan wanita yang tua dan muda yang kaya dan miskin, yang terpelajar dan yang tidak terpelajar, pendeknya semua kategori di mana anggota-anggota jemaat dapat digolongkan yang terpanggil untuk menjadi pelayan di bidang evangelisasi.

3.      Evangelisasi oleh Perkataan
Ialah cara dan bentuk evangelisasi yang paling terkenal dan paling banyak dipakai oleh Gereja di Indonesia. Sampai sekarang Gereja menganggap khotbah evangelisasi sebagai cara dan bentuk yang paling baik bagi pelayan evangelisasi. Dalam Alkitab kata (perkataan) mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai kuasa rohani.
4.      Evangelisasi oleh Perbuatan
Dalam Alkitab pelayanan dengan perkataan dan pelayanan dan perbuatan erat berhubungan. Gereja harus membuktikan bahwa ia bukan saja mempercayai tetapi juga mengasihi. Semua tentang Krsitus harus ia beritakan dengan perkataan dan perbuatan yaitu Kristus sebagai raja, nabi dan imam.
5.      Evangelisasi oleh Presensia
Dalam evangelisasi istilah presensia digunakan untuk menyatakan atau mengungkapkan  cara hidup. Ia adalah suatu usaha untuk melukiskan apa yang diharapkan dari seorang pengikut Kristus. Yang penting bagi seorang Kristen adalah berada dalam Kristus di mana orang lain berada.  Bukan sekedar berada saja tetapi berada dalam Kristus.
6.      Evangelisasi oleh Partisipasi dan Identifikasi
Bentuk evangelisasi oleh partsisipasi dan identifikasi dapat kita anggap sebagai suatu varian dari evangelisasi oleh presensia. Bedanya ialah bahwa orang-orang yang terlibat dalam bentuk evangelisasi ini meninggalkan lingkungan hidup dan lingkungan kerja mereka dan pergi mengambil bagian dalam lingkungan hidup orang lain.
2.2.4.      Tujuan Evangelisasi
Tujuan dari Evangelisasi ini adalah untuk mewartakan kasih Allah yang menyelamatkan, yang menjadi nyata dalam Yesus Krsitus.[11] Bukan itu saja tujuan evangelisasi, juga merupakan upaya orang Kristen melayangkan kabar kesukaan Yesus Kristus kepada seseorang. Sedemikian rupa sehingga ia berpaling dari dosa-dosanya dan percaya kepada Allah melalui AnakNya Yesus Kristus dengan kuasa Roh Kudus. Dan tujuan akhir dari Evangelisasi mengupayakan pendengaran supaya bertobat dan menyerahkan diri kepada Kristus dan melayaniNya sebagai Tuhan dalam persekutuan orang percaya.[12]
2.3. KKI
2.3.1.      Pengertian KKI
Adalah Kebaktian Kebangunan Iman. Injil adalah kabar baik bagi semua orang, jalan keselamatan bagi mereka yang percaya. Keselamatan adalah anugerah Tuhan, tetapi kasih karunia yang diberikan secara Cuma-Cuma itu hanya efektif diterima dalam Iman. Maka dari itu individu harus bertumbuh dan dalam iman dan berubah kehidupannya. KKI merupakan suatu wadah untuk membangkitkan jiwa-jiwa yang telah jauh dari Kristus. Melalui KKI yang menjuru pada kepercayaan kepada Yesus Kristus sebagai dasar pemulihan.[13]
2.3.2.      Tujuan KKI[14]
KKI bertujuan untuk membangun iman, yakni iman sejati, selamanya terfokus pada kehendak Allah bukan pada pemikiran manusia. Itu adalah percaya kepada Allah, percaya kepada janji-janjiNya dan berbuat sesuai FirmanNya. Iman kita bertumbuh sementara kita mendengarkan Firman Tuhan dan mempraktekkannya (Rom. 10:17; Yak. 2:17-18). Membuka pemikiran kita pada pengajaran-pengajaran Firman Tuhan membangun Iman, dan melakukan apa yang Allah inginkan:
a.       Iman dan Firman adalah dasar dari kebangunan rohani seseorang. Iman mendorong kita untuk  membaca Firman Tuhan, dan Iman membuat kita menerima dan melaksanakan apa yang tertulis dalam Firman Tuhan itu. Jadi, selain membaca Firman kita juga harus melatih iman melalui perbuatan
b.      Iman sejati itu lebih dari sekedar percaya tapi berbuat juga sesuai dengan kepercayaan yang ditumbuhkannya dalam hati kita. Meskipun setiap permohonan kepada Tuhan harus didasarkan pada Iman, namun Iman memiliki fungsi yang jauh lebih luas dari itu. Iman mempengaruhi tabiat dan pola hidup kita.
c.       Kerohanian kita bertumbuh bersama Iman dan Firman. Lebih sering kita membaca dan menyelidiki Firman Tuhan, semakin besar dan kukuh Iman kita bertumbuh. Kebangunan Rohani akan menjadi pengalaman setiap hari dari seorang yang rajin membaca Firman Tuhan dan tekun memelihara pertumbuhan Imannya
2.4. KKR
2.4.1.      Pengertian KKR
KKR atau Kebaktian Kebangunan Rohani adalah “menghidupkan kembali” atau bangun lagi. Kata ini juga diterjemahkan sebagai memelihara, melindungi agar tetap hidup, mempercepat, memulihkan, menjaga agar tetap hidup dan menjadi utuh.[15] KKR sudah menjadi istilah yang begitu akrab di telinga orang Kristen dari berbagai dominasi dan organisasi. Istilah ini muncul dan menjadi ciri khas dari Gereja-Gereja beraliran Pentakosta dan Kharismatik sejak tahun 70 an dan menjadi istilah yang akrab sekitar tahun 1990-an hingga kini.
2.4.2.      Tujuan KKR
Bertujuan memulihkan kebenaran dan memanggil pada ketaatan pada Firman Allah. Kebangunan rohani lebih dari sekedar ibadah besar, kegairahan yang agamawi, bangkitnya orang-orang yang kudus, kepenuhan Roh Kudus atau bahkan suatu penuaian jiwa-jiwa.[16] Tujuan dari Kebangunan Rohani yang sejati adalah pertobatan diri yaitu meninggalkan berbagai perbuatan daging yaitu: sihir, perselisihan, perjinahan, pembunuhan, perdukunan, dsbg. Kebangunan Rohani saat orang yang kita layani menerima Firman dan bertumbuh dalam Firman dan mengalami pertobatan dan memanggil jemaat untuk melayani Tuhan.[17]
2.4.3.      Ciri-ciri KKR[18]
KKR yang diselenggarakan oleh Gereja-gereja di Indonesia memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:
a.       Ibadah ini biasanya diselenggarakan dengan kapasitas jumlah jemaat yang besar dari jumlah ibadah biasanya, dengan persiapan yang lebih kompleks
b.      Jemaat pada umumnya didorong untuk berpartisipasi mengajak keluarga, sanak saudara, maupun rekan-rekannya yang mungkin mengalami kemunduran rohani, atau belum hidup menuruti perintah dan ajaran Tuhan untuk turut diperbaharui dan di segarkan lagi dalam ibadah tersebut
c.       Khotbah yang dibagikan dalam ibadah tersebut bersifat sederhana dan mudah dimengerti, berupa dasar-dasar Iman (bukan merupakan ajaran Agama yang mendalam).
d.      KKR sebenarnya identik dengan ibadah yang pernah dilakukan Kristus dahulu seperti khotbah di bukit, pelayanan di tempat-tempat umum sehingga orang-orang kebanyakan (umum) bisa datang berbondong-bondong untuk mendengar pengajaran Firman Tuhan, didoakan dan mengalami muzijat kesembuhan ilahi, diselamatkan dengan percaya dan menerima Tuhan Yesus secara pribadi.[19]

III.             Refleksi Teologis
Mengingat Tri tugas panggilan Gereja yang salah satunya ialah bersaksi, maka sudah seharusnya Gereja melakukan kesaksian itu bagi orang-orang yang percaya maupun orang yang belum percaya. Kabar Sukacita atau kabar baik itu harus disaksikan ke seluruh penjuru dunia. Bahkan Gereja juga harus melakukan tanggung jawabnya karena memang haruslah demikian. Seperti yang tertulis dalam Matius 10:7-8 “Pergi dan beritakanlah kerajaan Sorga sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakita; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperoleh dengan Cuma-Cuma, karena itu berikan pula dengan Cuma-Cuma. Setidaknya dalam ketiga hal ini, Evangelisasi, KKI, KKR akan tercermin karunia yang sudah diterima secara Cuma-Cuma tersebut. Tidak ada yang dirugikan jika melakukan segala sesuatunya dengan baik dan dalam kerendahan hati. Melayani dalam kesaksian juga merupakan tanggung jawab kita sebagai umat pengikutNya, termasuk kita sebagai orang muda. Bahkan Rasul Paulus pun meneguhkan kata Melayani dan bersaksi ini dalam kitab 1 Timotius 4:12. Sehingga semua orang berhak, bahkan bukan berhak saja, melainkan bertanggung jawab untuk bersaksi dan melayani.
IV.             Kesimpulan
Evangelisasi adalah memberitakan kabar kesukaan kepada manusia. Baik untuk manusia yang sudah Kristen dan yang bukan Kristen. Tugas utama dari Evangelisasi ini ialah untuk menyampaikan Injil dengan berbagai tugas yang sudah diterapkan. Selain Evangelisasi yang menjadi wujud pelayanan Gereja, ada juga yang disebut dengan KKI dan KKR, yang merupakan juga pelayanan terhadap umat Gereja. Kedua pelayanan ini sangat mengutamakan pertumbuhan Iman dan kehidupan kerohaniannya. Disaat KKI datang untuk menolong membangun Iman dan meneguhkannya maka KKR  ikut serta dalam melengakapi Iman seseorang dengan cara ibadah yang menumbuhkan rasa ingin bertobat dalam kehidupan seseorang. Demikianlah ketiga pelayanan ini, akan sempurna jika dijalankan dengan baik dan akan membuahkan hasil yang baik seperti yang diharapkan.





V.      Daftar pustaka
Sumber Buku:
 Abineno J. L. Ch, Sekitar Theologi Praktika II, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 1980
Abineno J. L. Ch., Djemaat, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 1965
Abineno J. L. Ch., Teologi Praktika, Jakarta : BPK-GM, 1984
David Jontahan, Menangkap Gelombang Kebangunan Rohani, Jakarta: Nafri Gabriel, 2002
DW., Metode Penginjilan, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1993
Paul Ambang Pintu Teologi, Jakarta : BPK-GM, 2011
Simanjuntak,B. A. Pemikiran Tentang Batak, Pematang Siantar: HKBP, 1986
Singgih E. G., Apa Itu Teologi?, Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2006

Sumber Lain:
http://id,wikipedia.orege/wiki/kebaktiankebangunanrohani, diakse pada tanggal 13 Februari 2018 pukul 18.58
http://id.wikipedia.org/wiki.kebaktiankebangunanrohani, diakses pada tanggal 13 Februari 2018 pukul 18.48
http://www.katnet.orege/web/indeks.php?optionc=kontentdanview=artikeldanid=169 diakses pada tanggal 13 Februari 2018 pukul 18.54



[1]E. G. Singgih, Apa Itu Teologi?, (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2006), 16
[2]Paul Avis, Ambang Pintu Teologi, (Jakarta : BPK-GM, 2011), 137 
[3]J. L. Ch. Abineno, Teologi Praktika, (Jakarta : BPK-GM, 1984), 13
[4] J. L. Ch. Abineno, Djemaat, (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 1965), 166
[5]J. L. Ch. Abineno, Sekitar Theologi Praktika II, (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 1980), 165
[6] J. L. CH. Abineno, DJemaat, 115
[7] Istilah "corpus Christianum" mengacu pada konsep abad pertengahan tentang kesatuan gereja dan "negara," kekuasaan spiritual dan sekuler. Kepala mistik korpus yang tak terlihat ini adalah Yesus Kristus; Hal ini diperintah oleh kaisar dan paus sebagai kepala duniawi.
[8] Innere Mission adalah salah satu organisasi kesejahteraan yang berada di Jerman Barat.
[9] J. L. Ch. Abineno, Sekitar Theologi Praktika II, 166-167
[10] J. L. CH. Abineno, Sekitar Theologi Praktika II, 191
[11]Komisi Kateketik KWI, Katekese umat dan evangelisasi baru, (Yogyakarta: KANISIUS, 1995), 64
[12]DW. Elis, Metode Penginjilan, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1993), 117-118
[13]B. A. Simanjuntak, Pemikiran Tentang Batak, (Pematang Siantar: HKBP, 1986), 137
[15]Jontahan David, Menangkap Gelombang Kebangunan Rohani, (Jakarta: Nafri Gabriel, 2002), 3
[16]Jonathan David, Menangkap Gelombang Kebangunan Rohani, 6-7
[18]http://id,wikipedia.orege/wiki/kebaktiankebangunanrohani, diakse pada tanggal 13 Februari 2018 pukul 18.58
[19]http://id.wikipedia.org/wiki.kebaktiankebangunanrohani, diakses pada tanggal 13 Februari 2018 pukul 18.48 
Share:

POSTINGAN POPULER

Total Pageviews

FOLLOWERS